Rembuk Indonesia bareng Gus Mus di Pecinan
A
A
A
Tak seperti biasanya, gedung Rasa Dharma yang terletak di Gang Pinggir kawasan Pecinan Kota Semarang dipenuhi pengunjung.
Tak hanya komunitas Konghuchu yang hadir di tempat itu, tapi berbagai warga lintas etnis juga lintas agama membaur jadi satu.
Keakraban begitu kental terasa di gedung yang telah berusia ratusan tahun itu. Tidak ada yang membeda-bedakan antar satu dengan yang lainnya. Baik yang menggunakan jas, berpeci, bersarung dan hanya berkaos oblong, semua bersimpuh antusias mengikuti acara wedangan meh cap go yang diselenggarakan oleh perkoempoelan Sosial Boen Hian Tiong Kota Semarang.
Dalam kesempatan itu, KH Ahmad Mustofa Bisri atau yang lebih akrab dipanggil Gus Mus didaulat menjadi pembicara. Didampingi penyair ternama Timur Sinar Suprabana dan Ketua Perkumpulan Rasa Dharma, Harjanto Halim, Gus Mus mengajak seluruh masyarakat yang hadir saat itu untuk ngre mbug Indonesia.
“Ngrembuk Indonesia itu sama saja dengan ngrembug diri sendiri. Saat ini, untuk ngrembuk Indonesia itu sangat sulit, karena bingung mau dimulai dari yang mana, semuanya bermasalah dan perlu dirembukkan,” kata Gus Mus membuka acara.
Menurut Gus Mus, kondisi Indonesia saat ini sangatlah mengkhawatirkan. Mayoritas masyarakatnya lupa tentang keindonesiaannya. Mereka bangga dan senang meniru budaya barat, tanpa memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang tidak. Akibatnya, budaya konsumtif di Indonesia sangatlah tinggi.
“Ini hasil didikan Soeharto yang mendidik bangsa ini selama 32 tahun. Ia berhasil membuat orang saat ini kepengen jadi kaya. Akibatnya, timbul keserakahan, kekejaman dan menghalalkan segala cara. Lihat saja, para politisi kita sibuk korupsi padahal mereka adalah orang-orang kaya, wong wis wareg kok ijeh nyolong (orang sudah kenyang kok masih mencuri),” imbuhnya disambut tepuk tangan ratusan peserta.
Gus Mus menambahkan, kondisi semerawutnya Indonesia saat ini disebabkan pemerintahan kita menjadikan politik sebagai panutan. Sayangnya, elit politik negeri ini terlalu memandang sempit makna politik, yakni politik kekuasaan. Padahal imbuh dia, politik memiliki makna luas, yakni politik kebangsaan atau politik budaya.
“Pemimpin-pemimpin Indonesia saat ini itu memalukan, karena mereka sama sekali tidak berbudaya. Akibatnya, kasus korupsi begitu marak, kalau mereka berbudaya, tak akan melakukan perbuatan seperti itu. Semuanya karena pandangan sempit terhadap politik, yakni hanya kekuasaan. Sehingga akan menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan termasuk korupsi,” paparnya.
Meski begitu, Gus Mus masih optimis bahwa Indonesia akan berubah. Keoptimisan itu menurutnya terlihat dari acara yang digelar malam itu. Bagaimana keakraban, kerukunan antar etnis begitu terjaga.
“Indonesia masih punya harapan, buktinya ada pada acara malam ini. Forum ini membuktikan masih ada masyarakat yang peduli terhadap bangsa Indonesia. Seharusnya para politisi hadir disini untuk menyaksikan,” pungkasnya.
Acara yang berlangsung selama kurang lebih empat jam Rabu 18 September itu berlangsung meriah dan santai. Banyak joke yang dilontarkan Gus Mus dan Timur yang membuat suasana menjadi ger-geran. Meski begitu, esensi acara tetap begitu mengena.
“Saya sangat bahagia bisa berjumpa dengan Gus Mus, beliau adalah tokoh pluralis dan seorang budayawan. Dalam forum ngrembug Indonesia ini, begitu banyak pelajaran yang saya dapat dari beliau. Apa yang diucapkannya mengenai kondisi Indonesia, akan menjadi bahan perenungan bagi saya dan masyarakat, kemudian bangkit untuk kembali membangun Indonesia,” kata Romo Aloysius Budi Purnomo setelah acara selesai.
