LPSK: dengarkan saksi, terdakwa keluar dulu
A
A
A
Sindonews.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta agar ketika pemeriksaan saksi yang terlindung, terdakwa dikeluarkan sementara di ruang sidang. Sehingga, dapat dipastikan para saksi akan berbicara dan memberikan keterangannya seperti apa adanya.
Penanggungjawab Bidang Perlindungan LPSK, Irjen (Purn) Teguh Soedarsono mengatakan, para saksi yang dihadapkan saat sidang pada Jumat (12/7/2013) kemarin, seperti Kusnan dan Ambarita merupakan orang-orang yang dalam pemeriksaan tim psikolog LPSK adalah objek yang trauma dan labil.
"Apalagi mereka harus berhadapan dan memberikan keterangan di forum dan keadaan yg dirasakannya mencekam seperti itu," kata dia, Minggu (14/7/2013).
Sebetulnya, lanjut dia, Majelis Hakim tidak seharusnya bertanya "seperti itu' (apa ada orang yang mengarahkan, sehingga seolah-olah terjadi suasana ada pihak yang telah mengintervensi para saksi tersebut, dan atau untuk memberikan 'label' pembenaran terhadap keterangan yang nyeleneh tersebut?).
"Mungkin lebih baik dan arief bila Majelis Hakim memanfaatkan dan menggunakan fasilitas teleconference atau saksi menggunakan sebo (penutup muka) dan atau meminta dan memerintahkan kepada Oditur Militer (Otmil) mengeluarkan sementara 'para terdakwa' dari ruang sidang selama proses pemeriksaaan para saksi tersebut," katanya.
Disinilah, lanjut dia, derajat moralitas, keluasan wawasan, serta tingkat kemampuan Ketua dan Anggota Majelis Hakim ditakar dan dipertaruhkan.
Sebelumnya, keterangan para saksi yang dihadirkan di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, pada Jumat (12/7) kemarin dianggap banyak yang berbeda dari pemeriksaan oleh Polisi Militer (POM). Bahkan, Majelis Hakim sempat bertanya kepada para saksi, apakah sebelum memberikan pernyataan ada yang mengarahkannya.
Salah satunya, mengenai apakah ada perintah tepuk tangan atau tidak. Para saksi sebanyak delapan orang dari warga tahanan menjawab, tidak tahu dan tidak mendengar adanya perintah tepuk tangan.
Penanggungjawab Bidang Perlindungan LPSK, Irjen (Purn) Teguh Soedarsono mengatakan, para saksi yang dihadapkan saat sidang pada Jumat (12/7/2013) kemarin, seperti Kusnan dan Ambarita merupakan orang-orang yang dalam pemeriksaan tim psikolog LPSK adalah objek yang trauma dan labil.
"Apalagi mereka harus berhadapan dan memberikan keterangan di forum dan keadaan yg dirasakannya mencekam seperti itu," kata dia, Minggu (14/7/2013).
Sebetulnya, lanjut dia, Majelis Hakim tidak seharusnya bertanya "seperti itu' (apa ada orang yang mengarahkan, sehingga seolah-olah terjadi suasana ada pihak yang telah mengintervensi para saksi tersebut, dan atau untuk memberikan 'label' pembenaran terhadap keterangan yang nyeleneh tersebut?).
"Mungkin lebih baik dan arief bila Majelis Hakim memanfaatkan dan menggunakan fasilitas teleconference atau saksi menggunakan sebo (penutup muka) dan atau meminta dan memerintahkan kepada Oditur Militer (Otmil) mengeluarkan sementara 'para terdakwa' dari ruang sidang selama proses pemeriksaaan para saksi tersebut," katanya.
Disinilah, lanjut dia, derajat moralitas, keluasan wawasan, serta tingkat kemampuan Ketua dan Anggota Majelis Hakim ditakar dan dipertaruhkan.
Sebelumnya, keterangan para saksi yang dihadirkan di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, pada Jumat (12/7) kemarin dianggap banyak yang berbeda dari pemeriksaan oleh Polisi Militer (POM). Bahkan, Majelis Hakim sempat bertanya kepada para saksi, apakah sebelum memberikan pernyataan ada yang mengarahkannya.
Salah satunya, mengenai apakah ada perintah tepuk tangan atau tidak. Para saksi sebanyak delapan orang dari warga tahanan menjawab, tidak tahu dan tidak mendengar adanya perintah tepuk tangan.
(rsa)