Kampung Dolanan Nusantara suguhkan warisan Nenek Moyang
A
A
A
Sindonews.com - Puluhan bocah tengah asik bermain gasing di sebuah halaman, yang memang didesain menjadi arena bermain. Senda gurau mereka memperlihatan keakraban satu dengan yang lainnya. Namun, hal itu tidak mempengaruhi konsentrasi mereka untuk saling beradu memutar gasing supaya lebih cepat dan lama.
Angin yang berhembus menggoyangkan rerimbun daun, dan membuat sinar matahari siang seperti bergerak di antara bayang tubuh bocah-bocah itu . Suasana itu terlihat saat pembukaan Kampoeng Dolanan Nusantara di Dusun Sodongan, Desa Bumiharjo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.
Menariknya, mengunjungi Kampoeng Dolanan Nusantara, bukan hanya disuguhi satu dolanan saja melainkan ribuan dolanan tanah air tempo dulu tersedia. Selain keunikan, dolanan yang menjadi warisan nenek moyang dipercaya mampu menumbuhkan nilai sosial yang tinggi.
Bermula dari keprihatinan tergerusnya dolanan rakyat tempo dulu seperti gobak sodor, bakiak, gasingan, sundamanda, ketapel dan semacamnya, membuat Endi Aras berupaya keras untuk tetap melestarikan. Kemudian menggagas sebuah wahana yang disebutnya perpustakaan dengan nama Kampoeng Dolanan Nusantara tersebut.
“Anak sekarang jauh lebih menyukai permainan Playstation atau video game. Secara teknologi, mereka mendapat ilmu dan manfaat. Misal, bisa berbahasa Inggris dan mengenal dunia IPTEK. Namun, mereka tidak bisa bersosialisasi dan kreativitas mereka hilang,” ungkap Endi.
Endi mengatakan, ekspresi kegembiraan yang dimunculkan dari sebuah permainan modern dengan dolanan anak sangat jauh berbeda.
“Anak-anak yang bermain dolanan seperti sundamanda, bakiak atau gasingan, mungkin jauh lebih ekspresif. Mereka juga terlatih untuk bersosialisasi dengan temannya,” kata kolektor ratusan gangsingan ini.
Pria kelahiran Blora dan dibesarkan di Salatiga ini, mulai tertarik untuk merintis sebuah “perpustakaan mini” bagi dolanan anak dengan mengkoleksi gasing dari seluruh Nusantara sejak tahun 2005. Kini, dia memiliki 354 buah gasing yang dikumpulkan dari Aceh hingga Papua.
“Dari situ saya menemukan masing-masing daerah bentuk dan bahannya berbeda-beda, ini menarik. Dari situ saya terdorong untuk mewujudkan cinta permainan tradisional (cintamatra). Jangan sampai, kita memiliki dolanan tradisional yang cukup menarik dan beragam, tapi harus belajar di luar negeri,” jelasnya.
Endi menyebut, hobi mengoleksi dolanan anak tersebut, kemudian diaplikasikan dalam bentuk Kampoeng Dolanan Nusantara. Di wisata edutainment ini, pihak pengelola juga menyediakan berbagai lapangan untuk permainan tradisional seperti engklek, egrang, gasing, lapangan bakiak raksasa, dan sebagainya.
Lurah Kampung Dolanan Nusantara Sodongan, Abbet Nugroho, mengatakan terdapat puluhan alat permainan tradisional, seperti dakon, ayunan kayu, kuda lumping, ketapel yang berusia 31 tahun dan lain sebagainya. Selain itu, terdapat warung cinderamata yang menyediakan souvenir menarik khas kampoeng dolanan nusantara.
“Nantinya, galeri ini memang dibuka untuk umum dan menjadi media pembelajaran bagi semua usia. Orangtua bisa mengajarkan anaknya tentang kecintaan pada dolanan tradisional,” kata pria kelahiran 29 Agustus 1963 ini.
Abbet juga menambahkan selain paket wisata, pihaknya juga memfasilitasi wisata edukatif dengan whorkshop pembuatan alat tradisional dan kerajinan daerah. “Sehingga pengunjung, utamanya anak-anak dapat terlatih dan belajar membuat alat permainan tradisional sendiri, dan lebih kreatif,” paparnya.
Kepala Seksi Kesenian dan nilai tradisi, Disparbud Kabupaten Magelang, Sidhi Widiasih menjelaskan terdapat sekitar 300 permainan tradisional di Kabupaten Magelang, 90 permainan diantaranya masih asing di telinga.
