Polisi dalami pemalsuan tanda tangan Thaib Armaiyn
A
A
A
Sindonews.com - Polda Maluku Utara terus mendalami keterlibat pelaku lainnya dalam pemalsuan tandatangan Gubernur Maluku Utara (Malut), Thaib Armaiyn.
Saat ini, penyidik baru menahan dua orang yaitu HD yang merupakan manager Divisi Perizinan PT Kemakmuran Pertiwi Tambang (KPT) yang merupakan anak perusahaan dari Harita Grup dan mantan Kepala Biro Hukum Pemprov Malut RS.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Agus Rianto, mengatakan pihaknya terus melakukan pendalaman adanya tersangka lain dalam kasus tersebut.
Menurutnya, pemalsuan tersebut dilakukan untuk menyerobot lahan pertambangan milik sebuah perusahaan perkebunan di Malut.
"Penyidik masih terus melakukan pemeriksaan terhadap kedua tersangka," katanya, Minggu (24/11/2013).
Sebelumnya, dua tersangka yang telah ditangkap sudah dilakukan penahanan sejak tanggal 13 November 2013. Mereka melanggar Pasal 264 dan atau 263 Ayat 2 jo 55 Ayat 1 ke 2 KUHP.
Menurut Agus, kronologis kejadian tersebut berawal pada tanggal 1 Desember 2008, HD yang merupakan Manajer Divisi Perizinan PT Kemakmuran Pertiwi Tambang (KPT) yang merupakan anak perusahaan dari Harita Grup mengirimkan surat permohonan kepada Gubernur Malut untuk diterbitkannya rekomendasi gubernur.
Isi rekomendasi tersebut merupakan salah satu persyaratan mendapatkan IPPKH dari Kementerian Kehutanan. Kemudian surat permohonan tersebut dari HD diberikan kepada mantan Kepala Biro Hukum Pemprov Malut, RS.
"Pada tanggal 10 Januari 2009 RS memberikan Surat Rekomendasi Gubernur No.522/113 kepada HD di salah satu hotel di Jakarta. Saat perjalanan pulang HD mengkopi surat rekomendasi tersebut yang mana hasil kopian itu dia kirimkan Kemenhut dan yang asli diberikan kepada Direktur PT KPT, Liem Gunardi dan menjelaskan tentang perbuatan pengkopian kepada direktur dan disetujui," ujarnya.
Kemudian, lanjut Agus, pada tanggal 17 Maret 2009 Gubernur Malut menerbitkan dua surat yaitu surat klarifikasi gubernur dan surat keterangan gubernur yang isinya gubernur tidak pernah menandatangani dan menerbitkan rekomendasi No. 522/113 kepada Kementerian Kehutanan.
Sementara itu, Kementerian Kehutanan mengirimkan surat klarifikasi rekomendasi kepada PT KPT dengan Nomor S.485/PKH/2/2009 tanggal 3 Juni 2009, oleh PT KPT melalui surat no. 03xx/NI/KPT/VI/2009 tertanggal 8 Juni 2009 menyatakan bahwa surat yang dikirim Gubernur Maluku Utara adalah menyesatkan.
Agus menambahkan, dalam kasus pemalsuan rekomendasi Gubernur Maluku Utara dengan nomor 522/113, kepolisian juga telah memeriksa saksi sebanyak 23 orang.
"23 orang yang diperiksa tersebut berasal dari PT WKM lima orang, Kementerian Kehutanan delapan orang, pihak kegubernuran enam orang, dari PT KPT tiga orang, dan satu orang mantan Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi Maluku Utara," tegasnya.
Seperti diketahui anak perusahaan Herita Grup lainnya PT Duta Inti Perkasa Mineral juga pernah dilaporkan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan ke KPK karena melakukan penambangan di kawasan yang secara hukum masuk wilayah Antam.
Sengketa yang dilaporkan oleh Dahlan bermula saat Izin yang diterbitkan Bupati Konawe Utara, Aswad Suleman, kepada PT Duta Inti Perkasa Mineral untuk melakukan penambangan yang masuk kekawasan milik Antam.
