SBY tak bisa lepas tangan atasi kemacetan DKI
Senin, 11 November 2013 - 21:38 WIB

SBY tak bisa lepas tangan atasi kemacetan DKI
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI), Andrinof Chaniago menilai, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak bisa lepas tangan atas kemacetan, seperti terjadi di DKI Jakarta dan Bandung, Jawa Barat.
Presiden tidak bisa hanya menyalahkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan kepala daerah lain karena nyatanya pemerintah pusat tak memiliki sistem transportasi makro. Terutama sistem transportasi makro untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
"Pemerintah pusat juga mempunyai kewajiban membuat sistem transportasi makro Jabodetabek. Belum ada itu (sistem transportasi makro Jabodetabek). Bukannya belum optimal, tapi memang belum ada," kata Andrinof, di Jakarta, Senin (11/11/2013).
Karena itu, Andrinof meminta, pemerintah pusat dan daerah tak saling menyalahkan. Pusat juga tak elok mengkritik pemerintah Ibu Kota. Sebab faktanya, pusat juga punya kewajiban mengatasi kemacetan di wilayah Ibu Kota dan sekitarnya.
Jadi kritik Presiden SBY ke Jokowi kontraproduktif. Mestinya pusat dan daerah harusnya menguatkan koordinasi. Bukan saling menyalahkan.
"Pembagian urusan dan kewenangan antara pusat dan DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan di Jakarta itu sangat jelas. Masalah sistem transportasi makro Jabodetabek, tata ruang Jabodetabek, dan kebijakan perumahan adalah urusan pemerintah pusat yang sangat erat kaitannya dengan kemacetan," paparnya.
Sementara urusan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, kata Andrinof, adalah penambahan prasarana dan sarana transportasi.
Sementara pengaturan lalulintas merupakan tanggungjawab bersama antara Polda Metro Jaya dan Pemerintah Provinsi Ibukota. Padahal, di era Jokowi sekarang, komitmen mengatasi kemacetan lebih nampak, ketimbang periode sebelumnya.
"Namun yang pasti penanganan transportasi makro, terutama di Jabodetabek oleh pusat, belum ada. Artinya, macet di Jakarta itu, sebagian harusnya diakui tanggung jawab SBY sebagai Presiden," ujarnya.
Baca berita terkait:
SBY: Saya tidak pernah tutup jalan
Presiden tidak bisa hanya menyalahkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan kepala daerah lain karena nyatanya pemerintah pusat tak memiliki sistem transportasi makro. Terutama sistem transportasi makro untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
"Pemerintah pusat juga mempunyai kewajiban membuat sistem transportasi makro Jabodetabek. Belum ada itu (sistem transportasi makro Jabodetabek). Bukannya belum optimal, tapi memang belum ada," kata Andrinof, di Jakarta, Senin (11/11/2013).
Karena itu, Andrinof meminta, pemerintah pusat dan daerah tak saling menyalahkan. Pusat juga tak elok mengkritik pemerintah Ibu Kota. Sebab faktanya, pusat juga punya kewajiban mengatasi kemacetan di wilayah Ibu Kota dan sekitarnya.
Jadi kritik Presiden SBY ke Jokowi kontraproduktif. Mestinya pusat dan daerah harusnya menguatkan koordinasi. Bukan saling menyalahkan.
"Pembagian urusan dan kewenangan antara pusat dan DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan di Jakarta itu sangat jelas. Masalah sistem transportasi makro Jabodetabek, tata ruang Jabodetabek, dan kebijakan perumahan adalah urusan pemerintah pusat yang sangat erat kaitannya dengan kemacetan," paparnya.
Sementara urusan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, kata Andrinof, adalah penambahan prasarana dan sarana transportasi.
Sementara pengaturan lalulintas merupakan tanggungjawab bersama antara Polda Metro Jaya dan Pemerintah Provinsi Ibukota. Padahal, di era Jokowi sekarang, komitmen mengatasi kemacetan lebih nampak, ketimbang periode sebelumnya.
"Namun yang pasti penanganan transportasi makro, terutama di Jabodetabek oleh pusat, belum ada. Artinya, macet di Jakarta itu, sebagian harusnya diakui tanggung jawab SBY sebagai Presiden," ujarnya.
Baca berita terkait:
SBY: Saya tidak pernah tutup jalan
(mhd)