Penetapan Sultan diusulkan periodik
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah sudah menyepakati mekanisme penetapan dalam menentukan jabatan gubernur dan wakil gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Namun, ada kabar yang berkembang bahwa kesepakatan yang diberikan pemerintah itu tetap bersyarat. Pemerintah menginginkan agar penetapan gubernur dan wakil gubernur DIY dalam pembahasan Rancangan Undang–Undang Keistimewaan (RUUK) DIY tersebut dilakukan secara periodik lima tahunan.
Dengan demikian, Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paduka Paku Alam ditetapkan menjadi gubernur dan wakil gubernur DIY setiap lima tahun sekali oleh DPRD DIY. Atas syarat ini, sejumlah kalangan di Yogyakarta menolaknya.
“Penetapan itu harus tetap, artinya berlangsung terus- menerus tanpa jeda. Kalau hanya lima tahunan, itu berarti tidak tetap,” tandas Wakil Ketua Bidang Otonomi Daerah DPD PDIP DIY Untoro di Yogyakarta kemarin.
Terkait persyaratan administratif seperti batasan usia ataupun kesehatan, Untoro mengatakan, tidak menjadi persoalan sebab Keraton dan Kadipaten Pakualaman memiliki prosedur suksesi yang telah berlangsung selama ratusan tahun dan berlangsung dengan baik.
Dengan demikian, persoalan syarat administratif tersebut disarankan lebih baik diserahkan kepada internal Keraton dan Pura Pakualaman untuk menyelesaikannya.
“Keraton dan Pakualaman itu sudah lebih dari 200 tahun, sementara kita itu baru 67 tahun. Lebih baik diserahkan ke internal keraton dan kita tidak perlu bersembunyi dibalik alasan syarat-syarat administratif segala,” katanya.
Atas tawaran pemerintah itu,Untoro mengaku, DPD PDIP DIY telah meminta wakilnya di DPR khususnya di Komisi II untuk terus memperjuangkan kebijakan penetapan absolutebagi Sri Sultan dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur DIY.
Sementara itu, anggota Panja RUUK DIY Abdul Malik Haramain mengatakan, pekan depan panja akan memanggil menteri dalam negeri dan Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk memastikan sikap pemerintah tersebut.
“Termasuk model penetapannya seperti apa. Selain itu, kita juga akan inventarisasi lagi pasal-pasal krusial lain seperti pertanahan,” kata Malik.
Meski demikian, Malik mengaku belum mengetahui apakah penetapan versi pemerintah tersebut diikuti dengan syarat-syarat khusus sebagaimana dicurigai oleh masyarakat DIY.
Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo juga meminta agar pemerintah menyusun klausul yang dimaksud dengan penetapan itu. Jika memang maksudnya sama dengan pemikiran mayoritas fraksi selama ini, pengesahan RUUK DIY hanya tinggal menunggu waktu.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengaku,pihaknya akan kembali melakukan pembahasan RUUK DIY dengan panja pada pekan depan. Karena itu, segala persoalan mengenai RUUK DIY, termasuk permasalahan mekanisme penentuan jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY, akan diselesaikan dalam pertemuan itu.
Menurut mantan Gubernur Sumatera Barat ini, pandangan seluruh fraksi di DPR mengenai pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY sebenarnya masih berbedabeda.
Ada beberapa fraksi yang menginginkan posisi gubernur dan wakil gubernur DIY ditetapkan langsung oleh DPRD dan bukan dipilih langsung oleh rakyat.
“Kemarin saya sudah ketemu Pak Sultan. Namun, saya tidak boleh mengatakan hasil pertemuan tersebut karena saya tidak boleh mendahului DPR,” paparnya.
Lebih lanjut Mendagri menyatakan, selama ini banyak yang salah menafsirkan mengenai jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY. Menurut dia, penentuan kedua jabatan itu sebenarnya bukan dengan cara penetapan atau dipilih langsung oleh rakyat secara demokratis.