Di samping itu grup perusahaan tersebut PT HPA perkebunan sawit di Sampit Direkturnya yang berinisial R juga terlibat masalah dengan tim ukp4 pusat.
Saat ini, penyidik baru menahan dua orang yaitu HD yang merupakan manager Divisi Perizinan PT Kemakmuran Pertiwi Tambang (KPT) yang merupakan anak perusahaan dari Harita Grup dan mantan Kepala Biro Hukum Pemprov Malut RS.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Agus Rianto, mengatakan pihaknya terus melakukan pendalaman adanya tersangka lain dalam kasus tersebut.
Menurutnya, pemalsuan tersebut dilakukan untuk menyerobot lahan pertambangan milik sebuah perusahaan perkebunan di Malut.
"Penyidik masih terus melakukan pemeriksaan terhadap kedua tersangka," katanya, Minggu (24/11/2013).
Sebelumnya, dua tersangka yang telah ditangkap sudah dilakukan penahanan sejak tanggal 13 November 2013. Mereka melanggar Pasal 264 dan atau 263 Ayat 2 jo 55 Ayat 1 ke 2 KUHP.
Menurut Agus, kronologis kejadian tersebut berawal pada tanggal 1 Desember 2008, HD yang merupakan Manajer Divisi Perizinan PT Kemakmuran Pertiwi Tambang (KPT) yang merupakan anak perusahaan dari Harita Grup mengirimkan surat permohonan kepada Gubernur Malut untuk diterbitkannya rekomendasi gubernur.
Isi rekomendasi tersebut merupakan salah satu persyaratan mendapatkan IPPKH dari Kementerian Kehutanan. Kemudian surat permohonan tersebut dari HD diberikan kepada mantan Kepala Biro Hukum Pemprov Malut, RS.
"Pada tanggal 10 Januari 2009 RS memberikan Surat Rekomendasi Gubernur No.522/113 kepada HD di salah satu hotel di Jakarta. Saat perjalanan pulang HD mengkopi surat rekomendasi tersebut yang mana hasil kopian itu dia kirimkan Kemenhut dan yang asli diberikan kepada Direktur PT KPT, Liem Gunardi dan menjelaskan tentang perbuatan pengkopian kepada direktur dan disetujui," ujarnya.
Kemudian, lanjut Agus, pada tanggal 17 Maret 2009 Gubernur Malut menerbitkan dua surat yaitu surat klarifikasi gubernur dan surat keterangan gubernur yang isinya gubernur tidak pernah menandatangani dan menerbitkan rekomendasi No. 522/113 kepada Kementerian Kehutanan.
Sementara itu, Kementerian Kehutanan mengirimkan surat klarifikasi rekomendasi kepada PT KPT dengan Nomor S.485/PKH/2/2009 tanggal 3 Juni 2009, oleh PT KPT melalui surat no. 03xx/NI/KPT/VI/2009 tertanggal 8 Juni 2009 menyatakan bahwa surat yang dikirim Gubernur Maluku Utara adalah menyesatkan.
Agus menambahkan, dalam kasus pemalsuan rekomendasi Gubernur Maluku Utara dengan nomor 522/113, kepolisian juga telah memeriksa saksi sebanyak 23 orang.
"23 orang yang diperiksa tersebut berasal dari PT WKM lima orang, Kementerian Kehutanan delapan orang, pihak kegubernuran enam orang, dari PT KPT tiga orang, dan satu orang mantan Kepala Biro Hukum Pemerintah Provinsi Maluku Utara," tegasnya.
Seperti diketahui anak perusahaan Herita Grup lainnya PT Duta Inti Perkasa Mineral juga pernah dilaporkan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan ke KPK karena melakukan penambangan di kawasan yang secara hukum masuk wilayah Antam.
Sengketa yang dilaporkan oleh Dahlan bermula saat Izin yang diterbitkan Bupati Konawe Utara, Aswad Suleman, kepada PT Duta Inti Perkasa Mineral untuk melakukan penambangan yang masuk kekawasan milik Antam.
Di samping itu grup perusahaan tersebut PT HPA perkebunan sawit di Sampit Direkturnya yang berinisial R juga terlibat masalah dengan tim ukp4 pusat.
(rsa)