BPN kuatkan indikasi pelanggaran izin PT Isco
A
A
A
Sindonews.com - Tim penyidik bidang Pidana Khusus Kejati Sulsel menemukan indikasi kuat adanya pelanggaran penerbitan izin pengelolaan kawasan dan eksplorasi dilakukan Pemerintah Kabupaten Polman kepada PT Isco Polman Resources seluas 204,19 hektar.
Indikasi kuat itu berdasarkan keterangan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulbar.
Sedangkan izin eksplorasi ditandatangani oleh Bupati Polman Ali Baal Masdar.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sulsel Nur Alim Rachim mengatakan, pihak BPN Sulbar kepada penyidik menyebut seharusnya dalam penerbitan izin eksplorasi dibuat dulu izin lokasi dan penetapan batas lokasi yang bisa dikelola yang diterbitkan Bupati Ali Baal.
"Izin lokasi dan batas wilayah harusnya dibuat. Dua hal tersebut dibuat oleh BPN, akan tetapi dalam penerbitan izin pengelolaan lahan kepada PT Isco, BPN tidak pernah dilibatkan. Dari keterangan BPN tersebut, dapat disimpulkan bahwa izin diterbitkan oleh Pemkab Polman yang ditandatangani Bupati (Ali Baal) tidak sesuai prosedur," ungkapnya, Minggu (22/9/2013).
Beberapa syarat lain penerbitan izin eksplorasi atau pengelolaan kawasan yang harus dipenuhi juga disebutkan tidak pernah dilakukan BPN, seperti pelaksanaan pengukuran lahan untuk lokasi eksplorasi PT Isco, penentuan pemilik lahan yang berhak menerima ganti rugi, pembuatan peta lokasi.
"Izin diterbitkan oleh Pemkab Polman, hanya berdasarkan peta lokasi yang dimiliki Pemkab Polman," kata mantan Kasi Intelijen Kejari Parepare tersebut.
Sementara itu, terkait dengan adanya temuan Kejati Sulsel terkait manipulasi data 233 warga penerima ganti rugi lahan yang diklaim dilakukan PT Isco dengan luas lahan 178 hektar, juga terbantahkan.
Bahkan, menurut pihak BPN lahan yang dikelola PT Isco tidak ada pemiliknya.
"BPN tidak pernah dilibatkan melakukan pengecekan terkait status kepemilikan lahan. Pada saat pembayaran ganti rugi atau santunan, BPN juga tidak dilibatkan sehingga tidak diketahui latar belakang orang-orang yang mengklaim lahan," tegasnya.
Diketahui, hasil pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat dilingkup Pemkab Polman dan PT Isco disebutkan terdapat 233 warga yang lahannya telah diganti rugi, untuk kemudian dikuasai dan dikelola PT Isco.
Akan tetapi, keterangan BPN telah menguatkan bukti penyidik kalau 233 warga tersebut diduga fiktif. Apalagi, 233 orang yang dimakdsud penerima ganti rugi itu tidak bisa ditunjukkan orangnya apalagi alas hak atas lahan.
PT Isco mengklaim bahwa pelunasan ganti rugi lahan warga dilakukan pada periode 8 September 2008 hingga 10 Februari 2009.
Berdasarkan temuan Kejati diketahui, awalnya PT Isco hanya mengajukan izin pengelolaan lahan tambang dikawasan hutan di Polman seluas 130,2 hektar (ha), akan tetapi izin pertambangan yang dikeluarkan oleh Bupati Polman Ali Baal Masdar luasan wilayah pengelolaan lahan mencapai 199 hektar.
Pemberian izin tersebut didasarkan pada surat izin Nomor 133/2009 yang ditandatangani langsung oleh Ali Baal.
Pelanggaran dalam pemberian izin tambang dan hak kelola lahan pada PT Isco tidak berhenti disitu. Data Kejati menyebutkan, dari luas lahan yang dikelola yakni 204,19 hektar, hanya sekitar 153,33 hektar yang merupakan kawan hutan dimana hak pengelolaan lahannya bisa dikeluarkan oleh kepala daerah dalam hal ini Ali Baal. Sisanya seluas 50,6 hektar untuk pengelolaannya harus ada izin dari Kementrian Kehutanan.
Terpisah, Koordinator Anti Corruption Committe (ACC) Sulawesi Abdul Mutthalib mendesak Kejati untuk serius menuntaskan kasus PT Isco tersebut.
Menurut dia, kasus dugaan korupsi pada sektor pertambangan harus menjadi prioritas, karena terkait dengan kepentingan lingkungan dan hajat hidup banyak orang khususnya disekitar kawasan areal pertambangan.
