Reklame caleg di Bandung tak berizin
A
A
A
Sindonews.com - Atribut kampanye dengan gambar wajah calon legislatif (caleg) yang terpasang di hampir seluruh jalanan Kota Bandung diduga tidak berizin.
Selain tidak berizin, atribut berbentuk spanduk, baliho, bando, dan reklame juga sangat menganggu estetika kota.
Kabid Dekorasi dan Reklame Distamkam Kota Bandung M Taufik mengatakan, sosislisasi tentang perizinan dan pemasangan spanduk dan baligo caleg, sudah digalakkan sejak memasuki masa pemilihan Wali Kota Bandung beberapa waktu lalu.
“Pemkot, di antaranya Distamkam dan Satpol PP, KPU dan Panwaslu sudah melaksnakan sosialisasi ke tim sukses atau partai. Tapi reklame caleg ini yang pasang individu yang bersangkutan,” kata M. Taufik, Selasa (3/9/2013).
Menurut M Taufik, apabila reklame yang terpasang itu tak berizin maka pihaknya segera berkoordinasi dengan Satpol PP untuk melakukan penertiban.
“Kami akan segera mengirimkan surat koordinasi penertiban kepada Satpol PP, karena tupoksi penertiban ada di Satpol PP," ujarnya.
Lanjut M Taufik, pengurusan izin pemasangan reklame sebenarnya sangatlah mudah.
“Tinggal datang ke kantor Distamkam di Jalan Ambon untuk mengajukan izin. Dijamin selesai satu hari dan tanpa biaya," jelas Taufik.
Sementara itu, Pengamat Ilmu Komunikasi Dede Mulkan memandang pemasangan gambar diri di jalanan, justru berakibat kontraproduktif terhadap kampanyenya.
“Tujuan baik yang ingin dicapai yakni dikenal, tapi kalau jauh-jauh hari tidak bagus, malah jadi bahan cibiran. Masyarakat sekarang sudah pintar, masa kampanye masih jauh,” kata Dede.
Kemungkinan terburuk, ujar Dede, bisa memunculkan opini agar tidak dipilih.
“Kondisinya sekarang bisa membuat masyarakat apatis. Cara itu harusnya tidak dipilih lagi,” kata Dede.
Selain itu, pemasangan gambar diri caleg di tiap daerah pilihan (dapil) telah merusak keindahan kota. Serta mengganggu pengguna jalan bahkan penduduk lahan pemukiman yang dipasangi wajah sang caleg.
Menurut Dede, kampanye ‘kukurusukan’ ke dapil lebih efektif daripada memasang gambar diri.
“Lebih baik ikut acara warga yang ada, misalnya pengajian rutin itu cara yang gampang untuk sosialisasi. Atau buat acara mengumpulkan ‘opinion leader’ yang merupakan tokoh masyarakat setempat,” ujar pengajar di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran ini.
Modal yang digunakan untuk reklame pun, katanya, lebih baik untuk bagi sembako ke masyarakat.
“Berbicaralah secara santun, sampaikan visi misi. Kalau cuma gambar saja tidak jelas pembelaannya. Semua orang butuh yang real. Blusukan masih jadi ide yang bagus. Caleg juga bisa menulis artikel atau diskusi di radio, untuk menunjukkan siapa dia,” tandas Dede.
Selain tidak berizin, atribut berbentuk spanduk, baliho, bando, dan reklame juga sangat menganggu estetika kota.
Kabid Dekorasi dan Reklame Distamkam Kota Bandung M Taufik mengatakan, sosislisasi tentang perizinan dan pemasangan spanduk dan baligo caleg, sudah digalakkan sejak memasuki masa pemilihan Wali Kota Bandung beberapa waktu lalu.
“Pemkot, di antaranya Distamkam dan Satpol PP, KPU dan Panwaslu sudah melaksnakan sosialisasi ke tim sukses atau partai. Tapi reklame caleg ini yang pasang individu yang bersangkutan,” kata M. Taufik, Selasa (3/9/2013).
Menurut M Taufik, apabila reklame yang terpasang itu tak berizin maka pihaknya segera berkoordinasi dengan Satpol PP untuk melakukan penertiban.
“Kami akan segera mengirimkan surat koordinasi penertiban kepada Satpol PP, karena tupoksi penertiban ada di Satpol PP," ujarnya.
Lanjut M Taufik, pengurusan izin pemasangan reklame sebenarnya sangatlah mudah.
“Tinggal datang ke kantor Distamkam di Jalan Ambon untuk mengajukan izin. Dijamin selesai satu hari dan tanpa biaya," jelas Taufik.
Sementara itu, Pengamat Ilmu Komunikasi Dede Mulkan memandang pemasangan gambar diri di jalanan, justru berakibat kontraproduktif terhadap kampanyenya.
“Tujuan baik yang ingin dicapai yakni dikenal, tapi kalau jauh-jauh hari tidak bagus, malah jadi bahan cibiran. Masyarakat sekarang sudah pintar, masa kampanye masih jauh,” kata Dede.
Kemungkinan terburuk, ujar Dede, bisa memunculkan opini agar tidak dipilih.
“Kondisinya sekarang bisa membuat masyarakat apatis. Cara itu harusnya tidak dipilih lagi,” kata Dede.
Selain itu, pemasangan gambar diri caleg di tiap daerah pilihan (dapil) telah merusak keindahan kota. Serta mengganggu pengguna jalan bahkan penduduk lahan pemukiman yang dipasangi wajah sang caleg.
Menurut Dede, kampanye ‘kukurusukan’ ke dapil lebih efektif daripada memasang gambar diri.
“Lebih baik ikut acara warga yang ada, misalnya pengajian rutin itu cara yang gampang untuk sosialisasi. Atau buat acara mengumpulkan ‘opinion leader’ yang merupakan tokoh masyarakat setempat,” ujar pengajar di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran ini.
Modal yang digunakan untuk reklame pun, katanya, lebih baik untuk bagi sembako ke masyarakat.
“Berbicaralah secara santun, sampaikan visi misi. Kalau cuma gambar saja tidak jelas pembelaannya. Semua orang butuh yang real. Blusukan masih jadi ide yang bagus. Caleg juga bisa menulis artikel atau diskusi di radio, untuk menunjukkan siapa dia,” tandas Dede.
(lns)