Tiap tahun, 400 hektar lahan pertanian di Cirebon 'hilang'
A
A
A
Sindonews.com - Sedikitnya 2.000 hektar lahan pertanian di Kabupaten Cirebon dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir beralih fungsi menjadi pemukiman.
Tingginya tingkat kebutuhan perumahan yang terjadi belakangan membuat petani terpaksa merelakan sawah garapannya diambil alih. Kepala Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan dan Kehutanan (Distanbunnakhut) Kabupaten Cirebon, Ali Efendi menyebutkan, banyak lahan pertanian telah berubah fungsi setiap tahunnya.
“Kebanyakan berubah fungsi jadi perumahan yang dikembangkan developer, maupun yang dibangun masyarakat sendiri,” ungkap dia menyikapi Hari Tani Nasional, Selasa (24/9/2013).
Menurut dia, meningkatnya populasi penduduk di Kabupaten Cirebon membuat alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman sulit dikendalikan. Hal ini mengingat perumahan merupakan kebutuhan primer.
Untuk melindungi areal pertanian pihaknya telah mengajukan pengesahan rancangan peraturan daerah (Raperda) lahan pangan produktif atau lahan abadi. Distanbunnakhut Kabupaten Cirebon dalam hal ini mengajukan 19.000 hektar lahan potensial dilindungi agar tak beralih fungsi.
Dengan kata lain, diharapkan pembangunan pemukiman tidak dilakukan di atas lahan pertanian produktif. Terpisah, Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cirebon, Tasrip Abu Bakar justru menyebut alih fungsi lahan lebih tinggi dibanding data Distanbunnakhut.
“Lahan pertanian yang beralih fungsi di Kabupaten Cirebon bahkan mencapai 300-400 hektar/tahun. Kebutuhan perumahan memang tinggi,” cetus dia.
HKTI sendiri mendesak DPRD Kabupaten Cirebon segera mengesahkan Raperda Lahan Pangan Produktif agar lahan pertanian potensial terjaga. Apalagi mengingat kebutuhan perumahan juga dialami warga pendatang dari luar Cirebon yang hendak tinggal di Cirebon.
Sementara itu, sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam solidaritas mahasiswa pertanian Unswagati Cirebon kemarin menggelar unjuk rasa mengkritisi maraknya alih fungsi lahan pertanian saat ini.
Koordinator aksi, Ali Shidqi dalam orasinya menilai, pemerintah terlalu memberikan kebebasan bagi para pemodal besar untuk melakukan eksploitasi lahan yang sebelumnya merupakan lahan pertanian menjadi bangunan dan infrastruktur seperti perumahan.
“Pemodal besar membeli lahan pertanian untuk kemudian diubah menjadi bangunan rumah, pabrik, dan lainnya,” kata dia saat beraksi di jalur pantura perempatan Pemuda, Jalan Brigjen Dharsono, Kota Cirebon.
Dia menyebutkan, alih fungsi lahan pertanian secara besar-besaran dipastikan akan mengubah budaya dan ekonomi masyarakat desa yang berprofesi sebagai petani khususnya bagi generasi muda.
Tingginya tingkat kebutuhan perumahan yang terjadi belakangan membuat petani terpaksa merelakan sawah garapannya diambil alih. Kepala Dinas Pertanian Perkebunan Peternakan dan Kehutanan (Distanbunnakhut) Kabupaten Cirebon, Ali Efendi menyebutkan, banyak lahan pertanian telah berubah fungsi setiap tahunnya.
“Kebanyakan berubah fungsi jadi perumahan yang dikembangkan developer, maupun yang dibangun masyarakat sendiri,” ungkap dia menyikapi Hari Tani Nasional, Selasa (24/9/2013).
Menurut dia, meningkatnya populasi penduduk di Kabupaten Cirebon membuat alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman sulit dikendalikan. Hal ini mengingat perumahan merupakan kebutuhan primer.
Untuk melindungi areal pertanian pihaknya telah mengajukan pengesahan rancangan peraturan daerah (Raperda) lahan pangan produktif atau lahan abadi. Distanbunnakhut Kabupaten Cirebon dalam hal ini mengajukan 19.000 hektar lahan potensial dilindungi agar tak beralih fungsi.
Dengan kata lain, diharapkan pembangunan pemukiman tidak dilakukan di atas lahan pertanian produktif. Terpisah, Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cirebon, Tasrip Abu Bakar justru menyebut alih fungsi lahan lebih tinggi dibanding data Distanbunnakhut.
“Lahan pertanian yang beralih fungsi di Kabupaten Cirebon bahkan mencapai 300-400 hektar/tahun. Kebutuhan perumahan memang tinggi,” cetus dia.
HKTI sendiri mendesak DPRD Kabupaten Cirebon segera mengesahkan Raperda Lahan Pangan Produktif agar lahan pertanian potensial terjaga. Apalagi mengingat kebutuhan perumahan juga dialami warga pendatang dari luar Cirebon yang hendak tinggal di Cirebon.
Sementara itu, sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam solidaritas mahasiswa pertanian Unswagati Cirebon kemarin menggelar unjuk rasa mengkritisi maraknya alih fungsi lahan pertanian saat ini.
Koordinator aksi, Ali Shidqi dalam orasinya menilai, pemerintah terlalu memberikan kebebasan bagi para pemodal besar untuk melakukan eksploitasi lahan yang sebelumnya merupakan lahan pertanian menjadi bangunan dan infrastruktur seperti perumahan.
“Pemodal besar membeli lahan pertanian untuk kemudian diubah menjadi bangunan rumah, pabrik, dan lainnya,” kata dia saat beraksi di jalur pantura perempatan Pemuda, Jalan Brigjen Dharsono, Kota Cirebon.
Dia menyebutkan, alih fungsi lahan pertanian secara besar-besaran dipastikan akan mengubah budaya dan ekonomi masyarakat desa yang berprofesi sebagai petani khususnya bagi generasi muda.
(rsa)