Tak hanya komunitas Konghuchu yang hadir di tempat itu, tapi berbagai warga lintas etnis juga lintas agama membaur jadi satu.
Keakraban begitu kental terasa di gedung yang telah berusia ratusan tahun itu. Tidak ada yang membeda-bedakan antar satu dengan yang lainnya. Baik yang menggunakan jas, berpeci, bersarung dan hanya berkaos oblong, semua bersimpuh antusias mengikuti acara wedangan meh cap go yang diselenggarakan oleh perkoempoelan Sosial Boen Hian Tiong Kota Semarang.
Dalam kesempatan itu, KH Ahmad Mustofa Bisri atau yang lebih akrab dipanggil Gus Mus didaulat menjadi pembicara. Didampingi penyair ternama Timur Sinar Suprabana dan Ketua Perkumpulan Rasa Dharma, Harjanto Halim, Gus Mus mengajak seluruh masyarakat yang hadir saat itu untuk ngre mbug Indonesia.
“Ngrembuk Indonesia itu sama saja dengan ngrembug diri sendiri. Saat ini, untuk ngrembuk Indonesia itu sangat sulit, karena bingung mau dimulai dari yang mana, semuanya bermasalah dan perlu dirembukkan,” kata Gus Mus membuka acara.
Menurut Gus Mus, kondisi Indonesia saat ini sangatlah mengkhawatirkan. Mayoritas masyarakatnya lupa tentang keindonesiaannya. Mereka bangga dan senang meniru budaya barat, tanpa memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang tidak. Akibatnya, budaya konsumtif di Indonesia sangatlah tinggi.
“Ini hasil didikan Soeharto yang mendidik bangsa ini selama 32 tahun. Ia berhasil membuat orang saat ini kepengen jadi kaya. Akibatnya, timbul keserakahan, kekejaman dan menghalalkan segala cara. Lihat saja, para politisi kita sibuk korupsi padahal mereka adalah orang-orang kaya, wong wis wareg kok ijeh nyolong (orang sudah kenyang kok masih mencuri),” imbuhnya disambut tepuk tangan ratusan peserta.
Gus Mus menambahkan, kondisi semerawutnya Indonesia saat ini disebabkan pemerintahan kita menjadikan politik sebagai panutan. Sayangnya, elit politik negeri ini terlalu memandang sempit makna politik, yakni politik kekuasaan. Padahal imbuh dia, politik memiliki makna luas, yakni politik kebangsaan atau politik budaya.
“Pemimpin-pemimpin Indonesia saat ini itu memalukan, karena mereka sama sekali tidak berbudaya. Akibatnya, kasus korupsi begitu marak, kalau mereka berbudaya, tak akan melakukan perbuatan seperti itu. Semuanya karena pandangan sempit terhadap politik, yakni hanya kekuasaan. Sehingga akan menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan termasuk korupsi,” paparnya.
Meski begitu, Gus Mus masih optimis bahwa Indonesia akan berubah. Keoptimisan itu menurutnya terlihat dari acara yang digelar malam itu. Bagaimana keakraban, kerukunan antar etnis begitu terjaga.
“Indonesia masih punya harapan, buktinya ada pada acara malam ini. Forum ini membuktikan masih ada masyarakat yang peduli terhadap bangsa Indonesia. Seharusnya para politisi hadir disini untuk menyaksikan,” pungkasnya.
Acara yang berlangsung selama kurang lebih empat jam Rabu 18 September itu berlangsung meriah dan santai. Banyak joke yang dilontarkan Gus Mus dan Timur yang membuat suasana menjadi ger-geran. Meski begitu, esensi acara tetap begitu mengena.
“Saya sangat bahagia bisa berjumpa dengan Gus Mus, beliau adalah tokoh pluralis dan seorang budayawan. Dalam forum ngrembug Indonesia ini, begitu banyak pelajaran yang saya dapat dari beliau. Apa yang diucapkannya mengenai kondisi Indonesia, akan menjadi bahan perenungan bagi saya dan masyarakat, kemudian bangkit untuk kembali membangun Indonesia,” kata Romo Aloysius Budi Purnomo setelah acara selesai.
(lns)