Petani karet semakin mengeluh

Senin, 04 Februari 2013 - 18:06 WIB
Petani karet semakin mengeluh
Petani karet semakin mengeluh
A A A
Sindonews.com - Hujan yang masih terus turun mengguyur wilayah Kabupaten Empatlawang khususnya daerah sentra petani karet seperti Kecamatan Saling, Talang Padang, dan Tebing Tinggi membuat petani di kawasan tersebut makin mengeluh.

Pasalnya, petani dikawasan tersebut relatif menganggur karena tidak bisa menyadap getah karet mereka. Karena menurut para petani, jika musim hujan khususnya malam hari atau dini hari turun hujan, secara otomatis karet tidak bisa disadap.

Menurut seorang warga Desa Tanjung Ning Tengah, Kecamatan Saling, Mansyur, dirinya tidak bisa menyadap saat musim hujan karena hanya akan mubazir. Karena mangkok sadapan akan dipenuhi oleh air bukan oleh lateks atau getah yang disadap. Sehingga menurutnya daripada menjadi mubazir, lebih baik tidak disadap sama sekali.

“Makanya dibilang tidak bisa disadap itu, getahnya tetap ada tapi lebih banyak airnya jadi percuma saja,” ujarnya, Senin (4/2/2013).

Menurutnya, kondisi tersebut sudah berlangsung sejak beberapa bulan belakangan atau sejak musim hujan. Kalaupun bisa disadap menurutnya hanya beberapa hari dan hasilnya tidak maksimal.

Apalagi sejak awal tahun 2012 lalu harga karet di wilayah tersebut cenderung turun, hanya dikasaran Rp4.500-Rp6. ribu perkilogramnya.

“Jadi bisa dibayangkan, musim hujan sudah berapa lama dan harga karet yang tidak naik-naik sudah berapa lama, kalau soal perekonomian jangan ditanyalah,”ungkapnya.

Bahkan menurutnya, yang lebih kasihan lagi adalah bagi petani penggarap bukan pemilik. Karena hasil getah karet yang disadap harus dibagi dengan pemilik kebun. Sehingga tidak sedikit yang berubah profesi seperti menjadi kuli bangunan atau tukang ojek.

Kondisi demikan mau tidak mau, karena sebagai petani sangat tergantung dengan kondisi alam atau cuaca.

“Semisal harganya murah tapi bisa menyadap berarti masih ada penghasilan, sekarang ini cuaca tidak sangat tidak mendukung sehingga banyak yang berdiam dirumah,” jelasnya.

Senada Alimin, petani karet dari Desa Pajar Bhakti tidak menampik dengan kondisi cuaca saat ini sangat menyulitkan bagi mereka sebagai petani karet. Hanya saja menurutnya, mereka sebagai petani sudah sangat menyadari hal tersebut. Mereka menyakini tidak selamanya akan musim hujan.

“Sebelumnya musim kemarau, petani padi tidak bisa mengolah sawahnya, sekarang terbalik musim hujan kami yang tidak bisa menyadap,” ujarnya.

Hanya saja, lanjutnya, mereka berharap ada kenaikan harga karet, karena mereka sudah sangat lama menunggu harga karet membaik. Dengan harga yang ada saat ini petani merasa mengeluh dan tak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Mengingat rata-rata petani yang ada memiliki kebun sekitar 1-2 Ha.

“Jadi kalau semisal ada yang harus mengangsur kredit motor atau menguliahkan anaknya seperti di Palembang atau di pulau Jawa, jelas agak kesulitan,” ujarnya.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6292 seconds (0.1#10.140)