KRPM pertanyakan kinerja Hakim Peradilan Militer

KRPM pertanyakan kinerja Hakim Peradilan Militer
A
A
A
Sindonews.com - Kinerja Hakim Peradilan Militer yang menyidangkan kasus penyerangan di LP Cebongan dipertanyakan.
Sumiardi dari Koalisi Rakyat Pemantau Peradilan Militer (KRPM) mempertanyakan imparsialitas para hakim tersebut. Sebab, Ketua Majelis Hakim justru mengapresiasi para terdakwa sebagai kasatria dengan meminta maaf kepada para saksi.
"Padahal, para saksi dari LP Cebongan ini adalah korban saksi kekerasan oleh terdakwa," ujar Sumiardi yang juga peneliti Pusat Studi HAM Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) dalam diskusi di Cikini, Selasa (3/9/2013).
Selain itu, para Hakim itu terkesan mengarahkan keterangan para saksi ketika berulangkali memastikan kondisi psikologis para saksi di dalam persidangan.
Rekomendasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait dengan kondisi psikologis para saksi, sama sekali tidak diindahkan oleh hakim dalam pemeriksaan saksi-saksi.
"Bahkan dalam persidangan tanggal 22 Juli 2013, para saksi diperiksa secara bersama-sama dan berhadapan langsung dengan para terdakwa," imbuhnya.
Selain itu, dari hasil pemantauan pihaknya, Majelis Hakim juga menolak pemeriksaan saksi menggunakan metode teleconference dengan alasan akan membutuhkan biaya yang besar.
Sumiardi dari Koalisi Rakyat Pemantau Peradilan Militer (KRPM) mempertanyakan imparsialitas para hakim tersebut. Sebab, Ketua Majelis Hakim justru mengapresiasi para terdakwa sebagai kasatria dengan meminta maaf kepada para saksi.
"Padahal, para saksi dari LP Cebongan ini adalah korban saksi kekerasan oleh terdakwa," ujar Sumiardi yang juga peneliti Pusat Studi HAM Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) dalam diskusi di Cikini, Selasa (3/9/2013).
Selain itu, para Hakim itu terkesan mengarahkan keterangan para saksi ketika berulangkali memastikan kondisi psikologis para saksi di dalam persidangan.
Rekomendasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait dengan kondisi psikologis para saksi, sama sekali tidak diindahkan oleh hakim dalam pemeriksaan saksi-saksi.
"Bahkan dalam persidangan tanggal 22 Juli 2013, para saksi diperiksa secara bersama-sama dan berhadapan langsung dengan para terdakwa," imbuhnya.
Selain itu, dari hasil pemantauan pihaknya, Majelis Hakim juga menolak pemeriksaan saksi menggunakan metode teleconference dengan alasan akan membutuhkan biaya yang besar.
(lns)