ABY tuding survei KHL tak prosedural
A
A
A
Sindonews.com – Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) menuding survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dilakukan dewan pengupahan di Yogyakarta tidak sesuai prosedur dan ketetantuan yang seharusnya.
Ini berakibat fatal karena membuat hasil akhir sebagai acuan penentuan UMK menjadi sangat rendah.
Yusuf, Tim Advokasi ABY yang juga Wakil Ketua DPD Textile, Sandang dan Kulit SPSI Yogyakarta mengatakan, besaran usulan UMK tahun 2014 hanya naik 10-14 persen saja dari tahun sebelumnya.
Angka ini dinilai tidak rasional karena tidak sesuai dengan kebutuhan riil saat ini setelah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Bahkan, hasil survei yang dilakukan dewan pengupahan terpaut sangat jauh dengan survei independen yang dilakukan ABY. Selisih KLH kedua survei ini mencapai Rp800 ribu.
“Kami curiga survei yang dilakukan dewan pengupahan ini tidak sesuai prosedur dan yang seharusnya, sehingga mempengaruhi hasil akhir,” kata Yusuf, Kamis (31/10/2013).
Senada disampaikan Suharto, Ketua Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin. Menurut dia, ada logika dalam survei KLH oleh dewan pengupahan yang jauh dari pemahaman.
Dia mencontohkan, untuk komponen perumahan, sesuai Permenaker 13/2012 harga sewa kamar/tempat tinggal buruh harus menampung 60 item.
Tapi praktiknya, survei hanya untuk kamar ukuran 3x3 seharga Rp175 ribu.
“Kan tidak mungkin kamar ukuran 3x3 memenuhi 60 item dalam Permenaker. Paling tidak tempat tinggal itu kan ada ruang tamu, ruang tidur daan ruang belakang. Kalau hanya 3x3 jelas tidak mungkin,” tegasnya.
Dia mengatakan, bila dewan pengupahan kurang memahami Permenaker tersebut, semestinya pemerintah melakukan guidance. Sayang upaya itu tidak dilakukan. Sehingga akibatnya muncul usulan UMK yang dinilai tidak rasional.
Ini berakibat fatal karena membuat hasil akhir sebagai acuan penentuan UMK menjadi sangat rendah.
Yusuf, Tim Advokasi ABY yang juga Wakil Ketua DPD Textile, Sandang dan Kulit SPSI Yogyakarta mengatakan, besaran usulan UMK tahun 2014 hanya naik 10-14 persen saja dari tahun sebelumnya.
Angka ini dinilai tidak rasional karena tidak sesuai dengan kebutuhan riil saat ini setelah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Bahkan, hasil survei yang dilakukan dewan pengupahan terpaut sangat jauh dengan survei independen yang dilakukan ABY. Selisih KLH kedua survei ini mencapai Rp800 ribu.
“Kami curiga survei yang dilakukan dewan pengupahan ini tidak sesuai prosedur dan yang seharusnya, sehingga mempengaruhi hasil akhir,” kata Yusuf, Kamis (31/10/2013).
Senada disampaikan Suharto, Ketua Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin. Menurut dia, ada logika dalam survei KLH oleh dewan pengupahan yang jauh dari pemahaman.
Dia mencontohkan, untuk komponen perumahan, sesuai Permenaker 13/2012 harga sewa kamar/tempat tinggal buruh harus menampung 60 item.
Tapi praktiknya, survei hanya untuk kamar ukuran 3x3 seharga Rp175 ribu.
“Kan tidak mungkin kamar ukuran 3x3 memenuhi 60 item dalam Permenaker. Paling tidak tempat tinggal itu kan ada ruang tamu, ruang tidur daan ruang belakang. Kalau hanya 3x3 jelas tidak mungkin,” tegasnya.
Dia mengatakan, bila dewan pengupahan kurang memahami Permenaker tersebut, semestinya pemerintah melakukan guidance. Sayang upaya itu tidak dilakukan. Sehingga akibatnya muncul usulan UMK yang dinilai tidak rasional.
(lns)