28,07 juta rakyat Indonesia hidup di garis kemiskinan

Jum'at, 18 Oktober 2013 - 07:17 WIB
28,07 juta rakyat Indonesia...
28,07 juta rakyat Indonesia hidup di garis kemiskinan
A A A
PERINGATAN Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia yang dirayakan setiap 17 Oktober merupakan momentum untuk mempertanyakan kembali komitmen pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup 28,07 juta orang miskin di Indonesia.

Berdasarkan data pemerintah, seperti dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah orang miskin di Indonesia hingga Maret 2013 mencapai 28,07 juta. Menurun dari data September 2012 yang mencapai 28,59 juta orang.

Sementara pendapatan negara, menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia, mengalami kenaikan di tahun 2013. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2013 direncanakan Rp1.507,7 triliun atau naik 11 persen dari target Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012.

Jumlah ini meningkat dua kali lipat, dibanding realisasi anggaran tahun 2007. Sejak 2004, nilai APBN Indonesia telah mencapai Rp400 triliun dan terus mengalami peningkatan. Bahkan hingga kini sudah mencapai Rp1.800 triliun.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengklaim hal ini sebagai prestasi pemerintahannya selama memimpin dua kali masa jabatan sejak 2004 lalu.

Dalam masa pemerintahan SBY juga lah dicetuskan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI), untuk memberantas kemiskinan senilai Rp106,8 triliun. Angka ini meningkat dua kali lipat dari anggaran tahun 2007 yang hanya mencapai Rp53,1 triliun.

Program itu direalisasikan melalui beberapa kegiatan. Mulai dari pemberian bantuan dan perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat, pengembangan usaha kecil dan mikro, serta program prorakyat penyediaan prasarana/sarana murah.

Namun sayang, program pemberantasan kemiskinan itu tidak sejalan dengan fakta di lapangan. Pada tahun 2012, jumlah angkatan kerja Indonesia tercatat 118,05 juta orang.

Tahun ini, jumlah angkatan kerja itu diprediksi bertambah menjadi 122,55 juta orang dan terus bertambah pada tahun depan yang mencapai sekira 124,42 juta orang. Dari angka tersebut, sekitar 33,98 juta orang di antaranya berpendidikan SD ke bawah.

Sektor tenaga kerja yang paling banyak diserap adalah pertanian yang mencapai 39,96 persen, perdagangan 24,81 persen, jasa kemasyarakatan 17,53 persen, dan industri 14,78 persen. Tingginya penyerapan di sektor pertanian disebabkan oleh rendahnya pendidikan rakyat Indonesia.

Dari jutaan penduduk yang terserap di sektor pertanian, terdapat keluarga Kasbi (58) dan Rumini (54). Warga Desa Sumberjo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, ini hidup di bawah garis kemiskinan.

Mereka bekerja keras sebagai buruh tani dan mencari kayu di hutan untuk dijual ke pasar. Setiap harinya, Rumini harus menumbuk gaplek (singkong kering) agar menjadi tepung dan bisa dimasak menjadi tiwul. Kemudian, tiwul dicampur dengan nasi jatah beras raskin yang dijual oleh pemerintah.

Kasbi dan Rumini merupakan satu dari jutaan buruh tani di Indonesia yang tidak memiliki apa-apa selain tenaga untuk dijual. Keluarga ini hidup di dalam gubuk yang dijadikan kandang sapi.

Bahkan, saat ini Kasbi yang sedang sakit memilih tetap tinggal tanpa perawatan medis di rumahnya. Dia tidak berani pergi ke rumah sakit, karena takut akan dikenakan biaya. Rupanya, program pemberantasan kemiskinan pemerintah tidak menyentuh keluarga malang ini.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6830 seconds (0.1#10.140)