Setiap hari, Sarah Tsunami jalan kaki 2 Km ke sekolah

Senin, 16 Desember 2013 - 15:56 WIB
Setiap hari, Sarah Tsunami jalan kaki 2 Km ke sekolah
Setiap hari, Sarah Tsunami jalan kaki 2 Km ke sekolah
A A A
Sindonews.com - Wajahnya masih terlihat polos. Sarah Tsunami, bocah berusia tujuh tahun itu, memiliki tekad kuat untuk mengenyam pendidikan. Dia kini duduk di kelas I SDN I Bojong, di Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran.

Setiap pergi ke sekolah, dia berjalan kaki dengan diantar sang ibu, Juju Juariah (43). "Kalau ke sekolah diantar ibu jalan kaki, karena enggak ada kendaraan yang lewat," kata Supriatin (17), kakak Sarah, di RS Mata Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (16/12/2013).

Juju sendiri adalah penyandang tunanetra. Dia sempat bisa melihat. Tapi saat bocah, dia kehilangan penglihatannya. Meski tak bisa melihat, Juju ternyata tahu arah tempat Sarah bersekolah. "Ibu sudah tahu jalan walaupun matanya enggak melihat," ungkap Supriatin.

Soal kondisi jalan dari rumah menuju sekolah, dia menyebut jalannya cukup rata. "Jalannya lumayan rata, enggak nanjak, aspal tapi sudah rusak," tuturnya.

Setiap hari, Juju mengantar Sarah ke sekolah sekira pukul 05.30 WIB. "Jalan kaki biasaya satu jam. Kadang ditungguin sampai pulang," ucap Supriatin.

Sarah sendiri tidak mengeluh harus berjalan kaki sejauh dua kilometer. Dia tetap bersemangat untuk menggapai cita-citanya menjadi guru. "Kalau pulang sekolah, kadang pulang sendiri, kadang dianterin mamah," ujarnya.

Sesekali, dia mengaku menggunakan sepeda. Tapi kini sepedanya rusak dan tidak bisa dipakai ke sekolah. "Sedikit-sedikit rantainya lepas kalau dipakai," jelasnya.

Saat disinggung apakah ingin memiliki sepeda baru, Sarah mengangguk. "Pengin sepeda, buat pergi ke sekolah," harapnya.

Jika punya sepeda, dia bisa pergi sendiri ke sekolah tanpa harus diantar ibunya. Dia sendiri sebenarnya berani pergi ke sekolah sendiri. Tapi karena ibunya khawatir, Sarah selalu diantar jika berangkat sekolah.

Saat ini, Sarah memiliki keluhan pada matanya. Dia tidak bisa melihat jelas. Bahkan untuk membaca pun dia harus melihat dengan sangat dekat. "Kalau baca agak susah, matanya juga sering pegal," bebernya.

Hal itu dirasakan Sarah sejak setahun terakhir. Tapi karena tidak punya biaya, Sarah tidak diperiksakan ke dokter. Baru hari ini dia diperiksa di RS Mata Cicendo, setelah dibantu salah satu LSM.

Keluarga Sarah tergolong tidak mampu. Dia dan keluarganya tinggal di kawasan terpencil, di Dusun Bantarsari, Desa Bojong, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran. Utan (75), ayah Sarah, hanya berprofesi sebagai petani. Sedangkan ibunya hanya ibu rumah tangga biasa.

Sarah berharap, matanya bisa kembali normal. Tapi belum diketahui gangguan apa pada matanya, dan pengobatan yang harus dilakukan. Saat ini, dokter masih melakukan pemeriksaan terhadap Sarah.

Sementara soal nama Sarah Tsunami, ada sisi menarik yang membalutnya. Saat peristiwa tsunami terjadi di Pangandaran pada 2006 silam, Sarah saat itu baru berusia satu hari. Ganasnya tsunami, membuat Sarah terseret air beberapa ratus meter.

Dia baru ditemukan sekira 1,5 jam setelah kejadian. Dia ditemukan pada tumpukan sampah dengan kondisi selamat. Karena peristiwa itu, Sarah diberi nama Tsunami di belakangnya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7945 seconds (0.1#10.140)