Dosen arsitektur ramah itu akhirnya kembali

Senin, 29 Juli 2013 - 05:39 WIB
Dosen arsitektur ramah itu akhirnya kembali
Dosen arsitektur ramah itu akhirnya kembali
A A A
Yulanda Rifan alias Irfan (36) yang sempat dilaporkan hilang oleh keluarganya ke Polda Jawa Tengah Senin 8 Juli lalu, akhirnya kembali.

Sayang, Irfan kembali dalam kondisi meninggal dunia. Dia menjadi salah satu korban tewas pembunuhan dilakukan Muhyaroh, (45) yang juga tewas menerjunkan diri ke jurang.

Almarhum diketahui sehari – hari bekerja sebagai pengajar di Jurusan Arsitektur mata kuliah konstruksi di Universitas Diponegoro Semarang sejak 2002.

Selain itu, dia juga mengajar mata kuliah kewirausahaan. Selain mengajar bapak dua putra itu juga masih mempunyai kesibukan bisnis properti.

Usai diangkat dari TKP (Tempat Kejadian Perkara) di lereng Gunung Sumbing itu, jenazah Irfan dibawa ke RS Bhayangkara dan hanya dilakukan visum luar, mengingat keluarga tidak mengizinkan autopsi.

Jenazah sendiri tiba di rumah ayahnya, Guru Besar Hukum Pidana Undip Profesor Barda Nawawi Arief, kompleks Perumahan Undip, Jalan Sukun Raya, RT06/RW16, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, kemarin pukul 09.20 WIB.

Jenazah kemudian disalatkan di Masjid Al Muhajirin Bima, yang lokasinya dekat rumah duka, juga terletak di belakang Markas Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah.

Tak lama, jenazah kemudian dimakamkan di Makam Keluarga Undip, Kompleks Undip Tembalang, Kota Semarang.

Pemakaman dihadiri ratusan pelayat. Almarhum sendiri diketahui meninggalkan dua anak laki – laki, Raihan (9) dan Avatar (7).
Keduanya masih duduk di Sekolah Dasar (SD) di Hidayatullah Banyumanik. Isterinya, Rohita Sari, sudah meninggal sekira enam bulan lalu.

Dua bulan lalu dia telah menikah lagi. Almarhum sehari – hari tinggal di rumah barunya, Jalan Gondang Barat III, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.

“Almarhum sering sharing ke mahasiswanya, beliau ahli properti dan punya usaha properti. Semasa mengajar, dikenal santun dan baik. Sebulan lalu, jarang ketemu almarhum karena ada masa jeda, tidak ada tugas mengajar,” kata Ketua Jurusan Arsitektur Undip, Edward Endrianto, kemarin.

Almarhum, kata Edward, adalah salah satu pengajar terbaik. Orangnya mudah bergaul dan aktif.

Rizka, salah satu anak didiknya di Jurusan Arsitektur Undip, mengenang almarhum sebagai sosok yang lucu, dengan gaya mengajar tidak membosankan.

“Tentu saja kami kaget mendengar berita ini,” katanya.

Toro (57) sopir di rumah almarhum menceritakan almarhum ke Magelang pada Jumat 5 Juli dengan seseorang bernama Novan. Novan berhutang sekitar Rp650juta kepada almarhum.

Toro mengaku sudah lebih dari 30 tahun bekerja sebagai sopir di keluarga besar Profesor Barda Nawawi Arief, mengaku sangat mengenal almarhum.

“Saya tahu almarhum ini sejak masih kecil. Kalau dengan Novan itu, saya tahunya dulu teman SMA di Semarang. Novan itu pengangguran total, adik kelasnya almarhum selama SMA dulu,” katanya.

Novan, kata dia, mempunyai orang tua yang dikenal sebagai ‘orang pintar’. Seantero Banyumanik, tepatnya di daerah Karangrejo, dekat SMP 21.

Kata Toro, orang tua Novan, biasa dipanggil Eyang dan membuka praktik di Banyumanik. Eyang itu mempunyai semacam guru, yaitu Muhyaroh, tersangka yang tewas.

“Saya sendiri pada Minggu 7 Juli, ikut berangkat ke Magelang ke Muhyaroh itu. Kami berangkat pagi. Sampai rumahnya tidak ketemu Muhyaroh, ketemunya istrinya. Rumahnya mewah, punya tiga isteri dan mobilnya sampai 13 buah,” tambahnya.

Toro juga mengaku sudah kenal dengan Muhyaroh sejak 1990. Dikenalnya sebagai semacam dukun yang bersinggungan dengan klenik.

Toro menceritakan dulu, sempat berkecimpung di dunia klenik, namun akhirnya berhenti karena sebagian besar hartanya habis.

“Mungkin ke Magelang itu dijanjikan sama Novan. Saat di Magelang itu, saya tidak ketemu Muhyaroh ataupun Pak Yulanda,” lanjutnya.

Paman korban, Farda Nawawi Arief, mengatakan sejak 5 Juli lalu, almarhum Irfan memang pergi dari rumah. Dari Semarang, lalu ke Solo sebelum akhirnya ke Magelang. Kepergian almarhum dinilai wajar, karena memang terbiasa pergi ke luar kota.

“Hari pertama, dihubungi handphonenya tidak bisa. Baru hari ke dua, handphonenya baru bisa dihubungi aktif, tapi tidak diangkat,” timpalnya.

Curiga akan hal itu, Farda mengirimkan SMS, bunyinya saya mau transfer uang, ke rekening mana ya? Lalu dijawab; Maaf sbr dl ini sy smpek lma bs miker uwk. SMS itu diterima pada Minggu 7 Juli 2013, sekira pukul 13.26 melalui nomor telepon seluler milik almarhum Irfan.

“SMS balasan ini sangat berarti buat saya, karena saya tahu ini yang bikin bukan keponakan saya. Dari bahasanya saya tahu. Inilah kecurigaan kuat, akhirnya kami lapor polisi pada Senin 8 Juli 2013," tutupnya.
(lns)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3858 seconds (0.1#10.140)