Pengacara kondang dilaporkan ke Polda
A
A
A
Sindonews.com - Seorang pengacara “kondang” Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) dan Jakarta, Alamsyah Hanafiah (50) dkk, dilaporkan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banyuasin, Suryadi ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Sumsel.
Alamsyah dkk diduga melakukan pemaksaan untuk membuat surat keputusan KPU Banyuasin No 60/KPTS/KPUkab-006.435384/VI/2013 atau melanggar pasal 211 KUHP.
Ketua KPU Banyuasin Suryadi mengatakan, pihaknya melaporkan tokoh masyarakat atas nama Alamsyah Hanafiah dkk, karena pada 8 Juni 2013 sekitar pukul 22.00 WIB mendatangi Kantor KPU Banyuasin meminta KPU Banyuasin dikuslifikasi pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Banyuasin No urut 1.
”Kita sudah jelaskan saat itu tentang mekanisme yang berlaku di KPU bahwa KPU tidak berhak untuk mendiskualifikasi dan mengeluarkan surat diskualifikasi pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 1 itu,” ungkap Suryadi di Mapolda Sumsel, Senin (22/7/2013).
Namun tampaknya terlapor sambung Suryadi yang didampingi pengacaranya Suharyono, tak puas dan malah memaksa dan mendesak agar segera mengeluarkan surat keputusan itu.
”Karena saat itu kantor KPU Banyuasin dikepung massa mereka, sehingga akhirnya kami komisioner KPU Banyuasin dengan tekanan mengeluarkan surat keputusan KPU Banyuasin No 60/KPTS/KPUkab-006.435384/VI/2013, tetapi oleh terlapor surat yang dikeluarkan malah disalahkan dan terlapor meralat surat dari KPU Banyuasin di antara permintaan dari terlapor diganti menjadi diskualifikasi dan menambahkan poin-poin yang isinya menyatakan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 1 dinyatakan didiskualifikasi dari peta Pemilukada Banyuasin tahun 2013-2018,” paparnya.
Karena dasar itulah, pihaknya melaporkan terlapor ke SPKT Polda Sumsel, jika tidak menuruti.
”Kami sangat tertekan sekali saat itu dan kami terpaksa melakukan itu. Dia (terlapor) tidak berhak melakukan itu karena dia bukan pengacara KPU Banyuasin dan banyak saksi melihat dia melakukan penekanan terhadap kami, saksinya antaranya Kapolres Banyuasin dulu dan masih ada saksi lainnya,” pungkasnya.
Terpisah Alamsyah Hanafiah ketika dikonfirmasi mengatakan, laporan yang itu fitnah dan sangat tidak memilik dasar hukum.
”Perlu diketahui, saya datang ke KPU Banyuasin saat itu karena da permintaan dari tokoh masyarakat Banyuasin dan Kapolres yang mengatakan, bahwa kondisi KPU Banyusin tidak kondusif karena banyak massa yang mengepung dan saya diminta untuk menenangkan massa itu,” ungkap Alamsyah.
Bahkan, kata Alamsyah, juga heran dengan laporan itu, karena objek pemaksaan yang dituduhkannya sudah batal demi hukum sebulan lalu.
”Yang mengelurkan surat keputusan No 60/KPTS/KPUkab-006.435384/VI/2013 tentang diskualifikasi pasangan calon bupati dan wakil bupati momor urut 1 itu, komisioner KPU sendiri melalui rapat pleno mereka dan tidak ada saya ikut dalam rapat pleno, bahkan menandatangani surat keputusan itu,” tandasnya.
Anehnya, lagi, sambung Alamsyah, SK itu tiga hari kemudian tanggal 11 Juni 2013 dicabut atau dibatalkan mereka.
”Kok baru sekarang 22 Juli 2013 melaporkan kasus ini ke Polda Sumsel. Intinya laporan ini tidak berdasar dan sya siap menghadapinya jika nanti dipanggil polisi,” pungkasnya.
Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol R Djarod Padakova membenarkan adanya laporan korban bernomor polisi: LPB/459/VII/2013/SPKT.