Untuk gubernur dan wakil gubernur DIY, ungkap Gamawan, yang lebih tepat adalah pengisian jabatan. “Nama tepatnya adalah pengisian, bukan ditetapkan atau dipilih, tetapi pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY,” tandasnya.(lin)
Namun, ada kabar yang berkembang bahwa kesepakatan yang diberikan pemerintah itu tetap bersyarat. Pemerintah menginginkan agar penetapan gubernur dan wakil gubernur DIY dalam pembahasan Rancangan Undang–Undang Keistimewaan (RUUK) DIY tersebut dilakukan secara periodik lima tahunan.
Dengan demikian, Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paduka Paku Alam ditetapkan menjadi gubernur dan wakil gubernur DIY setiap lima tahun sekali oleh DPRD DIY. Atas syarat ini, sejumlah kalangan di Yogyakarta menolaknya.
“Penetapan itu harus tetap, artinya berlangsung terus- menerus tanpa jeda. Kalau hanya lima tahunan, itu berarti tidak tetap,” tandas Wakil Ketua Bidang Otonomi Daerah DPD PDIP DIY Untoro di Yogyakarta kemarin.
Terkait persyaratan administratif seperti batasan usia ataupun kesehatan, Untoro mengatakan, tidak menjadi persoalan sebab Keraton dan Kadipaten Pakualaman memiliki prosedur suksesi yang telah berlangsung selama ratusan tahun dan berlangsung dengan baik.
Dengan demikian, persoalan syarat administratif tersebut disarankan lebih baik diserahkan kepada internal Keraton dan Pura Pakualaman untuk menyelesaikannya.
“Keraton dan Pakualaman itu sudah lebih dari 200 tahun, sementara kita itu baru 67 tahun. Lebih baik diserahkan ke internal keraton dan kita tidak perlu bersembunyi dibalik alasan syarat-syarat administratif segala,” katanya.
Atas tawaran pemerintah itu,Untoro mengaku, DPD PDIP DIY telah meminta wakilnya di DPR khususnya di Komisi II untuk terus memperjuangkan kebijakan penetapan absolutebagi Sri Sultan dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur DIY.
Sementara itu, anggota Panja RUUK DIY Abdul Malik Haramain mengatakan, pekan depan panja akan memanggil menteri dalam negeri dan Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk memastikan sikap pemerintah tersebut.
“Termasuk model penetapannya seperti apa. Selain itu, kita juga akan inventarisasi lagi pasal-pasal krusial lain seperti pertanahan,” kata Malik.
Meski demikian, Malik mengaku belum mengetahui apakah penetapan versi pemerintah tersebut diikuti dengan syarat-syarat khusus sebagaimana dicurigai oleh masyarakat DIY.
Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo juga meminta agar pemerintah menyusun klausul yang dimaksud dengan penetapan itu. Jika memang maksudnya sama dengan pemikiran mayoritas fraksi selama ini, pengesahan RUUK DIY hanya tinggal menunggu waktu.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengaku,pihaknya akan kembali melakukan pembahasan RUUK DIY dengan panja pada pekan depan. Karena itu, segala persoalan mengenai RUUK DIY, termasuk permasalahan mekanisme penentuan jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY, akan diselesaikan dalam pertemuan itu.
Menurut mantan Gubernur Sumatera Barat ini, pandangan seluruh fraksi di DPR mengenai pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY sebenarnya masih berbedabeda.
Ada beberapa fraksi yang menginginkan posisi gubernur dan wakil gubernur DIY ditetapkan langsung oleh DPRD dan bukan dipilih langsung oleh rakyat.
“Kemarin saya sudah ketemu Pak Sultan. Namun, saya tidak boleh mengatakan hasil pertemuan tersebut karena saya tidak boleh mendahului DPR,” paparnya.
Lebih lanjut Mendagri menyatakan, selama ini banyak yang salah menafsirkan mengenai jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY. Menurut dia, penentuan kedua jabatan itu sebenarnya bukan dengan cara penetapan atau dipilih langsung oleh rakyat secara demokratis.
Untuk gubernur dan wakil gubernur DIY, ungkap Gamawan, yang lebih tepat adalah pengisian jabatan. “Nama tepatnya adalah pengisian, bukan ditetapkan atau dipilih, tetapi pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY,” tandasnya.(lin)
()