“Maka dengan adanya Kampung ini, bisa kerja sama dengan pemerintah untuk menyikapi keprihatinan bersama. Sejauh ini, kita juga menyelenggarakan festival dolanan anak, agar tidak luntur permainan tradisional ini,” tandasnya.
Angin yang berhembus menggoyangkan rerimbun daun, dan membuat sinar matahari siang seperti bergerak di antara bayang tubuh bocah-bocah itu . Suasana itu terlihat saat pembukaan Kampoeng Dolanan Nusantara di Dusun Sodongan, Desa Bumiharjo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.
Menariknya, mengunjungi Kampoeng Dolanan Nusantara, bukan hanya disuguhi satu dolanan saja melainkan ribuan dolanan tanah air tempo dulu tersedia. Selain keunikan, dolanan yang menjadi warisan nenek moyang dipercaya mampu menumbuhkan nilai sosial yang tinggi.
Bermula dari keprihatinan tergerusnya dolanan rakyat tempo dulu seperti gobak sodor, bakiak, gasingan, sundamanda, ketapel dan semacamnya, membuat Endi Aras berupaya keras untuk tetap melestarikan. Kemudian menggagas sebuah wahana yang disebutnya perpustakaan dengan nama Kampoeng Dolanan Nusantara tersebut.
“Anak sekarang jauh lebih menyukai permainan Playstation atau video game. Secara teknologi, mereka mendapat ilmu dan manfaat. Misal, bisa berbahasa Inggris dan mengenal dunia IPTEK. Namun, mereka tidak bisa bersosialisasi dan kreativitas mereka hilang,” ungkap Endi.
Endi mengatakan, ekspresi kegembiraan yang dimunculkan dari sebuah permainan modern dengan dolanan anak sangat jauh berbeda.
“Anak-anak yang bermain dolanan seperti sundamanda, bakiak atau gasingan, mungkin jauh lebih ekspresif. Mereka juga terlatih untuk bersosialisasi dengan temannya,” kata kolektor ratusan gangsingan ini.
Pria kelahiran Blora dan dibesarkan di Salatiga ini, mulai tertarik untuk merintis sebuah “perpustakaan mini” bagi dolanan anak dengan mengkoleksi gasing dari seluruh Nusantara sejak tahun 2005. Kini, dia memiliki 354 buah gasing yang dikumpulkan dari Aceh hingga Papua.
“Dari situ saya menemukan masing-masing daerah bentuk dan bahannya berbeda-beda, ini menarik. Dari situ saya terdorong untuk mewujudkan cinta permainan tradisional (cintamatra). Jangan sampai, kita memiliki dolanan tradisional yang cukup menarik dan beragam, tapi harus belajar di luar negeri,” jelasnya.
Endi menyebut, hobi mengoleksi dolanan anak tersebut, kemudian diaplikasikan dalam bentuk Kampoeng Dolanan Nusantara. Di wisata edutainment ini, pihak pengelola juga menyediakan berbagai lapangan untuk permainan tradisional seperti engklek, egrang, gasing, lapangan bakiak raksasa, dan sebagainya.
Lurah Kampung Dolanan Nusantara Sodongan, Abbet Nugroho, mengatakan terdapat puluhan alat permainan tradisional, seperti dakon, ayunan kayu, kuda lumping, ketapel yang berusia 31 tahun dan lain sebagainya. Selain itu, terdapat warung cinderamata yang menyediakan souvenir menarik khas kampoeng dolanan nusantara.
“Nantinya, galeri ini memang dibuka untuk umum dan menjadi media pembelajaran bagi semua usia. Orangtua bisa mengajarkan anaknya tentang kecintaan pada dolanan tradisional,” kata pria kelahiran 29 Agustus 1963 ini.
Abbet juga menambahkan selain paket wisata, pihaknya juga memfasilitasi wisata edukatif dengan whorkshop pembuatan alat tradisional dan kerajinan daerah. “Sehingga pengunjung, utamanya anak-anak dapat terlatih dan belajar membuat alat permainan tradisional sendiri, dan lebih kreatif,” paparnya.
Kepala Seksi Kesenian dan nilai tradisi, Disparbud Kabupaten Magelang, Sidhi Widiasih menjelaskan terdapat sekitar 300 permainan tradisional di Kabupaten Magelang, 90 permainan diantaranya masih asing di telinga.
“Maka dengan adanya Kampung ini, bisa kerja sama dengan pemerintah untuk menyikapi keprihatinan bersama. Sejauh ini, kita juga menyelenggarakan festival dolanan anak, agar tidak luntur permainan tradisional ini,” tandasnya.
(rsa)