Tolak Hari Anti Tembakau, warga Jember nari Labako
A
A
A
Sindonews.com - Bertepatan dengan Hari Tanpa Tembakau Sedunia, warga Kabupaten Jember melakukan protes terhadap Peringatan Hari Anti Tembakau Sedunia. Dalam protesnya, mereka menarikan tarian khas Jember yakni Labako.
Kata Labako sendiri merupakan bahasa Madura yang berarti tembakau. Tarian Labako itu diciptakan seniman Bagong Kusudiardjo sebagai tarian khas Jember yang dikenal sebagai Kota Tembakau.
Dalam aksinya, warga dan mahasiswa Jember ini juga memprotes Peraturan Pemerintah Nomor 109 yang merugikan petani tembakau.
"Selamatkan kretek, selamatkan Indonesia," kata koordinator aksi, Arga Brahmantya di DPRD Jember, Jumat (31/5/2013).
Dia menambahkan, seharusnya masyarakat Indonesia berterima kasih kepada petani dan tanaman tembakau yang telah memberikan kontribusi berupa cukai senilai Rp 90 triliun untuk APBN.
Menurut dia, selama bertahun-tahun tanaman tembakau di berbagai daerah di Indonesia menghidupi sekitar 2,1 juta petani. Selain itu, ada sekitar 6,1 juta pekerja di industri pengolahan tembakau, seperti pabrik rokok.
Karena itu, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2014 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Produk Tembakau harus ditolak. Selain itu, meskipun kampanye anti-tembakau semakin masif dilakukan pemerintah Indonesia, produksi dan konsumi rokok justru tidak berkurang.
Bahkan, impor tembakau sejak 2003 hingga 2008 menanjak hingga 250 persen. Sementara pemerintah juga terus menikmati cukai tembakau. Dalam aksi itu, salah satu anggota dewan, Abdul Ghofur mengatakan, pihaknya memberikan dukungan terhadap aksi tersebut.
"Kita akan akan berusaha memperbaiki atau merevisi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Tata Niaga Tembakau di Jember. Selama pemerintah masih menikmati dana cukai tembakau, maka pemerintah harus bertanggung jawab terhadap nasib ribuan petani tembakau," tandas Ghafur.
Kata Labako sendiri merupakan bahasa Madura yang berarti tembakau. Tarian Labako itu diciptakan seniman Bagong Kusudiardjo sebagai tarian khas Jember yang dikenal sebagai Kota Tembakau.
Dalam aksinya, warga dan mahasiswa Jember ini juga memprotes Peraturan Pemerintah Nomor 109 yang merugikan petani tembakau.
"Selamatkan kretek, selamatkan Indonesia," kata koordinator aksi, Arga Brahmantya di DPRD Jember, Jumat (31/5/2013).
Dia menambahkan, seharusnya masyarakat Indonesia berterima kasih kepada petani dan tanaman tembakau yang telah memberikan kontribusi berupa cukai senilai Rp 90 triliun untuk APBN.
Menurut dia, selama bertahun-tahun tanaman tembakau di berbagai daerah di Indonesia menghidupi sekitar 2,1 juta petani. Selain itu, ada sekitar 6,1 juta pekerja di industri pengolahan tembakau, seperti pabrik rokok.
Karena itu, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2014 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Produk Tembakau harus ditolak. Selain itu, meskipun kampanye anti-tembakau semakin masif dilakukan pemerintah Indonesia, produksi dan konsumi rokok justru tidak berkurang.
Bahkan, impor tembakau sejak 2003 hingga 2008 menanjak hingga 250 persen. Sementara pemerintah juga terus menikmati cukai tembakau. Dalam aksi itu, salah satu anggota dewan, Abdul Ghofur mengatakan, pihaknya memberikan dukungan terhadap aksi tersebut.
"Kita akan akan berusaha memperbaiki atau merevisi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Tata Niaga Tembakau di Jember. Selama pemerintah masih menikmati dana cukai tembakau, maka pemerintah harus bertanggung jawab terhadap nasib ribuan petani tembakau," tandas Ghafur.
(ysw)