Sejumlah perlawanan rakyat dalam merebut kemerdekaan Indonesia

Jum'at, 16 Agustus 2013 - 11:07 WIB
Sejumlah perlawanan...
Sejumlah perlawanan rakyat dalam merebut kemerdekaan Indonesia
A A A
Sindonews.com - Negara ini merdeka tidak gratis, perjalanan panjang dilalui dengan pengorbanan darah dan nyawa untuk menegakkan kemerdekaan, demi kedaulatan sebagai sebuah bangsa, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selama 350 tahun bangsa Indonesia telah dijajah Belanda. Artinya, sama halnya dengan negara Indonesia telah diperbudak Belanda selama tujuh turunan dan selama itu pula bangsa Indonesia berjuang mengusir penjajah.

Tak hanya itu, Indonesia juga pernah dijajah Jepang selama 3,5 tahun, perih dan pedih menjadi kenyataan hidup para pendahulu masyarakat Indonesia dalam memperjuangkan sebuah kemerdekaan.

Para founding fathers ternyata tak hanya berpangku tangan melihat kekejaman para penjajah. Mereka angkat senjata melakukan perlawanan untuk menebus sebuah pengakuan kedaulatan atas Merah Putih. Perangpun berkobar dimana-mana, hampir di setiap penjuru daerah

Berikut perang yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia berdasarkan data yang berhasil dihimpun Sindonews, Jumat (16/8/2013).

Pertempuran Surabaya 10 November 1945 (Surabaya)

Gencatan senjata antara tentara Indonesia dan pihak Sekutu justru berbuntut ke insiden Jembatan Merah. BrigJen Mallaby yang kala itu berpapasan dengan milisi Indonesia terlibat baku tembak karena kesalahpahaman semata.

Kematian Mallaby memicu kemarahan tentara Sekutu. MayJen Robert Mansergh yang menggantikan Mallaby lantas mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 yang meminta pihak Indonesia untuk menyerahkan semua persenjataan dan mengibarkan bendera putih. Tidak diindahkan, salah satu perang paling destruktif di Indonesiapun tak terelakkan. Inggris mengerahkan 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank dan kapal perang untuk mengepung Surabaya.

Arek-arek Surabaya saat itu tak menyerah. Dengan perlengkapan seadanya, mereka memutuskan untuk memberi perlawanan. 6.000 rakyat Indonesia tewas dan 200.000 lainnya harus mengungsi. Peristiwa Surabaya lantas menjadi pemicu upaya pertahanan kemerdekaan di wilayah lain.

Bandung Lautan Api (Bandung)


Ultimatum Tentara Sekutu kepada Tentara Rakyat Indonesia untuk meninggalkan kota Bandung memicu salah satu gerakan paling spektakuler di sejarah perang Indonesia ini.

Sadar bahwa kekuatan senjata tidak akan berimbang dan kekalahan sudah pasti di depan mata, TRI tidak rela jika Sekutu memanfaatkan Bandung sebagai pusat militer untuk menginvasi wilayah yang lain. Berdasarkan hasil musyawarah, sebuah tindakan bumi hangus dipilih untuk memastikan hal ini tidak terjadi.

200.000 penduduk Bandung membakar rumah mereka selama kurun waktu tujuh jam dan bersama bergerak mengungsi ke wilayah selatan.

Operasi Trikora (Irian Barat)

Operasi Trikora digelar dengan satu tujuan utama yang sederhana namun jelas dengan berbagai usaha: merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Irian Barat dengan Indonesia.

Belanda saat itu bersikukuh tidak ingin menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia. Mereka (Belanda) menyatakan ingin memberikan konsekuensi yang tidak ringan dari keputusannya tersebut.

Berbekal persenjataan berat yang baru saja didapatkan dari Uni Soviet, sebuah operasi militer besar-besaran dikerahkan; terbesar yang pernah dilakukan Indonesia sepanjang sejarah.

Serangan Umum 1 Maret 1949 (Yogyakarta)

Indonesia semakin berani ketika perlengkapan senjata dan koordinasi militernya yang masih muda mulai menunjukkan potensi pertahanan yang cukup kuat. Belanda yang di kala itu sedang menjajal usaha invasi keduanya datang seolah tak terbendung.

TNI tidak tinggal diam. Sebuah rencana serangan disusun untuk menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya memiliki sebuah kemampuan sebuah negara berdaulat, tetapi juga eksistensi badan militer.

Yogyakarta dipilih sebagai ajang pembuktian. Selain sebagai ibu kota, Yogyakarta kala itu juga memuat banyak wartawan asing yang signifikan untuk publisitas dan memperkenalkan Indonesia. Serangan dimulai saat fajar, berlangsung selama enam jam dan berhasil memukul mundur Belanda.

