Warga sekitar lumpur Lapindo rentan penyakit
A
A
A
Sindonews.com - Warga yang masih tinggal di sekitar semburan lumpur Lapindo belum bisa hidup tenang. Mereka riskan terserang berbagai penyakit akibat menghirup bau gas dan lumpur yang keluar dari pusat semburan lumpur.
Mereka yang sampai kini masih tinggal di sekitar pusat semburan seperti warga Besuki Timur, Kecamatan Jabon, warga Mindi, Kecamatan Porong, warga Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin. Setiap hari mereka masih menghirup bau gas yang berbahaya bagi kesehatan mereka.
Terutama bagi anak-anak, rentan terserang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) serta penyakit lainnya seperti gatal-gatal.
"Sekarang kami di tujuh RT Besuki Timur hanya berjarak puluhan meter dari tanggul lumpur. Tiap hari kami menghirup bau gas dan lumpur," ujar Adib Rosadi, salah satu perwakilan warga Besuki Timur, Rabu (20/6/2012).
Adib Rosadi mengatakan, banyak warganya yang terserang sesak nafas dan gatal-gatal. Karena keluhan itulah, selama terjadinya semburan lumpur enam tahun silam, sering ada relawan kesehatan yang menggelar pengobatan gratis.
Dia mencontohkan, pekan lalu ada pengobatan gratis yang digelar salah satu lembaga sosial dan dari hasil pemeriksaan banyak yang mengeluh sesak nafas dan gatal-gatal.
"Kami khawatir jangka panjangnya banyak warga yang terkena sesak nafas," imbuh Adib.
Warga Besuki Timur hingga kini belum menerima ganti rugi karena masih menunggu verifikasi bersama dengan 64 RT lainnya yang akan diberi ganti rugi oleh pemerintah yang rencananya akan mulai dikucurkan tahun ini. Padahal, desa induknya, Besuki, sudah mendapat pembayaran ganti rugi dari pemerintah.
"Warga Desa Besuki sudah mendapat ganti rugi, namun Besuki Timur tidak masuk peta yang mendapat ganti rugi sehingga mereka sampai sekarang belum pindah. Kita masih menunggu kejelasan ganti rugi bersama 64 RT itu," tegas Adib.
Irsyad, salah satu korban lumpur asal Besuki Timur mengaku, selain sesak nafas mereka juga terserang linu tulang. Tidak tahu apa penyebabnya, namun yang pasti ketika angin berhembus kearah timur dan selatan bau gas dan lumpur sangat menyengat dan membuat sesak nafas.
"Sudah enam tahun kita hidup seperti ini," tandasnya.
Kondisi serupa juga dialami warga Desa Mindi, yang berada di selatan tanggul lumpur. Karena jarang pusat semburan dengan desa ini tak lebih dari satu kilometer sehingga setiap hari mereka menghirup bau gas dan lumpur.
"Kalau ditanya warga yang terserang sesak nafas, dari dulu cukup banyak. Tapi bagaimana lagi, kita belum mendapat ganti rugi dan warga belum bisa pindah ke tempat yang lebih layak," ujar Yusman, warga Mindi.
Selain bau gas dan lumpur dari pusat semburan, di kawasan Mindi, Besuki Timur dan wilayah lain sekitar pusat semburan banyak bermunculan bubble (gelembung gas dan lumpur). Ketika gas keluar menyebar ke rumah warga dan mau tidak mau mereka harus hidup di lingkungan yang tidak sehat.
Sesak nafas dan gatal-gatal juga pernah dialami warga Jatirejo Barat dan Siring Barat yang lokasinya berada disebelah barat pusat semburan. Sebelum mereka pindah ke rumah kontrakan, sudah tidak terhitung warga yang terserang sesak nafas dan gatal-gatal.
"Saat kami masih tinggal di Siring Barat, sudah tidak terhitung berapa warga yang terserang sesak nafas dan gatal-gatal. Bagaimana tidak, selain menghirup bau gas dari pusat semburan, disamping rumah kami banyak bermunculan semburan gas," ujar Gandu Suyanto, salah satu perwakilan warga Siring Barat.
Kini warga Siring Barat dan Jatirejo Barat serta tiga RT di kawasan Mindi sudah mendapat uang kontrak rumah dan bantuan sosial serta pembayaran ganti rugi 20 persen dari pemerintah. Meski sudah pindah ke lokasi cukup jauh dari lumpur, namun masih ada saja warga yang terkadang sesak nafas.
"Kami khawatir akan berkelanjutan. Sebab cukup lama kami tinggal di dekat lumpur," tegas Gandu Suyanto, yang kini kontrak di Desa Bringin, Kecamatan Porong.
Sesak nafas dan gatal-gatal juga dirasakan warga Gempolsari yang lokasinya berada disebelah utara pusat semburan lumpur. Bahkan, menelan korban jiwa Nadira Aulia Putri, yang kala itu masih berumur tiga bulan terserang sesak nafas dan akhirnya meninggal dunia. Dia lahir di RT 10 RW 02 Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin.
Putri pasangan Rida (35) dan Khoirul Latif (37) tersebut sempat dirawat di RS Siti Hajar yang didiagnosa terserang saluran pernapasan. Nadira akhirnya meninggal dunia setelah mendapat penanganan medis.
