Limbah lumpur cemari kebun warga
Kamis, 16 Agustus 2012 - 18:08 WIB

Limbah lumpur cemari kebun warga
A
A
A
Sindonews.com - Sekira 1,5 hektare kebun dan tanaman karet warga Desa Gunung Raja Kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan (Sumsel) mati. Diduga, tanaman tersebut mati setelah tergenang limbah lumpur tanggul milik PT Ghuang Zou Energi Musi Makmur Indonesia (Ghemmi). Warga pun melaporkan masalah tersebut ke Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Muaraenim.
Tokoh Masyarakat Desa Gunung Raja Armanto mengatakan, lumpur tersebut diduga akibat pekerjaan PT Ghemmi yang sedang membangun tanggul. Namun, dalam prosesnya tanggul tersebut jebol sehingga lumpur yang ditampung memenuhi perkebunan karet warga yang luasnya sekitar 1,5 hektare. Akibat pencemaran tersebut, puluhan tanaman karet dan tanaman kayu milik warga mati.
“Kebun tersebut memang berdekatan dengan perusahaan. Saat ini pihak BLH Kabupaten Muaraenim telah melakukan verifikasi. Dimana, kita masih harus menunggu hasil verifikasi tersebut," ujar Armanto di Muaraenim menjelaskan kepada wartawan, Kamis (16/8/2012).
Menurut Armanto, jika pengaduan yang telah disampaikan warga belum juga menemukan titik terang, kemungkinan besar masalah ini akan dilaporkan warga ke tingkat yang lebih tinggi seperti BLH Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) atau Kementrian Lingkungan Hidup RI.
"Khususnya perihal penggantian ganti rugi. Akibat limbah, warga menjadi dirugikan," papar Armanto.
Kepala BLH Kabupaten Muaraenim, Zulkarnain Bachtiar melalui Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup Edi Irson membenarkan pihaknya telah melakukan investigasi lapangan terkait laporan warga Desa Gunung Raja tersebut.
Menurutnya, perusahaan tersebut diduga telah melakukan pencemaran lingkungan berupa pencemaran udara di sekeliling pemukiman penduduk.
Selain itu, pencemaran juga terjadi di kebun karet milik salah satu warga yang kebetulan posisinya berada di bawah tanggul Lumpur milik perusahaan. Sehingga di saat tanggul jebol, lumpur tersebut menggenangi kebun karet dan menyebabkan sejumlah batang karet milik warga mati.
“Warga sudah melaporkan ini ke kita (BLH). Makanya kita lakukan investigasi dan verifikasi lapangan. Saat ini sedang diupayakan perdamaian sengketa akibat pencemaran lingkungan itu,” jelasnya.
Edi menjelaskan, sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, bagi perusahaan yang melakukan pencemaran lingkungan hidup dapat dikenakan sanksi pidana dari satu sampai tiga tahun atau denda maksimal Rp3 miliar.
Secara administrasi, PT Ghemmi memiliki izin AMDAL Nomor 765/kpts/blh-1/2010. Sesuai dengan tahapan pemberian sanksi, maka pihaknya akan melakukan pembinaan terlebih dahulu.
"Namun, bila pembinaan yang diberikan tidak diacuhkan pihak perusahaan, maka langkah tegas yang dapat kita ambil yakni pembekuan izin lingkungan (AMDAL)," pungkasnya.
Tokoh Masyarakat Desa Gunung Raja Armanto mengatakan, lumpur tersebut diduga akibat pekerjaan PT Ghemmi yang sedang membangun tanggul. Namun, dalam prosesnya tanggul tersebut jebol sehingga lumpur yang ditampung memenuhi perkebunan karet warga yang luasnya sekitar 1,5 hektare. Akibat pencemaran tersebut, puluhan tanaman karet dan tanaman kayu milik warga mati.
“Kebun tersebut memang berdekatan dengan perusahaan. Saat ini pihak BLH Kabupaten Muaraenim telah melakukan verifikasi. Dimana, kita masih harus menunggu hasil verifikasi tersebut," ujar Armanto di Muaraenim menjelaskan kepada wartawan, Kamis (16/8/2012).
Menurut Armanto, jika pengaduan yang telah disampaikan warga belum juga menemukan titik terang, kemungkinan besar masalah ini akan dilaporkan warga ke tingkat yang lebih tinggi seperti BLH Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) atau Kementrian Lingkungan Hidup RI.
"Khususnya perihal penggantian ganti rugi. Akibat limbah, warga menjadi dirugikan," papar Armanto.
Kepala BLH Kabupaten Muaraenim, Zulkarnain Bachtiar melalui Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup Edi Irson membenarkan pihaknya telah melakukan investigasi lapangan terkait laporan warga Desa Gunung Raja tersebut.
Menurutnya, perusahaan tersebut diduga telah melakukan pencemaran lingkungan berupa pencemaran udara di sekeliling pemukiman penduduk.
Selain itu, pencemaran juga terjadi di kebun karet milik salah satu warga yang kebetulan posisinya berada di bawah tanggul Lumpur milik perusahaan. Sehingga di saat tanggul jebol, lumpur tersebut menggenangi kebun karet dan menyebabkan sejumlah batang karet milik warga mati.
“Warga sudah melaporkan ini ke kita (BLH). Makanya kita lakukan investigasi dan verifikasi lapangan. Saat ini sedang diupayakan perdamaian sengketa akibat pencemaran lingkungan itu,” jelasnya.
Edi menjelaskan, sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, bagi perusahaan yang melakukan pencemaran lingkungan hidup dapat dikenakan sanksi pidana dari satu sampai tiga tahun atau denda maksimal Rp3 miliar.
Secara administrasi, PT Ghemmi memiliki izin AMDAL Nomor 765/kpts/blh-1/2010. Sesuai dengan tahapan pemberian sanksi, maka pihaknya akan melakukan pembinaan terlebih dahulu.
"Namun, bila pembinaan yang diberikan tidak diacuhkan pihak perusahaan, maka langkah tegas yang dapat kita ambil yakni pembekuan izin lingkungan (AMDAL)," pungkasnya.
(azh)