UN, siswa Tuna Grahita didampingi
A
A
A
Sindonews.com - Meski Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY telah memastikan tidak adanya Lembar Jawab Ujian Nasional (LJUN) pada soal braille, soal untuk siswa Low Vision (LV) ternyata disertai LJUN. Hal ini diakui oleh pihak pengawas UN di SLTP Budya Wacana dimana terdapat satu siswa LV.
"Saat kami tanyakan pada pengawas ruang, soal untuk satu siswa kami yang memang LV sudah lengkap dengan LJUN-nya. Menurut pengawas, lingkaran jawaban agak besar dan lebih berjarak. Garis-garis pemisah yang ada pun tidak sama dengan LJUN reguler. Secara keseluruhan UN berjalan dengan baik, termasuk untuk siswi kami yang LV," ujar Kepala Sekolah SLTP Budya Wacana, Suharto Edyst, Senin (22/4/2013).
Edyst mengatakan, siswinya yang bernama Savira Delicateza tergolong siswa yang cerdas dan sama seperti anak-anak pada umumnya. Hanya saja, jaraknya membaca sangat dekat. Karenanya, soal khusus siswa LV yang hurufnya diperbesar hingga ukuran 24 tersebut jelas sangat membantu.
"Kami pun tidak membeda-bedakan Savira dengan siswa lain. Dia ujian bercampur dengan siswa lain. Bahkan secara kognitif anak ini termasuk di atas rata-rata kalau di kelas. Dan memang dia sudah terlatih, karena saat pendalaman materi pun, kami memberi soal reguler, hanya saat ujian sekolah kami khusus menyediakan soal dengan kertas A3," jelasnya.
Dikatakan Edyst, terdapat 74 siswa SMP Budya Wacana yang mengikuti UN tahun ini. Mereka terbagi menjadi delapan kelas. Mengenai waktu tambahan, pihak sekolah mengikuti siswa mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Jika dirasa perlu maka akan diberi tambahan waktu, namun jika tidak, siswa boleh langsung pulang.
Sementara itu, Savira mengaku mendapatkan soal dengan huruf yang besar-besar. Diakuinya hal itu sangat membantu ia mengerjakan soal lebih cepat. Hal ini terbukti dengan Savira tidak menggunakan kesempatan tambahan waktu yang ada. Ia keluar kelas di waktu yang sama dengan teman-temannya.
"Saya merasa LJUN-nya sama saja saat latihan pendalaman materi dulu, tapi kalau soalnya memang hurufnya lebih besar. Saya berharap bisa memperoleh nilai minimal delapan karena semua soal selesai saya kerjakan tepat waktu," ujar siswi yang bercita-cita ingin menjadi guru ini.
Sementara, siswa kelas 9 SMP Budya Wacana lainnya Axcl Kristian Kusuma mengaku agak takut jika LJUN-nya sobek karena terlalu tipis. Menurutnya, dengan tekanan pensil berlebihan, LJUN yang digunakan bisa saja bolong.
"Kalau rusak memang tidak ada, tapi saya cukup berhati-hati karena takut sobek," ungkapnya.
Terpisah, Kepala Disdikpora DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, tambahan waktu bagi siswa ABK tidak wajib digunakan meski memang ada tambahan waktu maksimal 45menit. Dan pelaksanaan UN SMP hari pertama terbilang lancar bagi DIY meski memang ada beberapa pertanyaan terkait teknis pelaksanaan.
"Semua lancar. Yang ada hanya pertanyaan-pertanyaan teknis mengenai bagaimana kertas buram hitungan untuk mata pelajaran Matematika. Akhirnya kami putuskan sekolah yang menyediakan kertas tapi harus distampel. Kalau kurang, kertas yang sudah distampel bisa diberikan lagi. Hanya hal-hal ringan seperti itu," ujarnya.
Terkait siswa tuna daksa yang melaksanakan UN di SMP PGRI, menurut Aji tidak ada masalah. Siswa yang bersangkutan hanya slow learner ringan. Namun saat pelaksanaan UN ini, siswa tetap didampingi satu orang guru. Sedangkan untuk siswa tuna grahita sedang dan berat, pihaknya memutuskan tidak diperbolehkan mengikuti UN. Siswa hanya akan mengikuti ujian sekolah.
