Begini kondisi gerbong wanita pasca kecelakaan Bintaro

Begini kondisi gerbong wanita pasca kecelakaan Bintaro
A
A
A
Sindonews.com - Ratusan penumpang wanita tetap memadati gerbong khusus wanita, yang berada di bagian paling depan rangkaian Kereta Api Listrik (KRL) jurusan Bogor-Tanah Abang.
Walaupun penuh sesak, para penumpang wanita tetap merasa lebih nyaman berada di gerbong khusus tersebut. Bahkan, insiden tabrakan di Bintaro kemarin tak menyurutkan minat penumpang untuk naik di gerbong khusus tersebut.
Berdasarkan pantauan, ratusan penumpang wanita terlihat berdesakan. Ibu-ibu dan wanita muda terlihat enjoy dengan kondisi tersebut. Tidak ada raut cemas di wajah mereka.
Alasan mereka logis, menggunakan gerbong khusus wanita menjadi satu-satunya alternatif bagi penumpang wanita untuk mencari kenyamanan. Karena jika di gerbong umum, mereka khawatir tindak pelecehan seksual dari kaum pria.
Lantaran penuh sesak oleh lebih dari 200 penumpang, pendingin ruangan di gerbong itu pun tak terasa. Sesekali terlihat penumpang yang melihat ke arah luar melalui kaca jendela. Terutama jika KRL melintas di pintu perlintasan.
Walaupun tak merasa cemas, namun mereka tetap bersikap waspada. Penumpang tentunya mengetahui insiden kemarin yang menyisakan rasa trauma, namun tak langsung menyurutkan minat penumpang wanita untuk beralih ke gerbong lain.
"Tetap di sini (gerbong depan) karena lebih nyaman. Enggak mau saja campur sama penumpang pria," kata Rasta, mahasiswi sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta, saat ditemui di gerbong wanita KRL CL tujuan Tanah Abang, Selasa, 10 Desember 2013.
Walaupun merasa khawatir, namun mahasiswi yang sedang magang di perkantoran Sudirman itu, tak memiliki pilihan lain. Dikatakan dia, KRL tetap menjadi pilihan dirinya. "Mau bagaimana lagi. Sekarang kan belum ada transportasi yang secepat kereta," ucapnya.
Untuk menempuh jarak Depok-Sudirman, sambung Rasta, dengan KRL hanya memerlukan waktu 30 menit. Sedangkan dengan kendaraan lain bisa dua jam lebih.
Dia berharap kepada PT KAI agar menutup perlintasan tak resmi, sehingga kasus serupa tak terulang.
"Kami sadari kalau kecelakaan bisa terjadi di mana saja. Tapi kalau bisa dihindari dengan langkah pencegahan kan lebih baik," harapnya.
Dari hasil pantauan SINDO yang mencoba menumpang dari Stasiun Depok menuju Pasar Minggu, penumpang di tiap stasiun tetap memilih gerbong pertama. Kondisi serupa juga terlihat di gerbong wanita yang berada di urutan belakang.
Namun, gerbong tersebut tidak sepadat gerbong depan. Selain faktor kenyamanan, penumpang memilih gerbong depan dengan alasan lebih dekat dengan gate out di peron.
"Pintu keluarnya lebih dekat kalau naik di gerbong depan. Jadi pas turun kereta, enggak perlu jalan jauh lagi. Kalau di gerbong paling belakang, jadinya kan jalan jauh ke depan peron," tukas Rasta.
Walau bagaimana pun, kereta tetap menjadi moda transportasi umum yang efektif dan bebas hambatan. Kelebihan itulah yang dimiliki moda transportasi ini. Sehingga KRL masih menjadi satu-satunya transportasi massal yang digemari.
"Iya, secara emosional saya pribadi memang sempat prihatin dan khawatir, bila harus menggunakan gerbong terdepan. Namun, secara rasional saya sadar betul, resiko kecelakaan dapat menimpa siapa saja di posisi apapun," kata Devie, penumpang KRL yang naik dari Depok menuju Tebet.
Dia mengakui, walaupun tak diliputi rasa cemas yang tinggi, namun efek trauma akibat insiden itu tetap ada. Termasuk bagi penumpang lintas Jakarta-Bogor dan relasi lainnya.
Namun dia meyakini, efek trauma itu akan berangsur hilang pelahan. "Dalam jangka panjang, ketika pemberitaan tentang hal ini sudah berlalu, dan masyarakat kembali dihadapkan dengan realitas kehidupan untuk mencapai tempat tujuan. Dan gerbong depan akan kembali dijejali penumpang," tukasnya.
Wanita yang berprofesi sebagai dosen itu mengaku tetap memilih gerbong wanita paling depan. Dan gerbong depan menjadi gerbong favoritnya.
"Secara praktis memang gerbong depan cukup memenuhi rasa keadilan bagi perempuan seperti saya, yaitu hanya perempuan sehingga merasa aman dan nyaman. Dan juga lebih mudah mencapai gerbang (gate out)," ucap Devie.
Siane Indriani, penumpang yang naik dari Sudimara ke Tanah Abang juga mengaku tidak akan di gerbong pertama. Dirinya biasa naik dari Stasiun Sudimara menuju Tanah Abang pukul 08.25 WIB.
