Pendidikan Indonesia wajib cerminkan kearifan lokal
A
A
A
Sindonews.com - Penyelenggaraan pndidikan di Indonesia wajib berlandaskan kearifan lokal bangsa sendiri. Hal ini penting agar pembelajaran yang dilakukan menghasilkan ilmu maupun manusia yang berdimensi pada kebangsaan Indonesia.
"Jika hal ini dilakukan kearifan lokal dengan sendirinya akan beralih antar generasi sebagai kebudayaan bangsa secara berkelanjutan. dengan begitu, eksistensi ke-Indonesiaan tetap akan terjaga di tengah arus deras globalisasi dan menguatnya identitas etnik atau kesukuaan," ujar Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM Prof Bambang Purwanto PhD Rabu (23/10/2013).
Dalam seminar nasional bertema Kearifan Lokal dan Masa Depan Kebangsaan Indonesia di Sekolah Pascasarjana UGM Bambang menambahkan, kerangka pendidikan Indonesia tidak akan sekadar menjadi bekal mendapatkan jabatan dan gaji yang besar jika dalam bingkai pendidikan terkandung kearifan lokal yang dipadu dengan kecerdasan.
Kerangka pendidikan dengan kearifan lokal pun mampu menjadi bagian dalam upaya meningkatkan kebudayaan bangsa.
"Sayangnya, saat ini kearifan lokal telah direduksi sebagai representasi atas ruang sempit perspektif global. Kearifan lokal hanya merujuk pada kearifan yang bersifat eksklusif dalam ruang terbatas, sedangkan kearifan bangsa seakan-akan tidak pernah ada. Hal inilah yang membuat pengembangan pendidikan berdimensi kearifan lokal sulit dilakukan," tuturnya.
Bambang menambahkan, kearifan lokal dalam konteks kebangsaan bukan berarti mengusung sifat-sifat kelokalan dalam membangun identitas diri. Karena sampai batas tertentu, hal tersebut justru mampu menggerus cita-cita persatuan bangsa.
"Bila hal ini terjadi, kebijakan desentralisasi pemerintahan dan menguatnya otonomi daerah hanya akan dimaknai sebagai penguatan identitas lokal. Bukan sebagai pembagian kerja dan wewenang untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan dan memperkuat eksistensi bangsa," imbuhnya.
Berdasarkan cita-cita para pendiri bangsa, Bambang mengatakan, simbol-simbol lokal seharusnya mampu mengidentifikasikan diri atau merepresentasikan ke-Indonesiaan.
Simbol lokal bukanlah kristalisasi perasaan dan tindakan untuk lebih memperkuat unsur kedaerahan dalam ruang tertentu. Nila-nilai lokal semacam itu justru mampu mengubah identitas ke-Indonesiaan.
"Jika cita-cita kemerdekaan Indonesia mengacu pada nilai inklusif, maka kenyataan yang ada di dalam masyarakat akan mengerucut pada eksklusivitas yang berbasis pada ikatan primordial yang bersifat sangat lokal," imbuhnya.
"Jika hal ini dilakukan kearifan lokal dengan sendirinya akan beralih antar generasi sebagai kebudayaan bangsa secara berkelanjutan. dengan begitu, eksistensi ke-Indonesiaan tetap akan terjaga di tengah arus deras globalisasi dan menguatnya identitas etnik atau kesukuaan," ujar Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM Prof Bambang Purwanto PhD Rabu (23/10/2013).
Dalam seminar nasional bertema Kearifan Lokal dan Masa Depan Kebangsaan Indonesia di Sekolah Pascasarjana UGM Bambang menambahkan, kerangka pendidikan Indonesia tidak akan sekadar menjadi bekal mendapatkan jabatan dan gaji yang besar jika dalam bingkai pendidikan terkandung kearifan lokal yang dipadu dengan kecerdasan.
Kerangka pendidikan dengan kearifan lokal pun mampu menjadi bagian dalam upaya meningkatkan kebudayaan bangsa.
"Sayangnya, saat ini kearifan lokal telah direduksi sebagai representasi atas ruang sempit perspektif global. Kearifan lokal hanya merujuk pada kearifan yang bersifat eksklusif dalam ruang terbatas, sedangkan kearifan bangsa seakan-akan tidak pernah ada. Hal inilah yang membuat pengembangan pendidikan berdimensi kearifan lokal sulit dilakukan," tuturnya.
Bambang menambahkan, kearifan lokal dalam konteks kebangsaan bukan berarti mengusung sifat-sifat kelokalan dalam membangun identitas diri. Karena sampai batas tertentu, hal tersebut justru mampu menggerus cita-cita persatuan bangsa.
"Bila hal ini terjadi, kebijakan desentralisasi pemerintahan dan menguatnya otonomi daerah hanya akan dimaknai sebagai penguatan identitas lokal. Bukan sebagai pembagian kerja dan wewenang untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan dan memperkuat eksistensi bangsa," imbuhnya.
Berdasarkan cita-cita para pendiri bangsa, Bambang mengatakan, simbol-simbol lokal seharusnya mampu mengidentifikasikan diri atau merepresentasikan ke-Indonesiaan.
Simbol lokal bukanlah kristalisasi perasaan dan tindakan untuk lebih memperkuat unsur kedaerahan dalam ruang tertentu. Nila-nilai lokal semacam itu justru mampu mengubah identitas ke-Indonesiaan.
"Jika cita-cita kemerdekaan Indonesia mengacu pada nilai inklusif, maka kenyataan yang ada di dalam masyarakat akan mengerucut pada eksklusivitas yang berbasis pada ikatan primordial yang bersifat sangat lokal," imbuhnya.
(lns)