Kasus Sisca, pernyataan Mun'im Idris berbuntut panjang
A
A
A
Sindonews.com - Kisah kematian Sisca Yofie nampaknya berbuntut panjang. Selain kasusnya yang dianggap janggal, kini adu argumen antar dokter forensik terjadi antara dokter forensik RS Hasan Sadikin (RSHS), Noorman Herryadi dan dokter forensik dari Universitas Indonesia, Mun'im Idris.
Perseteruan itu bermula saat Idris diungdang dalam sebuah acara talk show yang disiarkan langsung oleh salah satu stasiun tv nasional. Salah satu yang dipertanyakan Idris adalah hasil visum yang tidak jelas dan visum terhadap Sisca dilakukan oleh dokter umum.
Menanggapi hal itu, Kepala Forensik RSHS, Noorman Herryadi membantah apa yang dinyatakan oleh Idris. Menurutnya, autopsi terhadap Sisca tidak dilakukan oleh dokter umum.
"Bagaimana dia menyatakan visum ini dibuat oleh dokter umum. Ini yang melakukan saya. Saya bukan dokter umum, kita bekerja dalam tim dan dalam tim ada dokter umum. Jadi secara tidak langsung banyak dokter lain," tegas Noorman saat ditemui wartawan di Kamar Mayat RSHS, Rabu (28/8/2013).
Laiknya sebuah autopsi kebanyakan, autopsi kali ini selain melibatkan dokter-dokter dari berbagai spesialisasi juga turut dilibatkan para peserta didik (mahasiswa) sebagai sarana pembelajaran dan penurunan ilmu dengan langsung turun ke lapangan.
Menurutnya, apa yang diucapkan Idris adalah sebuah tanggapan yang dilontarkan tanpa melihat tindakan autopsi secara langsung dan utuh.
"Dia tidak tahu apa yang saya lakukan. Dan kemudian dia meinilai apa yang saya lakukan. Hal ini dilihat dari kaca mata profesi, ini tidak profesional. Artinya tidak menggunakan etika. Mungkin dia sudah lupa dengan etika yang seharusnya dia pegang," ucapnya.
Selain itu, Noorman juga mengomentari pernyataan Idris yang mempermasalahkan kematian Sisca karena kehabisan darah disebutnya sebagai mekanisme.
"Memang itu mekanisme. Kalau dia tanya penyebab, dalam visum saya juga menyebutkan penyebabnya ada benda tajam dan benda tumpul yang menyebabkan pendarahan. Dan pendarahan itu yang menyebabkan kematian," bebernya.
Noorman menilai, autopsi kali ini adalah sebuah keperluan untuk masalah pidana yang mencari kebenaran secara materiil bukan sebuah kesimpulan atau diagnosa yang bisa saja berbeda dari setiap orang.
Noormanpun berharap Mahkamah Kode Etik Kedokteran (MKEK) bisa bergerak dan melakukan analisa terhadap hal ini. "Saya melihat ada hal-hal yang tidak profesional. Ada etika yang tidak perlu dilakukan. Makanya saya katakan MKEK tidak bisa berdiam diri. Saya melihat sejawat bertindak dan berlku tidak etis," tukasnya.
Perseteruan itu bermula saat Idris diungdang dalam sebuah acara talk show yang disiarkan langsung oleh salah satu stasiun tv nasional. Salah satu yang dipertanyakan Idris adalah hasil visum yang tidak jelas dan visum terhadap Sisca dilakukan oleh dokter umum.
Menanggapi hal itu, Kepala Forensik RSHS, Noorman Herryadi membantah apa yang dinyatakan oleh Idris. Menurutnya, autopsi terhadap Sisca tidak dilakukan oleh dokter umum.
"Bagaimana dia menyatakan visum ini dibuat oleh dokter umum. Ini yang melakukan saya. Saya bukan dokter umum, kita bekerja dalam tim dan dalam tim ada dokter umum. Jadi secara tidak langsung banyak dokter lain," tegas Noorman saat ditemui wartawan di Kamar Mayat RSHS, Rabu (28/8/2013).
Laiknya sebuah autopsi kebanyakan, autopsi kali ini selain melibatkan dokter-dokter dari berbagai spesialisasi juga turut dilibatkan para peserta didik (mahasiswa) sebagai sarana pembelajaran dan penurunan ilmu dengan langsung turun ke lapangan.
Menurutnya, apa yang diucapkan Idris adalah sebuah tanggapan yang dilontarkan tanpa melihat tindakan autopsi secara langsung dan utuh.
"Dia tidak tahu apa yang saya lakukan. Dan kemudian dia meinilai apa yang saya lakukan. Hal ini dilihat dari kaca mata profesi, ini tidak profesional. Artinya tidak menggunakan etika. Mungkin dia sudah lupa dengan etika yang seharusnya dia pegang," ucapnya.
Selain itu, Noorman juga mengomentari pernyataan Idris yang mempermasalahkan kematian Sisca karena kehabisan darah disebutnya sebagai mekanisme.
"Memang itu mekanisme. Kalau dia tanya penyebab, dalam visum saya juga menyebutkan penyebabnya ada benda tajam dan benda tumpul yang menyebabkan pendarahan. Dan pendarahan itu yang menyebabkan kematian," bebernya.
Noorman menilai, autopsi kali ini adalah sebuah keperluan untuk masalah pidana yang mencari kebenaran secara materiil bukan sebuah kesimpulan atau diagnosa yang bisa saja berbeda dari setiap orang.
Noormanpun berharap Mahkamah Kode Etik Kedokteran (MKEK) bisa bergerak dan melakukan analisa terhadap hal ini. "Saya melihat ada hal-hal yang tidak profesional. Ada etika yang tidak perlu dilakukan. Makanya saya katakan MKEK tidak bisa berdiam diri. Saya melihat sejawat bertindak dan berlku tidak etis," tukasnya.
(rsa)