Obat berbahaya senilai Rp3 M dimusnahkan
A
A
A
Sindonews.com - Petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Semarang memusnahkan obat tradisional tanpa izin edar berikut bahan bakunya senilai Rp3miliar, Selasa (29/10).
Pemusnahan dilakukan di Rumah Penitipan Barang Sitaan Negara (Rupbasan) Semarang, Jalan Dr Cipto, Kota Semarang.
Pemusnahan dilakukan secara simbolis di sana dengan cara dibakar. Selanjutnya pemusnahan dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang Semarang. Ratusan ribu kemasan obat itu diangkut menggunakan tiga truk.
Produk itu terdiri dari 4 item barang setengah jadi, 43 item bahan kemas, 3 item obat, obat tradisional produk jadi 12 item, dan sebuah mesin produksi.
Kepala BBPOM Semarang, Zulaimah, mengatakan produk yang dimusnahkan itu berupa barang jadi dan setengah jadi. Barang sitaan ini merupakan barang bukti dari tersangka RYT yang sebelumnya ditangkap di Desa Gantasari, Kecamatan Kroya, Cilacap, pada 3 dan 4 Juni 2013 lalu.
“RYT ini sudah tersangkut kasus yang sama pada 2010. Tapi diulangi lagi, padahal pada 2010 itu izin edar produksinya sudah dicabut. Produksi pada 2013 ini ilegal, selain berbahaya bagi kesehatan,” kata Zulaimah.
RYT dijerat Pasal 197 dan Pasal 196 Undang – Undang RI nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terkait memproduksi obat tradisional tanpa izin edar atau tidak memenuhi persyaratan.
“Kasus ini masih penyerahan berkas ke kejaksaan. Belum tahap dua, yaitu barang bukti dan tersangka,” lanjutnya.
Pemusnahan sendiri sudah mendapat izin dari Pengadilan Negeri Semarang. Sehingga nanti akan dilampirkan berita acara pemusnahan barang bukti ketika penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) BBPOM melakukan pelimpahan tahap dua ke kejaksaan.
“Tidak semuanya dimusnahkan. Sebagaian ada yang untuk barang bukti di pengadilan nanti,” lanjutnya.
BBPOM mengimbau kepada masyarakat untuk hati – hati memilih obat tradisional. Jika menemukan kecurigaan produk bisa melapor ke BBPOM ke Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Jalan Madukoro Blok AA – BB nomor 8 Kota Semarang.
Terkait pemusnahan ini, pada April lalu, BBPOM Semarang juga telah memusnahkan obat dan makanan berbahaya hingga kosmetik ilegal senilai Rp1,13miliar. Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar. Totalnya terdiri dari 2.792 produk dari 289.668 kemasan, senilai Rp1,13miliar.
Barang sitaan ini merupakan hasil pengawasan Balai Besar POM Semarang tahun 2011 - 2012, serta sampel pro justitia tahun 2013 yang sudah mendapatkan izin pemusnahan dari Pengadilan Negeri (PN) setempat. Pemusnahan ini merupakan kegiatan ke delapan dari serangkaian pengawasan Badan POM hingga April 2013.
Terpisah, Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah, Kombes Pol Soetarmono, mengatakan instansi terkait tak terkecuali BBPOM juga harus melakukan pengawasan ekstra terhadap prekursor. Bahan itu merupakan zat kimia bahan baku pembuatan obat yang ternyata bisa diekstrak menjadi narkotika jenis sabu maupun psikotropika lainnya.
“Di Jawa Tengah, ada 20 pabrik pembuatan obat. Prekursor ini seringkali dari luar negeri. Misalnya pseudo ephedrine yang merupakan obat flu, sebanyak 150 ribu tablet bisa diekstrak jadi 6 kg sabu. Ini tentu perlu diawasi,” tutupnya.
Pemusnahan dilakukan di Rumah Penitipan Barang Sitaan Negara (Rupbasan) Semarang, Jalan Dr Cipto, Kota Semarang.
Pemusnahan dilakukan secara simbolis di sana dengan cara dibakar. Selanjutnya pemusnahan dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang Semarang. Ratusan ribu kemasan obat itu diangkut menggunakan tiga truk.
Produk itu terdiri dari 4 item barang setengah jadi, 43 item bahan kemas, 3 item obat, obat tradisional produk jadi 12 item, dan sebuah mesin produksi.
Kepala BBPOM Semarang, Zulaimah, mengatakan produk yang dimusnahkan itu berupa barang jadi dan setengah jadi. Barang sitaan ini merupakan barang bukti dari tersangka RYT yang sebelumnya ditangkap di Desa Gantasari, Kecamatan Kroya, Cilacap, pada 3 dan 4 Juni 2013 lalu.
“RYT ini sudah tersangkut kasus yang sama pada 2010. Tapi diulangi lagi, padahal pada 2010 itu izin edar produksinya sudah dicabut. Produksi pada 2013 ini ilegal, selain berbahaya bagi kesehatan,” kata Zulaimah.
RYT dijerat Pasal 197 dan Pasal 196 Undang – Undang RI nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terkait memproduksi obat tradisional tanpa izin edar atau tidak memenuhi persyaratan.
“Kasus ini masih penyerahan berkas ke kejaksaan. Belum tahap dua, yaitu barang bukti dan tersangka,” lanjutnya.
Pemusnahan sendiri sudah mendapat izin dari Pengadilan Negeri Semarang. Sehingga nanti akan dilampirkan berita acara pemusnahan barang bukti ketika penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) BBPOM melakukan pelimpahan tahap dua ke kejaksaan.
“Tidak semuanya dimusnahkan. Sebagaian ada yang untuk barang bukti di pengadilan nanti,” lanjutnya.
BBPOM mengimbau kepada masyarakat untuk hati – hati memilih obat tradisional. Jika menemukan kecurigaan produk bisa melapor ke BBPOM ke Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Jalan Madukoro Blok AA – BB nomor 8 Kota Semarang.
Terkait pemusnahan ini, pada April lalu, BBPOM Semarang juga telah memusnahkan obat dan makanan berbahaya hingga kosmetik ilegal senilai Rp1,13miliar. Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar. Totalnya terdiri dari 2.792 produk dari 289.668 kemasan, senilai Rp1,13miliar.
Barang sitaan ini merupakan hasil pengawasan Balai Besar POM Semarang tahun 2011 - 2012, serta sampel pro justitia tahun 2013 yang sudah mendapatkan izin pemusnahan dari Pengadilan Negeri (PN) setempat. Pemusnahan ini merupakan kegiatan ke delapan dari serangkaian pengawasan Badan POM hingga April 2013.
Terpisah, Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah, Kombes Pol Soetarmono, mengatakan instansi terkait tak terkecuali BBPOM juga harus melakukan pengawasan ekstra terhadap prekursor. Bahan itu merupakan zat kimia bahan baku pembuatan obat yang ternyata bisa diekstrak menjadi narkotika jenis sabu maupun psikotropika lainnya.
“Di Jawa Tengah, ada 20 pabrik pembuatan obat. Prekursor ini seringkali dari luar negeri. Misalnya pseudo ephedrine yang merupakan obat flu, sebanyak 150 ribu tablet bisa diekstrak jadi 6 kg sabu. Ini tentu perlu diawasi,” tutupnya.
(rsa)