Ribuan warga Panjalu gelar tradisi Nyangku
A
A
A
Sindonews.com – Ribuan warga Panjalu dan sekitarnya menghadiri tradisi budaya nyangku, yaitu tradisi budaya turun temurun Kerajaan Panjalu berupa membasuh benda-benda pusaka peninggalan Sanghiyang Prabu Boros Ngora Panjalu.
Puncak tradisi yang berlangsung di pusat alun-alun Panjalu itu, digelar sejak, Senin (4/2/2013) pagi. Sejumlah keluarga keturunan dan tokoh pemangku adat Panjalu, berduyun membawa puluhan benda pusaka dari bumi alit tempat penyimpanan benda pusaka menuju Nusa Gede, yaitu sebuah pulau di tengah danau Situ Lengkong Panjalu.
Untuk menuju Nusa Gede, seluruh rombongan keturunan, keluarga dan tokoh pemangku adat harus mengunakan perahu. Setelah mengelilingi dan mampir di Nusa Gede, puluhan benda pusaka kembali di bawa menuju alun-alun Panjalu, yaitu tempat terbuka berlangsungnya pembasuhan benda pusaka.
Di kawasan alun-aluan tampak ribuan warga sudah berkumpul untuk menyaksikan prosesi pembasuhan benda pusaka. Selain disediakan sebuah panggung untuk penyimpanan benda pusaka, tepat di tengah alun-alun juga dibuat ring bambu dengan tinggi sekitar tiga meter untuk membasuh benda pusaka di antara kerumunan warga.
Menjelang siang, prosesi pembasuhan benda pusaka yang dinanti ratusan warga dilangsungkan, dengan memasukan air dari sembilan mata air yang ada di Panjalu ke dalam sebuah gentong berukuran besar. Prosesi pembasuhan di pimpin tokoh adat dan keluarga keturunan. Air cucian yang menetes seketika menjadi rebutan warga, sejumlah tokoh juga menyiram air cucian ke arah warga yang berkerumun.
Sesepuh Panjalu Keturunan 18 Kerajaan Sanghiyang Borosngora Panjalu Raden Edi Herman Cakradinata mengatakan, jumlah benda pusaka keturunan Raja Panjalu yang tersimpan sampai saat ini mencapai 400 buah. Namun, proses pembasuhan yang dilakukan di kawasan alun-alun dilakukan hanya beberapa benda pusaka inti saja, untuk pembasuhan secara menyeluruh dilakukan di kawasan Bumi Alit.
“Tradisi ini sudah turun temurun yaitu peninggalan Raja Panjalu, yang terpenting dari tradisi ini sebagai momentum untuk perbaikan atau introspeksi bagi warga Panjalu. Istilah nyangku sendiri diambil dari kata ‘yanku’ dalam bahasa arab berarti juga membersihkan. Artinya, nyangku itu membersihkan diri, adapun membersihkan benda pusaka itu hanya simbol,” terang Edi.
Edi menegaskan, nyangku bukan tradisi untuk kegiatan musrik atau menyimpang. Adapun warga berebut air pembasuhan benda pusaka, itu tergantung niat dan tujuan warga yang datang.
“Kami tidak bisa melarang warga yang ingin mengambil air, semuanya kembali pada niat dan keyakinan masing-masing,” tegas Edi.
Bupati Ciamis Engkon Komara didampingi Kepala Dinas Pariwisata Sobar Sugema menyampaikan, kegiatan nyangku yang sudah berlangusng sejak ratusan tahun lalu merupakan aset yang harus dilestarikan dan dipertahankan.
Selain sebagai tradisi dan kebanggan warga Panjalu dan Ciamis, nyangku juga diharapkan bisa menjadi aset untuk kepariwisatan Panjalu.
“Dengan tradisi yang kuat, diharapkan kunjungan wisata ke Panjalu, Ciamis semakin meningkat,” pungkas Engkon.
Puncak tradisi yang berlangsung di pusat alun-alun Panjalu itu, digelar sejak, Senin (4/2/2013) pagi. Sejumlah keluarga keturunan dan tokoh pemangku adat Panjalu, berduyun membawa puluhan benda pusaka dari bumi alit tempat penyimpanan benda pusaka menuju Nusa Gede, yaitu sebuah pulau di tengah danau Situ Lengkong Panjalu.
Untuk menuju Nusa Gede, seluruh rombongan keturunan, keluarga dan tokoh pemangku adat harus mengunakan perahu. Setelah mengelilingi dan mampir di Nusa Gede, puluhan benda pusaka kembali di bawa menuju alun-alun Panjalu, yaitu tempat terbuka berlangsungnya pembasuhan benda pusaka.
Di kawasan alun-aluan tampak ribuan warga sudah berkumpul untuk menyaksikan prosesi pembasuhan benda pusaka. Selain disediakan sebuah panggung untuk penyimpanan benda pusaka, tepat di tengah alun-alun juga dibuat ring bambu dengan tinggi sekitar tiga meter untuk membasuh benda pusaka di antara kerumunan warga.
Menjelang siang, prosesi pembasuhan benda pusaka yang dinanti ratusan warga dilangsungkan, dengan memasukan air dari sembilan mata air yang ada di Panjalu ke dalam sebuah gentong berukuran besar. Prosesi pembasuhan di pimpin tokoh adat dan keluarga keturunan. Air cucian yang menetes seketika menjadi rebutan warga, sejumlah tokoh juga menyiram air cucian ke arah warga yang berkerumun.
Sesepuh Panjalu Keturunan 18 Kerajaan Sanghiyang Borosngora Panjalu Raden Edi Herman Cakradinata mengatakan, jumlah benda pusaka keturunan Raja Panjalu yang tersimpan sampai saat ini mencapai 400 buah. Namun, proses pembasuhan yang dilakukan di kawasan alun-alun dilakukan hanya beberapa benda pusaka inti saja, untuk pembasuhan secara menyeluruh dilakukan di kawasan Bumi Alit.
“Tradisi ini sudah turun temurun yaitu peninggalan Raja Panjalu, yang terpenting dari tradisi ini sebagai momentum untuk perbaikan atau introspeksi bagi warga Panjalu. Istilah nyangku sendiri diambil dari kata ‘yanku’ dalam bahasa arab berarti juga membersihkan. Artinya, nyangku itu membersihkan diri, adapun membersihkan benda pusaka itu hanya simbol,” terang Edi.
Edi menegaskan, nyangku bukan tradisi untuk kegiatan musrik atau menyimpang. Adapun warga berebut air pembasuhan benda pusaka, itu tergantung niat dan tujuan warga yang datang.
“Kami tidak bisa melarang warga yang ingin mengambil air, semuanya kembali pada niat dan keyakinan masing-masing,” tegas Edi.
Bupati Ciamis Engkon Komara didampingi Kepala Dinas Pariwisata Sobar Sugema menyampaikan, kegiatan nyangku yang sudah berlangusng sejak ratusan tahun lalu merupakan aset yang harus dilestarikan dan dipertahankan.
Selain sebagai tradisi dan kebanggan warga Panjalu dan Ciamis, nyangku juga diharapkan bisa menjadi aset untuk kepariwisatan Panjalu.
“Dengan tradisi yang kuat, diharapkan kunjungan wisata ke Panjalu, Ciamis semakin meningkat,” pungkas Engkon.
(ysw)