Korban Lapindo mengeluh seperti diadu domba

Rabu, 13 Juni 2012 - 07:01 WIB
Korban Lapindo mengeluh...
Korban Lapindo mengeluh seperti diadu domba
A A A
Sindonews.com - Proses pembayaran ganti rugi korban lumpur Lapindo belum juga tuntas. Warga terus mengeluh karena merasa seperti diadu domba dalam penyelesaian jual beli aset yang terendam lumpur.

Salah seorang korban lumpur enggan menyebut nama mengatakan rumahnya nyata-nyata terendam lumpur, tapi hingga sekarang pembayarannya belum juga selesai.

Berbeda dengan pembayaran aset yang ditanggung pemerintah untuk tiga desa bisa dikatakan sudah selesai.

"Bayangkan tiga desa yang pembayarannya ditanggung pemerintah sudah lunas. Sedangkan kita yang pembayarannya ditanggung Lapindo belum ada kejelasan kapan dilunasi," ujar korban Lapindo itu.

Bahkan, dia menilai ada unsur adu domba sesama korban lumpur. Sehingga, korban lumpur yang pembayaran asetnya ditanggung Lapindo akan iri dengan penyelesaian pembayaran aset yang ditanggung pemerintah.

Untuk penyelesaian jual beli aset korban lumpur memang dibuatkan payung hukum berbeda. Seperti jual beli aset korban lumpur empat desa, yaitu Renokenongo, Siring, Jatirejo, Kecamatan Porong dan Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin penyelesaiannya ditanggung Lapindo.

Untuk itu, pemerintah mengeluarkan Perpres No 14 Tahun 2007. Salah satu bunyi pasal dalam perpres itu, setelah pembayaran jual beli 20 persen, pembayaran 80 persen akan dilakukan sebelum masa kontrak rumah korban lumpur habis (akhir 2009).

Namun, ketika dampak lumpur semakin meluas dan warga Besuki, Kedungcangkring dan Pejarakan, Kecamatan Jabon menuntut agar tanah dan rumah mereka dibeli, pemerintah akhirnya turun tangan.

Melalui Perpres No 48 Tahun 2008, pemerintah membeli tanah dan rumah di kawasan tiga desa tersebut.

Dalam satu pasal Perpres 48 disebutkan untuk pelunasan pembayaran jual beli aset tiga desa itu mengikuti pelunasan aset milik korban lumpur yang diatur dalam Perpres 14.

"Kenyataannya tiga desa itu lunas duluan. Sedangkan kita dijanjikan terus oleh Lapindo. Pemerintah dan Lapindo tidak adil," imbuh korban lumpur yang jual beli asetnya ditanggung Lapindo.

Padahal, faktanya kawasan empat desa itu yang terlebih dulu terendam lumpur. Sedangkan kawasan tiga desa sebenarnya belum terdampak lumpur dan dibeli pemerintah karena akan digunakan kolam penampungan lumpur.

Humas BPLS Akhmad Kusairi mengakui jika untuk tiga desa (Besuki, Pejarakan dan Kedungcangkring) pembayaran asetnya sudah hampir rampung.
"Pembayaran yang kita lakukan sudah mencapai 94 persen. Tinggal enam persen saja belum dibayar, karena masih ada masalah," ujarnya.

Kusairi menyebutkan untuk kebutuhan jual beli aset di tiga desa itu didanai dari APBN sebesar Rp 520.722.467.810. Saat ini pembayaran yang sudah direalisasikan sebesar Rp 491.539.317.234 atau sisa yang belum dibayar Rp 138.629.884.576.

Sedangkan tiga desa itu terdiri dari 1666 Kepala Keluarga atau 6049 jiwa serta luasnya 88 hektar. "Pembayaran yang kita lakukan ke tiga desa itu tidak melanggar aturan," tegasnya.

Selain tiga desa itu, pemerintah juga akan membayar aset warga di 9 RT yang berada di Desa Mindi, Siring Barat dan Jatirejo Barat yang membutuhkan dana Rp 276.747.365.481.

Kini dalam APBNP juga dialokasikan dana yang nantinya akan digunakan untuk ganti rugi aset warga di 65 RT yang terdiri dari Desa Mindi, Besuki Timur, Ketapang, Pamotan dan Gempolsari.

Sedangkan untuk empat desa yang pembayarannya ditanggung Lapindo membutuhkan dana sebesar Rp 3.831.209.370.620. Saat ini baru dibayar sebesar Rp 2.910.743.790.139, sehingga pelunasan kurang Rp 920.645.580.481.

Sejauh ini sebanyak 13.2032 berkas warga yang menjadi tanggung jawab Lapindo sudah dibayar 20 persen mencapai 94 persen dan yang sudah mendapat pembayaran 80 persen sebanyak 75 persen.

Dari 13.237 berkas, sudah 99,38 persen yang menerima pembayaran uang muka 20 persen. Sedangkan pembayaran 80 persen sudah dilakukan terhadap 8.979 berkas.

Sesuai janjinya Lapindo melalui PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) akan mulai membayar pelunasan aset korban lumpur 10 Juni lalu. Namun, kini MLJ menundanya lagi dan dijanjikan paling lambat 16 Juni sudah ada dana masuk.

Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo Emir Firdaus mengakui jika saat pertemuan MLJ akan mulai membayar pelunasan aset korban lumpur bulan Juni ini.

Pembayaran akan dilakukan sesuai dengan skema yang telah disepakati. Artinya, pembayaran dilakukan kepada para korban lumpur yang memiliki tagihan dibawah Rp 500 juta.

"Untuk pembayaran aset yang tagihannya diatas Rp 500 juta akan dibayar berikutnya. MLJ juga berjanji akan menuntaskan pembayaran akhir Desember 2012," ujar politisi PAN tersebut.

Sebenarnya, Pansus Lumpur mendesak agar pemerintah ikut turun tangan dalam menuntaskan pembayaran aset korbam lumpur. Sebab, selama ini skema pembayaran yang dilakukan pemerintah maupun Lapindo terkesan menimbulkan gejolak sesama korban lumpur.

Sebab, ada korban lumpur yang sudah dilunasi oleh pemerintah, sedangkan pembayaran oleh Lapindo belum lunas.(lin)

()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0576 seconds (0.1#10.140)