Deles Indah, 15 tahun mati suri
A
A
A
SUASANA hening terasa di kawasan wisata Deles Indah, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten. Aktivitas kawasan wisata tersebut tampak mati. Namun begitu, masih ada beberapa pengunjung yang datang.
Deles Indah tidak seperti namanya. Kawasan wisata ini tampak kumuh. Kawasan wisata yang terletak di lereng Gunung Merapi tersebut, banyak berdiri rumput tinggi, coretan-coretan tangan usil, dan sampah yang menumpuk. Dales Indah, kini tinggal kenangan.
Bangunan vila, hotel, dan losmen yang marak di daerah itu menambah suram kawasan wisata ini. Bangunan-bangunan itu dibiarkan telantar tidak terawat. Kesan kumuh dan angker membuat kawasan wisata ini kehilangan pamornya.
Di antara bangunan yang tidak terawat, tampak pesanggrahan milik Keraton Kasunanan Surakarta. Kehadiran bangunan bersejarah ini, menambah kuat kesan kumuh dan angker di kawasan wisata yang berada antara Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Darwan, tokoh masyarakat sekitar mengatakan, kawasan wisata ini sudah terlihat sepi dan kumuh sejak 5-10 tahun terakhir. Sejak saat itu pula jumlah wisatawan yang datang ke kawasan tersebut terus mengalami penurunan. Padahal, kawasan tersebut memiliki pemandangan yang sangat indah, khas lereng gunung.
Menurutnya, ada kesalahan pengelolaan hingga kawasan tersebut menjadi sepi pengunjung. Sebelumnya, pengelolaan kawasan tersebut dilimpahkan kepada pihak swasta oleh Pemerintah Kabupaten Klaten. Sementara warga sekitar tidak dilibatkan.
Setelah dinilai kurang menguntungkan, pengelola kawasan tersebut meninggalkan obyek wisata begitu saja, hingga akhirnya menjadi sepi terbengkalai.
“Saat sepi, tiba-tiba obyek wisata ini ditinggalkan dan akhirnya jadi seperti ini. Warga sekitar tidak bisa berbuat apa-apa, karena bukan kewenangannya,” ujar Darwan, saat berbincang dengan wartawan, Rabu (8/1/2013).
Darwan melanjutkan, cerita mengenai obyek wisata ini akan berbeda jika dahulu Pemerintah Kabupaten Klaten menyerahkan pengelolaan kepada warga sekitar. Menurutnya, warga pasti akan bertanggung jawab menjaga kawasan ini dari tangan jahil. Sehingga, kondisi alam yang asri akan tetap terjaga.
“Kalau warga sekitar kan mempunyai rasa memiliki dengan kawasan ini. Sehingga pasti warga akan merawatnya. tetapi karena sudah tidak dilibatkan, ya jadinya malas dan membiarkan bangunan dan fasilitas wisata dirusak tangan jahil,” tegasnya.
Warga lainnya, Purnomo, menjelaskan sebenarnya kawasan tersebut bisa kembali menjadi primadona seperti 10-15 tahun lalu. Asalkan kawasan itu ditata ulang sedemikian rupa, agar menjadi lebih baik dan lebih menarik pengunjung.
Menurutnya, banyak potensi wisata yang bisa dikembangkan di kawasan itu, seperti pemandangan alam, wisata pendakian, dan beberapa wisata lain. “Ada monyet yang juga bisa menjadi pemikat wisatawan di kawasan ini,” tukasnya.
Deles Indah tidak seperti namanya. Kawasan wisata ini tampak kumuh. Kawasan wisata yang terletak di lereng Gunung Merapi tersebut, banyak berdiri rumput tinggi, coretan-coretan tangan usil, dan sampah yang menumpuk. Dales Indah, kini tinggal kenangan.
Bangunan vila, hotel, dan losmen yang marak di daerah itu menambah suram kawasan wisata ini. Bangunan-bangunan itu dibiarkan telantar tidak terawat. Kesan kumuh dan angker membuat kawasan wisata ini kehilangan pamornya.
Di antara bangunan yang tidak terawat, tampak pesanggrahan milik Keraton Kasunanan Surakarta. Kehadiran bangunan bersejarah ini, menambah kuat kesan kumuh dan angker di kawasan wisata yang berada antara Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Darwan, tokoh masyarakat sekitar mengatakan, kawasan wisata ini sudah terlihat sepi dan kumuh sejak 5-10 tahun terakhir. Sejak saat itu pula jumlah wisatawan yang datang ke kawasan tersebut terus mengalami penurunan. Padahal, kawasan tersebut memiliki pemandangan yang sangat indah, khas lereng gunung.
Menurutnya, ada kesalahan pengelolaan hingga kawasan tersebut menjadi sepi pengunjung. Sebelumnya, pengelolaan kawasan tersebut dilimpahkan kepada pihak swasta oleh Pemerintah Kabupaten Klaten. Sementara warga sekitar tidak dilibatkan.
Setelah dinilai kurang menguntungkan, pengelola kawasan tersebut meninggalkan obyek wisata begitu saja, hingga akhirnya menjadi sepi terbengkalai.
“Saat sepi, tiba-tiba obyek wisata ini ditinggalkan dan akhirnya jadi seperti ini. Warga sekitar tidak bisa berbuat apa-apa, karena bukan kewenangannya,” ujar Darwan, saat berbincang dengan wartawan, Rabu (8/1/2013).
Darwan melanjutkan, cerita mengenai obyek wisata ini akan berbeda jika dahulu Pemerintah Kabupaten Klaten menyerahkan pengelolaan kepada warga sekitar. Menurutnya, warga pasti akan bertanggung jawab menjaga kawasan ini dari tangan jahil. Sehingga, kondisi alam yang asri akan tetap terjaga.
“Kalau warga sekitar kan mempunyai rasa memiliki dengan kawasan ini. Sehingga pasti warga akan merawatnya. tetapi karena sudah tidak dilibatkan, ya jadinya malas dan membiarkan bangunan dan fasilitas wisata dirusak tangan jahil,” tegasnya.
Warga lainnya, Purnomo, menjelaskan sebenarnya kawasan tersebut bisa kembali menjadi primadona seperti 10-15 tahun lalu. Asalkan kawasan itu ditata ulang sedemikian rupa, agar menjadi lebih baik dan lebih menarik pengunjung.
Menurutnya, banyak potensi wisata yang bisa dikembangkan di kawasan itu, seperti pemandangan alam, wisata pendakian, dan beberapa wisata lain. “Ada monyet yang juga bisa menjadi pemikat wisatawan di kawasan ini,” tukasnya.
(san)