Polisi diminta profesional ungkap kasus calo Polri
A
A
A
Sindonews.com - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulselbar kesulitan membongkar jaringan kasus percaloan dalam penerimaan bintara Polri 2013.
Hingga kini, polda baru menetapkan satu orang tersangka dalam kasus ini. Yakni Brigadir Polisi Satu (Briptu) Hendra, yang diketahui bertugas di Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda.
Hanya saja, sejak dijadikan sebagai tersangka pada September lalu, oknum polisi ini melakukan gerakan tutup mulut terhadap keterlibatan oknum polisi lainnya.
"Briptu Hendra sampai sekarang masih bungkam. Dia ngotot melakukan aksi penipuan dan penggelapan seorang diri," kata Direktur Direktorat Polda Kombes Pol Joko Hartanto, kepada wartawan, Kamis (17/10/2013).
Dia pun membantah keterlibatan bapak kandungnya Aiptu Jufri yang juga anggota Polres Bone, dalam kasus percaloan tersebut. "Jadi uang ratusan juta dari korbannya itu dia yang terima dan menggunakannya sendiri. Seperti itu pengakuannya," papar Joko saat dicegat di Mapolda.
Menurutnya, saat ini sudah ada tiga laporan dari warga Kabupaten Bone yang menjadi korban. Masing-masing memberikan uang ratusan juta rupiah untuk diuruskan menjadi bintara Polri.
Selain itu, kesulitan penyidik mengembangkan kasus ini dikarenakan adanya perbedaan antara pengakuan pihak korban dan tersangka. Joko menambahkan, selain menggunakan uang dari para korbannya, sebagian disimpan oleh Briptu Hendra di salah satu rekeningnya. "Tapi itu pun tetap ditutupi oleh tersangka," bebernya.
Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Zulkifli menyebutkan, seorang tersangka berhak dibenarkan dalam KUHAP untuk menyangkal ataupun tutup mulut. Namun, hal itu tak bisa dijadikan alasan oleh penyidik sehingga kasusnya mandek.
Polisi harus bisa menggali keterangan korban dan saksi, untuk membuktikan keterlibatan oknum aparat lainnya.
"Sekali lagi, hal itu tak bisa jadi alasan sehingga kasusnya jalan di tempat. Di sinilah dituntut penyidik polisi profesional, sehingga jaringan calo Polri ini terungkap," kata Zulkifli.
Jangan sampai, tambahnya, alasan penyidik dibuat-buat untuk melindungi adanya petinggi kepolisian yang ikut terseret dalam kasus itu.
Sekadar diketahui, dugaan penipuan dengan modus mengiming- imingi korban kelulusan pada penerimaan bintara Polri pada awal 2013. Korbannya adalah pasangan suami istri Abdul Muin dan Hasni warga Lingkungan Pao, Kelurahan Bajoe, Kecamatan Tanete Riattang Timur, Kabupaten Bone ini. Korban tertipu Rp355juta.
Briptu Hendra menjanjikan akan meluluskan Fitriani dan Wandika Wardana, dua anak Abdul Muin dan Hasni jadi anggota polisi. Namun, setelah uang ratusan juta disetor, kedua anak korban malah tidak lulus.
Hingga kini, polda baru menetapkan satu orang tersangka dalam kasus ini. Yakni Brigadir Polisi Satu (Briptu) Hendra, yang diketahui bertugas di Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda.
Hanya saja, sejak dijadikan sebagai tersangka pada September lalu, oknum polisi ini melakukan gerakan tutup mulut terhadap keterlibatan oknum polisi lainnya.
"Briptu Hendra sampai sekarang masih bungkam. Dia ngotot melakukan aksi penipuan dan penggelapan seorang diri," kata Direktur Direktorat Polda Kombes Pol Joko Hartanto, kepada wartawan, Kamis (17/10/2013).
Dia pun membantah keterlibatan bapak kandungnya Aiptu Jufri yang juga anggota Polres Bone, dalam kasus percaloan tersebut. "Jadi uang ratusan juta dari korbannya itu dia yang terima dan menggunakannya sendiri. Seperti itu pengakuannya," papar Joko saat dicegat di Mapolda.
Menurutnya, saat ini sudah ada tiga laporan dari warga Kabupaten Bone yang menjadi korban. Masing-masing memberikan uang ratusan juta rupiah untuk diuruskan menjadi bintara Polri.
Selain itu, kesulitan penyidik mengembangkan kasus ini dikarenakan adanya perbedaan antara pengakuan pihak korban dan tersangka. Joko menambahkan, selain menggunakan uang dari para korbannya, sebagian disimpan oleh Briptu Hendra di salah satu rekeningnya. "Tapi itu pun tetap ditutupi oleh tersangka," bebernya.
Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Zulkifli menyebutkan, seorang tersangka berhak dibenarkan dalam KUHAP untuk menyangkal ataupun tutup mulut. Namun, hal itu tak bisa dijadikan alasan oleh penyidik sehingga kasusnya mandek.
Polisi harus bisa menggali keterangan korban dan saksi, untuk membuktikan keterlibatan oknum aparat lainnya.
"Sekali lagi, hal itu tak bisa jadi alasan sehingga kasusnya jalan di tempat. Di sinilah dituntut penyidik polisi profesional, sehingga jaringan calo Polri ini terungkap," kata Zulkifli.
Jangan sampai, tambahnya, alasan penyidik dibuat-buat untuk melindungi adanya petinggi kepolisian yang ikut terseret dalam kasus itu.
Sekadar diketahui, dugaan penipuan dengan modus mengiming- imingi korban kelulusan pada penerimaan bintara Polri pada awal 2013. Korbannya adalah pasangan suami istri Abdul Muin dan Hasni warga Lingkungan Pao, Kelurahan Bajoe, Kecamatan Tanete Riattang Timur, Kabupaten Bone ini. Korban tertipu Rp355juta.
Briptu Hendra menjanjikan akan meluluskan Fitriani dan Wandika Wardana, dua anak Abdul Muin dan Hasni jadi anggota polisi. Namun, setelah uang ratusan juta disetor, kedua anak korban malah tidak lulus.
(san)