Pertempuran Laut Aru (Maluku)

Tidak diragukan lagi, perang laut paling dramatis yang pernah terjadi di Indonesia adalah Pertempuran Laut Aru yang merupakan bagian dari operasi Trikora. Tiga kapal perang tempur Indonesia yang ditugaskan melakukan operasi penyusupan, RI Matjan Tutul, RI Matjan Kumbang, dan RI Harimau, harus berhadapan dengan sebuah takdir buruk.

Operasi yang seharusnya berjalan rahasia ini ternyata terendus oleh pihak otoritas Belanda. Mereka mengirimkan dua kapal jenis destroyer dan pesawat tempur untuk menenggelamkan ketiga kapal perang Indonesia. Namun, dengan heroiknya, RI Matjan Tutul memutuskan untuk maju dan mengalihkan perhatian musuh, memberikan kesempatan kepada dua kapal yang lain untuk melarikan diri. Komodor Yos Sudarso wafat dalam pertempuran ini.

Operasi Dwikora (Malaysia)


Kecemasan Soekarno bahwa Malaysia dan Kalimantan Utara akan menjadi kaki tangan kolonial membuat operasi Dwikora dikerahkan. Malaysia yang kala itu berada di bawah wewenang kekuasaan Inggris diberikan kesempatan untuk melakukan referendum dan menentukan nasibnya sendiri.

Namun, masyarakat Malaysia saat itu justru mulai menghasilkan sikap anti-Indonesia dan dinilai "meludahi" bangsa Indonesia. Soekarno yang marah memutuskan untuk berperang. Sebuah pidato terkenal, Ganyang Malaysia, juga diproklamasikan saat itu. Perang agen rahasia, sabotase dan militer terbuka dikerahkan. Saat itu, Indonesia harus melawan tiga negara sekaligus: Malaysia, Inggris dan Australia.

Insiden Hotel Yamato


Instruksi Presiden Soekarno pada tanggal 31 Agustus 1945 untuk mengibarkan bendera Merah Putih di seluruh pelosok Nusantara tidak serta-merta membuat kedaulatan Indonesia berjaya. Belanda tampaknya tak kehilangan akal untuk terus menancapkan taringnya di atas Tanah Air.

Berkedok sebuah lembaga kemanusiaan, Intercross, Belanda melakukan langkah-langkah politik dan berunding dengan pihak Jepang di Hotel Yamato. Pada tanggal 18 September 1945, sekelompok orang Belanda WV Ch Ploegman mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru) di atas hotel tersebut.

Tentu saja ini memicu kemarahan besar rakyat Surabaya. Para pemuda berkumpul di luar hotel dalam jumlah masif, marah karena kedaulatan Indonesia yang terinjak. Mereka merangsek paksa, masuk ke dalam hotel dan memicu apa yang kita kenal sebagai Insiden Hotel Yamato. Bagian biru bendera Belanda tersebut dirobek. Bendera yang kini hanya menyisakan warna merah dan putih dikibarkan kembali dengan disertai pekik "Merdeka" para pemuda Surabaya.

Perang Ambarawa (Semarang)


Sekutu memang tidak pernah berhenti berulah. Kedatangan awal di Semarang untuk semata mengurus tahanan perang Jepang justru berbuntut menjadi kekacauan. Rakyat marah ketika melihat para tahanan yang sebagian besar merupakan eks-tentara Belanda tersebut justru dipersenjatai.

Serangan dilancarkan oleh Tentara Keamanan Rakyat yang berhasil memukul mundur pasukan Sekutu hingga mereka terpaksa bertahan di kompleks gereja. Tanggal 12 Desember 1945, kesatuan-kesatuan TKR datang untuk menyerang dan memulai perang selama 1,5 jam. Melalui strategi flanking, Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan memukul mundur Sekutu.

Puputan Margarana (Bali)

Bagi Anda yang belum mengenal sejarah Bali sebelumnya, Puputan mungkin tampil sebagai sebuah konsep yang masih asing terdengar. Namun, bagi yang pernah mempelajarinya, Puputan merupakan tindakan paling patriotik yang ada dalam sejarah Indonesia.

Puputan adalah tradisi masyarakat Bali untuk memberikan perlawanan terhadap siapa pun agresor yang berani menyentuh Tanah Air hingga titik darah penghabisan. Tidak ada kata mundur, tidak ada kata menyerah. Salah satu perang puputan paling dramatis adalah Puputan Margarana yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai.

Dalam usaha mempertahankan desa Marga dari serangan NICA, Ngurah Rai yang berhasil merampas senjata api dari tentara Belanda berkomitmen untuk mengobarkan perang perlawanan hingga titik darah penghabisan.

Tentara Belanda yang sempat kewalahan dan kalah terpaksa meminta bantuan sebagian besar pasukannya di Bali dan pesawat pengebom dari Makassar untuk membasmi perlawanan ini. 96 orang tewas, termasuk I Gusti Ngurah Rai. Dari pihak Belanda, tak kurang dari 400 jiwa tewas dalam perang tersebut.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1827 seconds (0.1#10.140)