”Sudah kita terima dan akan dipelajari dan diproses lebih lanjut,” ungkap Djarod.
Alamsyah dkk diduga melakukan pemaksaan untuk membuat surat keputusan KPU Banyuasin No 60/KPTS/KPUkab-006.435384/VI/2013 atau melanggar pasal 211 KUHP.
Ketua KPU Banyuasin Suryadi mengatakan, pihaknya melaporkan tokoh masyarakat atas nama Alamsyah Hanafiah dkk, karena pada 8 Juni 2013 sekitar pukul 22.00 WIB mendatangi Kantor KPU Banyuasin meminta KPU Banyuasin dikuslifikasi pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Banyuasin No urut 1.
”Kita sudah jelaskan saat itu tentang mekanisme yang berlaku di KPU bahwa KPU tidak berhak untuk mendiskualifikasi dan mengeluarkan surat diskualifikasi pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 1 itu,” ungkap Suryadi di Mapolda Sumsel, Senin (22/7/2013).
Namun tampaknya terlapor sambung Suryadi yang didampingi pengacaranya Suharyono, tak puas dan malah memaksa dan mendesak agar segera mengeluarkan surat keputusan itu.
”Karena saat itu kantor KPU Banyuasin dikepung massa mereka, sehingga akhirnya kami komisioner KPU Banyuasin dengan tekanan mengeluarkan surat keputusan KPU Banyuasin No 60/KPTS/KPUkab-006.435384/VI/2013, tetapi oleh terlapor surat yang dikeluarkan malah disalahkan dan terlapor meralat surat dari KPU Banyuasin di antara permintaan dari terlapor diganti menjadi diskualifikasi dan menambahkan poin-poin yang isinya menyatakan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 1 dinyatakan didiskualifikasi dari peta Pemilukada Banyuasin tahun 2013-2018,” paparnya.
Karena dasar itulah, pihaknya melaporkan terlapor ke SPKT Polda Sumsel, jika tidak menuruti.
”Kami sangat tertekan sekali saat itu dan kami terpaksa melakukan itu. Dia (terlapor) tidak berhak melakukan itu karena dia bukan pengacara KPU Banyuasin dan banyak saksi melihat dia melakukan penekanan terhadap kami, saksinya antaranya Kapolres Banyuasin dulu dan masih ada saksi lainnya,” pungkasnya.
Terpisah Alamsyah Hanafiah ketika dikonfirmasi mengatakan, laporan yang itu fitnah dan sangat tidak memilik dasar hukum.
”Perlu diketahui, saya datang ke KPU Banyuasin saat itu karena da permintaan dari tokoh masyarakat Banyuasin dan Kapolres yang mengatakan, bahwa kondisi KPU Banyusin tidak kondusif karena banyak massa yang mengepung dan saya diminta untuk menenangkan massa itu,” ungkap Alamsyah.
Bahkan, kata Alamsyah, juga heran dengan laporan itu, karena objek pemaksaan yang dituduhkannya sudah batal demi hukum sebulan lalu.
”Yang mengelurkan surat keputusan No 60/KPTS/KPUkab-006.435384/VI/2013 tentang diskualifikasi pasangan calon bupati dan wakil bupati momor urut 1 itu, komisioner KPU sendiri melalui rapat pleno mereka dan tidak ada saya ikut dalam rapat pleno, bahkan menandatangani surat keputusan itu,” tandasnya.
Anehnya, lagi, sambung Alamsyah, SK itu tiga hari kemudian tanggal 11 Juni 2013 dicabut atau dibatalkan mereka.
”Kok baru sekarang 22 Juli 2013 melaporkan kasus ini ke Polda Sumsel. Intinya laporan ini tidak berdasar dan sya siap menghadapinya jika nanti dipanggil polisi,” pungkasnya.
Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol R Djarod Padakova membenarkan adanya laporan korban bernomor polisi: LPB/459/VII/2013/SPKT.
”Sudah kita terima dan akan dipelajari dan diproses lebih lanjut,” ungkap Djarod.
(lns)