Latihan perang dekat pemukiman resahkan warga

Selasa, 19 Juni 2012 - 09:57 WIB
Latihan perang dekat...
Latihan perang dekat pemukiman resahkan warga
A A A
Sindonews.com – Kodam V Brawijaya menggelar latihan perang di Desa Kresikan, Kecamatan Tanggunggunung. Latihan perang yang direncanakan berlangsung hari ini Selasa (19/6/2012) hingga 22 Juni itu membuat warga ketakutan. Lokasi tempur tersebut hanya berjarak sekitar 50 meter dari pemukiman warga.

“Tentunya kita khawatir terjadi peluru nyasar seperti kasus-kasus yang terjadi di daerah lain,” tutur Sugianto (38) warga setempat menjelaskan, Senin 18 Juni 2012. Pergerakan pasukan sudah mulai terlihat. Para tentara mulai sibuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan selama latihan, termasuk mendirikan tenda-tenda. Informasi yang dihimpun, latihan perang yang berlangsung akan melibatkan Uji Siap Tempur (UST) tingkat kompi Batalyon Infanteri 511, Brigade Infanteri 16 dan Pasukan Wira Yudha. Latihan juga digelar di Perkebunan Kalidawir.

Selain jarak yang terlampau dekat dengan pemukiman warga, aktivitas militer tersebut, kata Sugianto mengganggu kegiatan ekonomi warga. Tidak sedikit warga yang mencari rumput di sekitar wilayah latihan. Pihak militer juga belum melakukan sterilisasi wilayah perang. Belum ada tanda semacam plakat atau tulisan yang menyebut sebagai wilayah larangan.

“Selain itu di sana juga banyak peternakan ayam milik warga. Ini jelas membuat warga tidak bisa bekerja,” terangnya.

Wilayah latihan perang tersebut tercatat sebagai daerah sengketa agraria antara warga dengan TNI. Kendati demikian, sejauh ini belum ada tanda adanya aksi turun jalan.

“Namun kita tidak tahu harus melakukan apa,” keluhnya.

Direktur LSM Djayengkusumo Sutaji sebagai salah satu pendamping kasus sengketa agraria di Kecamatan Tanggunggunung menyayangkan adanya aktivitas militer tersebut. Bagi Djayengkusumo, kegiatan latihan tempur tersebut diterjemahkan sebagai intimidasi TNI kepada warga.

“Selain membahayakan keselamatan warga, apa yang dilakukan militer ini jelas bentuk intimidasi. Sebab ini sama halnya memanasi konflik yang belum tuntas,” ujarnya.
Berdasarkan data yang dimiliki Djayengkusumo, ada lima desa dari tiga kecamatan yang menjadi wilayah sengketa antara warga dengan institusi militer. Total luas lahan mencapai 1.500 hektare dengan 650 kepala keluarga bertempat tinggal disana. Berdasarkan historisnya, wilayah sengketa tersebut berstatus sebagai tanah eks erpach, yakni tanah yang sebelumnya dikuasai pemerintah Belanda.

Sekitar tahun 1960, pemerintah melakukan nasionalisasi.Atas dasar penyelamatan aset negara, KASAD kala itu mengeluarkan surat keputusan yang intinya melimpahkan kewenangan kepada TNI AD sebagai pemegang hak kuasa. Oleh TNI, pengelolaan tanah ini disewakaan kepada pemilik modal. LSM Djayengkusumo, kata Sutadji berupaya mengalihkan status erpach menjadi landreform. Mengacu UU Agraria, hanya tanah landreform yang bisa dialihkan menjadi milik warga.

“Dan proses ini sampai saat ini masih berjalan,” tandasnya.

Pada 2009 muncul sekelompok warga melakukan proses reklaming sekaligus melarang pihak pemilik modal melakukan aktivitasnya di atas tanah sengketa.(azh)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0579 seconds (0.1#10.140)