Sampah menumpuk di jalur mangrove Wonorejo
A
A
A
Sindonews.com - Munculnya banyak perumahan baru di dekat kawasan konservasi mangrove Wonorejo membuat kondisi lingkungan semakin memburuk. Sungai yang ada di dekat ecowisata mangrove Wonorejo penuh dengan sampah.
Kondisi itu diperparah dengan kualitas air yang tampak hitam pekat. Bahkan, di bibir sungai selalu ada sampah seperti kasur, bantal, popok bayi sampai sepatu bekas. Keberadaan sungai di sana tak ubahnya seperti sampah raksasa yang menampung semua jenis sampah warga.
Dari pantauan SINDO, sampah domestik itu mengumpul di pinggir sungai. Sehingga pemandangan tak sedap terlihat ketika melintas ke arah ecowisata mangrove Wonorejo.
“Sekarang semakin banyak sampah, jumlah pemukiman kan terus bertambah di sana,” ujar Widagdo, salah satu warga Wonorejo, Kamis (15/8/2013).
Ia melanjutkan, pemukiman kini semakin mendekati kawasan konservasi mangrove. Sehingga banyak sampah yang dibuang sembarangan di sekitar lokasi. Beberapa kali sungai yang ada di Wonorejo dikeruk, tapi sampah tetap saja menumpuk.
“Sempat diberikan peringatan dengan tulisan yang dipasang di sepanjang sungai tentang larangan membuang sampah, tapi tetap saja masih ada yang tak sadar lingkungan,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Distan Kota Surabaya Samsul Arifin mengatakan, keberadaan jalur konservasi mangrove sangat penting bagi Surabaya. Makanya, kata dia, ketebalan lahan di kawasan pesisir harus dikembalikan sebagaimana fungsinya. Warga yang tinggal di sekitar lokasi juga diminta untuk harus menjaga lingkungan dengan baik.
“Aksi untuk menyelamatkan mangrove harus mengajak serta warga, sehingga ada kesadaran yang terbangun,” jelasnya.
Saat ini, katanya, pihaknya menyediakan bibit mangrove gratis bagi warga yang ingin menanam. Makanya mereka tak perlu mengeluarkan uang sepeserpun untuk membeli bibit mangrove.
“Ada 230.000 bibit yang kami siapkan. Silakan kalau warga ingin menanam, kami akan berikan secara cuma-cuma,” tegasnya.
Selain itu, katanya, Distan juga mengajak siswa di sekolah untuk menanam serta memahami konsep penyelamatan lingkungan. Siswa-siswa itu diutamakan bagi mereka yang tinggal di dekat pesisir.
“Warga juga ada yang dilibatkan, sehingga kerja untuk mengembalikan fungsi lahan di pesisir akan dilakukan secara bersama-sama,” pungkasnya.
Kondisi itu diperparah dengan kualitas air yang tampak hitam pekat. Bahkan, di bibir sungai selalu ada sampah seperti kasur, bantal, popok bayi sampai sepatu bekas. Keberadaan sungai di sana tak ubahnya seperti sampah raksasa yang menampung semua jenis sampah warga.
Dari pantauan SINDO, sampah domestik itu mengumpul di pinggir sungai. Sehingga pemandangan tak sedap terlihat ketika melintas ke arah ecowisata mangrove Wonorejo.
“Sekarang semakin banyak sampah, jumlah pemukiman kan terus bertambah di sana,” ujar Widagdo, salah satu warga Wonorejo, Kamis (15/8/2013).
Ia melanjutkan, pemukiman kini semakin mendekati kawasan konservasi mangrove. Sehingga banyak sampah yang dibuang sembarangan di sekitar lokasi. Beberapa kali sungai yang ada di Wonorejo dikeruk, tapi sampah tetap saja menumpuk.
“Sempat diberikan peringatan dengan tulisan yang dipasang di sepanjang sungai tentang larangan membuang sampah, tapi tetap saja masih ada yang tak sadar lingkungan,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Distan Kota Surabaya Samsul Arifin mengatakan, keberadaan jalur konservasi mangrove sangat penting bagi Surabaya. Makanya, kata dia, ketebalan lahan di kawasan pesisir harus dikembalikan sebagaimana fungsinya. Warga yang tinggal di sekitar lokasi juga diminta untuk harus menjaga lingkungan dengan baik.
“Aksi untuk menyelamatkan mangrove harus mengajak serta warga, sehingga ada kesadaran yang terbangun,” jelasnya.
Saat ini, katanya, pihaknya menyediakan bibit mangrove gratis bagi warga yang ingin menanam. Makanya mereka tak perlu mengeluarkan uang sepeserpun untuk membeli bibit mangrove.
“Ada 230.000 bibit yang kami siapkan. Silakan kalau warga ingin menanam, kami akan berikan secara cuma-cuma,” tegasnya.
Selain itu, katanya, Distan juga mengajak siswa di sekolah untuk menanam serta memahami konsep penyelamatan lingkungan. Siswa-siswa itu diutamakan bagi mereka yang tinggal di dekat pesisir.
“Warga juga ada yang dilibatkan, sehingga kerja untuk mengembalikan fungsi lahan di pesisir akan dilakukan secara bersama-sama,” pungkasnya.
(rsa)