"Harus ada prioritas penuntasan perkara yang dilakukan oleh Kejati Sulsel dan penuntasan kasus korupsi sektor pertambangan seperti PT Isco ini harusnya juga menjadi perioritas," ungkapnya.
Indikasi kuat itu berdasarkan keterangan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulbar.
Sedangkan izin eksplorasi ditandatangani oleh Bupati Polman Ali Baal Masdar.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sulsel Nur Alim Rachim mengatakan, pihak BPN Sulbar kepada penyidik menyebut seharusnya dalam penerbitan izin eksplorasi dibuat dulu izin lokasi dan penetapan batas lokasi yang bisa dikelola yang diterbitkan Bupati Ali Baal.
"Izin lokasi dan batas wilayah harusnya dibuat. Dua hal tersebut dibuat oleh BPN, akan tetapi dalam penerbitan izin pengelolaan lahan kepada PT Isco, BPN tidak pernah dilibatkan. Dari keterangan BPN tersebut, dapat disimpulkan bahwa izin diterbitkan oleh Pemkab Polman yang ditandatangani Bupati (Ali Baal) tidak sesuai prosedur," ungkapnya, Minggu (22/9/2013).
Beberapa syarat lain penerbitan izin eksplorasi atau pengelolaan kawasan yang harus dipenuhi juga disebutkan tidak pernah dilakukan BPN, seperti pelaksanaan pengukuran lahan untuk lokasi eksplorasi PT Isco, penentuan pemilik lahan yang berhak menerima ganti rugi, pembuatan peta lokasi.
"Izin diterbitkan oleh Pemkab Polman, hanya berdasarkan peta lokasi yang dimiliki Pemkab Polman," kata mantan Kasi Intelijen Kejari Parepare tersebut.
Sementara itu, terkait dengan adanya temuan Kejati Sulsel terkait manipulasi data 233 warga penerima ganti rugi lahan yang diklaim dilakukan PT Isco dengan luas lahan 178 hektar, juga terbantahkan.
Bahkan, menurut pihak BPN lahan yang dikelola PT Isco tidak ada pemiliknya.
"BPN tidak pernah dilibatkan melakukan pengecekan terkait status kepemilikan lahan. Pada saat pembayaran ganti rugi atau santunan, BPN juga tidak dilibatkan sehingga tidak diketahui latar belakang orang-orang yang mengklaim lahan," tegasnya.
Diketahui, hasil pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat dilingkup Pemkab Polman dan PT Isco disebutkan terdapat 233 warga yang lahannya telah diganti rugi, untuk kemudian dikuasai dan dikelola PT Isco.
Akan tetapi, keterangan BPN telah menguatkan bukti penyidik kalau 233 warga tersebut diduga fiktif. Apalagi, 233 orang yang dimakdsud penerima ganti rugi itu tidak bisa ditunjukkan orangnya apalagi alas hak atas lahan.
PT Isco mengklaim bahwa pelunasan ganti rugi lahan warga dilakukan pada periode 8 September 2008 hingga 10 Februari 2009.
Berdasarkan temuan Kejati diketahui, awalnya PT Isco hanya mengajukan izin pengelolaan lahan tambang dikawasan hutan di Polman seluas 130,2 hektar (ha), akan tetapi izin pertambangan yang dikeluarkan oleh Bupati Polman Ali Baal Masdar luasan wilayah pengelolaan lahan mencapai 199 hektar.
Pemberian izin tersebut didasarkan pada surat izin Nomor 133/2009 yang ditandatangani langsung oleh Ali Baal.
Pelanggaran dalam pemberian izin tambang dan hak kelola lahan pada PT Isco tidak berhenti disitu. Data Kejati menyebutkan, dari luas lahan yang dikelola yakni 204,19 hektar, hanya sekitar 153,33 hektar yang merupakan kawan hutan dimana hak pengelolaan lahannya bisa dikeluarkan oleh kepala daerah dalam hal ini Ali Baal. Sisanya seluas 50,6 hektar untuk pengelolaannya harus ada izin dari Kementrian Kehutanan.
Terpisah, Koordinator Anti Corruption Committe (ACC) Sulawesi Abdul Mutthalib mendesak Kejati untuk serius menuntaskan kasus PT Isco tersebut.
Menurut dia, kasus dugaan korupsi pada sektor pertambangan harus menjadi prioritas, karena terkait dengan kepentingan lingkungan dan hajat hidup banyak orang khususnya disekitar kawasan areal pertambangan.
"Harus ada prioritas penuntasan perkara yang dilakukan oleh Kejati Sulsel dan penuntasan kasus korupsi sektor pertambangan seperti PT Isco ini harusnya juga menjadi perioritas," ungkapnya.
(lns)