Pengamat: RSBI salah implementasi, bukan sistem

Rabu, 09 Januari 2013 - 14:32 WIB
Pengamat: RSBI salah...
Pengamat: RSBI salah implementasi, bukan sistem
A A A
Sindonews.com - Rektor Universitas Negri Yogyakarta (UNY) Prof Dr Rochmat Wahab menyatakan kekecewaannya atas penghapusan kebijakan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Baginya, kesalahan RSBI terdapat pada implementasinya di lapangan, bukan kesalahan sistem RSBI itu sendiri.

"Impian memiliki sekolah yang bertaraf internasional itu sebenarnya realistis saja. Tapi kenyataannya, implementasi RSBI yang disalahgunakan. RSBI yang seharusnya menjadi upaya peningkatan kualitas pendidikan justru digunakan untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya," ujar Rochmat ditemui saat menghadiri Pelatihan Pendidikan Internasional, di Fakultas Ekonomi UNY, Yogyakarta, Rabu (9/1/2013).

Menurut Rochmat, penyelesaian persoalan teknis harusnya diselesaikan secara teknis, bukan justru menghapus aturannya. Dengan dihapusnya RSBI, generasi muda Indonesia ditakutkan tidak siap menghadapi persaingan di dunia global. Apalagi tahun 2015 mendatang, Indonesia akan menghadapi ASEAN Community.

"Ini tantangan nyata bagi Indonesia. Kita harus menyiapkan anak-anak kita ke sekolah yang berkualitas. Oleh karena itu, sekolah bertaraf internasional menjadi suatu kebutuhan kita saat ini, bukan kondisi yang mengada-ada. Apalagi anak-anak kita sekarang sudah canggih menggunakan teknologi komunikasi dan informasi. Dengan hilangnya RSBI, saya takut kesempatan kita untuk menjalin kerjasama internasional dengan pendidikan di negara lain," imbuhnya.

Rochmat menyatakan, dihapusnya RSBI merupakan kedua kalinya, dan dia merasa kecewa dengan keputusan MK. Keputusan pertama yang disayangkannya ialah besaran alokasi pendidikan nasional 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN).

Meski terlihat besar, namun alokasi tersebut tidak hanya untuk membiayai kebutuhan operasional sekolah-sekolah. Anggaran tersebut sudah termasuk membayar gaji seluruh guru di Indonesia yang jumlahnya sangat banyak.

"Anggaran yang akhirnya lebih banyak terserap untuk gaji guru membuat upaya meningkatkan fasilitas dan kualitas sekolah-sekolah di Indonesia hanya sebuah ide atau sebatas angan-angan saja. Karena dengan alokasi yang tersisa di luar gaji guru, tidak cukup membiayai peningkatan kualitas pendidikan," jelasnya.

Rochmat mengatakan, kondisi saat ini justru kontradiktif dengan harapan UNY sebagai Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK). Di saat UNY berupaya untuk menjadi salah satu World Class University guna merespon kebutuhan SBI/RSBI dan sekolah internasional, kebijakan RSBI justru dihapuskan.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9334 seconds (0.1#10.140)