"Pihak kami nantinya akan mengeluarkan surat tanda tamat belajar khusus untuk siswa tuna grahita sedang dan berat," imbuhnya.
"Saat kami tanyakan pada pengawas ruang, soal untuk satu siswa kami yang memang LV sudah lengkap dengan LJUN-nya. Menurut pengawas, lingkaran jawaban agak besar dan lebih berjarak. Garis-garis pemisah yang ada pun tidak sama dengan LJUN reguler. Secara keseluruhan UN berjalan dengan baik, termasuk untuk siswi kami yang LV," ujar Kepala Sekolah SLTP Budya Wacana, Suharto Edyst, Senin (22/4/2013).
Edyst mengatakan, siswinya yang bernama Savira Delicateza tergolong siswa yang cerdas dan sama seperti anak-anak pada umumnya. Hanya saja, jaraknya membaca sangat dekat. Karenanya, soal khusus siswa LV yang hurufnya diperbesar hingga ukuran 24 tersebut jelas sangat membantu.
"Kami pun tidak membeda-bedakan Savira dengan siswa lain. Dia ujian bercampur dengan siswa lain. Bahkan secara kognitif anak ini termasuk di atas rata-rata kalau di kelas. Dan memang dia sudah terlatih, karena saat pendalaman materi pun, kami memberi soal reguler, hanya saat ujian sekolah kami khusus menyediakan soal dengan kertas A3," jelasnya.
Dikatakan Edyst, terdapat 74 siswa SMP Budya Wacana yang mengikuti UN tahun ini. Mereka terbagi menjadi delapan kelas. Mengenai waktu tambahan, pihak sekolah mengikuti siswa mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Jika dirasa perlu maka akan diberi tambahan waktu, namun jika tidak, siswa boleh langsung pulang.
Sementara itu, Savira mengaku mendapatkan soal dengan huruf yang besar-besar. Diakuinya hal itu sangat membantu ia mengerjakan soal lebih cepat. Hal ini terbukti dengan Savira tidak menggunakan kesempatan tambahan waktu yang ada. Ia keluar kelas di waktu yang sama dengan teman-temannya.
"Saya merasa LJUN-nya sama saja saat latihan pendalaman materi dulu, tapi kalau soalnya memang hurufnya lebih besar. Saya berharap bisa memperoleh nilai minimal delapan karena semua soal selesai saya kerjakan tepat waktu," ujar siswi yang bercita-cita ingin menjadi guru ini.
Sementara, siswa kelas 9 SMP Budya Wacana lainnya Axcl Kristian Kusuma mengaku agak takut jika LJUN-nya sobek karena terlalu tipis. Menurutnya, dengan tekanan pensil berlebihan, LJUN yang digunakan bisa saja bolong.
"Kalau rusak memang tidak ada, tapi saya cukup berhati-hati karena takut sobek," ungkapnya.
Terpisah, Kepala Disdikpora DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, tambahan waktu bagi siswa ABK tidak wajib digunakan meski memang ada tambahan waktu maksimal 45menit. Dan pelaksanaan UN SMP hari pertama terbilang lancar bagi DIY meski memang ada beberapa pertanyaan terkait teknis pelaksanaan.
"Semua lancar. Yang ada hanya pertanyaan-pertanyaan teknis mengenai bagaimana kertas buram hitungan untuk mata pelajaran Matematika. Akhirnya kami putuskan sekolah yang menyediakan kertas tapi harus distampel. Kalau kurang, kertas yang sudah distampel bisa diberikan lagi. Hanya hal-hal ringan seperti itu," ujarnya.
Terkait siswa tuna daksa yang melaksanakan UN di SMP PGRI, menurut Aji tidak ada masalah. Siswa yang bersangkutan hanya slow learner ringan. Namun saat pelaksanaan UN ini, siswa tetap didampingi satu orang guru. Sedangkan untuk siswa tuna grahita sedang dan berat, pihaknya memutuskan tidak diperbolehkan mengikuti UN. Siswa hanya akan mengikuti ujian sekolah.
"Pihak kami nantinya akan mengeluarkan surat tanda tamat belajar khusus untuk siswa tuna grahita sedang dan berat," imbuhnya.
(rsa)