Selain Nadira, selama semburan lumpur muncul cukup banyak anak-anak yang terserang sesak nafas karena terlalu lama menghirup bau gas dan lumpur. Sebelum mereka pindah dari rumahnya yang terendam lumpur, tiap tarikan nafasnya menghirup bau gas dan lumpur yang berdampak pada kesehatannya.(azh)
Mereka yang sampai kini masih tinggal di sekitar pusat semburan seperti warga Besuki Timur, Kecamatan Jabon, warga Mindi, Kecamatan Porong, warga Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin. Setiap hari mereka masih menghirup bau gas yang berbahaya bagi kesehatan mereka.
Terutama bagi anak-anak, rentan terserang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) serta penyakit lainnya seperti gatal-gatal.
"Sekarang kami di tujuh RT Besuki Timur hanya berjarak puluhan meter dari tanggul lumpur. Tiap hari kami menghirup bau gas dan lumpur," ujar Adib Rosadi, salah satu perwakilan warga Besuki Timur, Rabu (20/6/2012).
Adib Rosadi mengatakan, banyak warganya yang terserang sesak nafas dan gatal-gatal. Karena keluhan itulah, selama terjadinya semburan lumpur enam tahun silam, sering ada relawan kesehatan yang menggelar pengobatan gratis.
Dia mencontohkan, pekan lalu ada pengobatan gratis yang digelar salah satu lembaga sosial dan dari hasil pemeriksaan banyak yang mengeluh sesak nafas dan gatal-gatal.
"Kami khawatir jangka panjangnya banyak warga yang terkena sesak nafas," imbuh Adib.
Warga Besuki Timur hingga kini belum menerima ganti rugi karena masih menunggu verifikasi bersama dengan 64 RT lainnya yang akan diberi ganti rugi oleh pemerintah yang rencananya akan mulai dikucurkan tahun ini. Padahal, desa induknya, Besuki, sudah mendapat pembayaran ganti rugi dari pemerintah.
"Warga Desa Besuki sudah mendapat ganti rugi, namun Besuki Timur tidak masuk peta yang mendapat ganti rugi sehingga mereka sampai sekarang belum pindah. Kita masih menunggu kejelasan ganti rugi bersama 64 RT itu," tegas Adib.
Irsyad, salah satu korban lumpur asal Besuki Timur mengaku, selain sesak nafas mereka juga terserang linu tulang. Tidak tahu apa penyebabnya, namun yang pasti ketika angin berhembus kearah timur dan selatan bau gas dan lumpur sangat menyengat dan membuat sesak nafas.
"Sudah enam tahun kita hidup seperti ini," tandasnya.
Kondisi serupa juga dialami warga Desa Mindi, yang berada di selatan tanggul lumpur. Karena jarang pusat semburan dengan desa ini tak lebih dari satu kilometer sehingga setiap hari mereka menghirup bau gas dan lumpur.
"Kalau ditanya warga yang terserang sesak nafas, dari dulu cukup banyak. Tapi bagaimana lagi, kita belum mendapat ganti rugi dan warga belum bisa pindah ke tempat yang lebih layak," ujar Yusman, warga Mindi.
Selain bau gas dan lumpur dari pusat semburan, di kawasan Mindi, Besuki Timur dan wilayah lain sekitar pusat semburan banyak bermunculan bubble (gelembung gas dan lumpur). Ketika gas keluar menyebar ke rumah warga dan mau tidak mau mereka harus hidup di lingkungan yang tidak sehat.
Sesak nafas dan gatal-gatal juga pernah dialami warga Jatirejo Barat dan Siring Barat yang lokasinya berada disebelah barat pusat semburan. Sebelum mereka pindah ke rumah kontrakan, sudah tidak terhitung warga yang terserang sesak nafas dan gatal-gatal.
"Saat kami masih tinggal di Siring Barat, sudah tidak terhitung berapa warga yang terserang sesak nafas dan gatal-gatal. Bagaimana tidak, selain menghirup bau gas dari pusat semburan, disamping rumah kami banyak bermunculan semburan gas," ujar Gandu Suyanto, salah satu perwakilan warga Siring Barat.
Kini warga Siring Barat dan Jatirejo Barat serta tiga RT di kawasan Mindi sudah mendapat uang kontrak rumah dan bantuan sosial serta pembayaran ganti rugi 20 persen dari pemerintah. Meski sudah pindah ke lokasi cukup jauh dari lumpur, namun masih ada saja warga yang terkadang sesak nafas.
"Kami khawatir akan berkelanjutan. Sebab cukup lama kami tinggal di dekat lumpur," tegas Gandu Suyanto, yang kini kontrak di Desa Bringin, Kecamatan Porong.
Sesak nafas dan gatal-gatal juga dirasakan warga Gempolsari yang lokasinya berada disebelah utara pusat semburan lumpur. Bahkan, menelan korban jiwa Nadira Aulia Putri, yang kala itu masih berumur tiga bulan terserang sesak nafas dan akhirnya meninggal dunia. Dia lahir di RT 10 RW 02 Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin.
Putri pasangan Rida (35) dan Khoirul Latif (37) tersebut sempat dirawat di RS Siti Hajar yang didiagnosa terserang saluran pernapasan. Nadira akhirnya meninggal dunia setelah mendapat penanganan medis.
Selain Nadira, selama semburan lumpur muncul cukup banyak anak-anak yang terserang sesak nafas karena terlalu lama menghirup bau gas dan lumpur. Sebelum mereka pindah dari rumahnya yang terendam lumpur, tiap tarikan nafasnya menghirup bau gas dan lumpur yang berdampak pada kesehatannya.(azh)
()