"Tetap ya. Karena itu gerbong favorit. Saya juga mengimbau agar pengendara agar tetap patuh terhadap rambu," pintanya.
Ini kisah masinis KRL nahas.
Walaupun penuh sesak, para penumpang wanita tetap merasa lebih nyaman berada di gerbong khusus tersebut. Bahkan, insiden tabrakan di Bintaro kemarin tak menyurutkan minat penumpang untuk naik di gerbong khusus tersebut.
Berdasarkan pantauan, ratusan penumpang wanita terlihat berdesakan. Ibu-ibu dan wanita muda terlihat enjoy dengan kondisi tersebut. Tidak ada raut cemas di wajah mereka.
Alasan mereka logis, menggunakan gerbong khusus wanita menjadi satu-satunya alternatif bagi penumpang wanita untuk mencari kenyamanan. Karena jika di gerbong umum, mereka khawatir tindak pelecehan seksual dari kaum pria.
Lantaran penuh sesak oleh lebih dari 200 penumpang, pendingin ruangan di gerbong itu pun tak terasa. Sesekali terlihat penumpang yang melihat ke arah luar melalui kaca jendela. Terutama jika KRL melintas di pintu perlintasan.
Walaupun tak merasa cemas, namun mereka tetap bersikap waspada. Penumpang tentunya mengetahui insiden kemarin yang menyisakan rasa trauma, namun tak langsung menyurutkan minat penumpang wanita untuk beralih ke gerbong lain.
"Tetap di sini (gerbong depan) karena lebih nyaman. Enggak mau saja campur sama penumpang pria," kata Rasta, mahasiswi sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta, saat ditemui di gerbong wanita KRL CL tujuan Tanah Abang, Selasa, 10 Desember 2013.
Walaupun merasa khawatir, namun mahasiswi yang sedang magang di perkantoran Sudirman itu, tak memiliki pilihan lain. Dikatakan dia, KRL tetap menjadi pilihan dirinya. "Mau bagaimana lagi. Sekarang kan belum ada transportasi yang secepat kereta," ucapnya.
Untuk menempuh jarak Depok-Sudirman, sambung Rasta, dengan KRL hanya memerlukan waktu 30 menit. Sedangkan dengan kendaraan lain bisa dua jam lebih.
Dia berharap kepada PT KAI agar menutup perlintasan tak resmi, sehingga kasus serupa tak terulang.
"Kami sadari kalau kecelakaan bisa terjadi di mana saja. Tapi kalau bisa dihindari dengan langkah pencegahan kan lebih baik," harapnya.
Dari hasil pantauan SINDO yang mencoba menumpang dari Stasiun Depok menuju Pasar Minggu, penumpang di tiap stasiun tetap memilih gerbong pertama. Kondisi serupa juga terlihat di gerbong wanita yang berada di urutan belakang.
Namun, gerbong tersebut tidak sepadat gerbong depan. Selain faktor kenyamanan, penumpang memilih gerbong depan dengan alasan lebih dekat dengan gate out di peron.
"Pintu keluarnya lebih dekat kalau naik di gerbong depan. Jadi pas turun kereta, enggak perlu jalan jauh lagi. Kalau di gerbong paling belakang, jadinya kan jalan jauh ke depan peron," tukas Rasta.
Walau bagaimana pun, kereta tetap menjadi moda transportasi umum yang efektif dan bebas hambatan. Kelebihan itulah yang dimiliki moda transportasi ini. Sehingga KRL masih menjadi satu-satunya transportasi massal yang digemari.
"Iya, secara emosional saya pribadi memang sempat prihatin dan khawatir, bila harus menggunakan gerbong terdepan. Namun, secara rasional saya sadar betul, resiko kecelakaan dapat menimpa siapa saja di posisi apapun," kata Devie, penumpang KRL yang naik dari Depok menuju Tebet.
Dia mengakui, walaupun tak diliputi rasa cemas yang tinggi, namun efek trauma akibat insiden itu tetap ada. Termasuk bagi penumpang lintas Jakarta-Bogor dan relasi lainnya.
Namun dia meyakini, efek trauma itu akan berangsur hilang pelahan. "Dalam jangka panjang, ketika pemberitaan tentang hal ini sudah berlalu, dan masyarakat kembali dihadapkan dengan realitas kehidupan untuk mencapai tempat tujuan. Dan gerbong depan akan kembali dijejali penumpang," tukasnya.
Wanita yang berprofesi sebagai dosen itu mengaku tetap memilih gerbong wanita paling depan. Dan gerbong depan menjadi gerbong favoritnya.
"Secara praktis memang gerbong depan cukup memenuhi rasa keadilan bagi perempuan seperti saya, yaitu hanya perempuan sehingga merasa aman dan nyaman. Dan juga lebih mudah mencapai gerbang (gate out)," ucap Devie.
Siane Indriani, penumpang yang naik dari Sudimara ke Tanah Abang juga mengaku tidak akan di gerbong pertama. Dirinya biasa naik dari Stasiun Sudimara menuju Tanah Abang pukul 08.25 WIB.
"Tetap ya. Karena itu gerbong favorit. Saya juga mengimbau agar pengendara agar tetap patuh terhadap rambu," pintanya.
Ini kisah masinis KRL nahas.
(stb)