Kondisi 130 BCB memprihatinkan
A
A
A
Sindonews.com - Sebanyak 130 Benda Cagar Budaya (BCB) yang ada di Kabupaten Sukoharjo kondisinya memprihatinkan. Pasalnya, selama ini tidak ada alokasi dana untuk pemeliharaan BCB yang ada. Akibatnya, kelestarian 130 BCB tersebut terancam.
”Kami memang kesulitan menangani BCB. Pasalnya, anggaran untuk pemeliharaan hampir tidak ada. Bahkan, tahun ini saja tidak ada untuk sosialisasi,” kata Kepala Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata dan Kebudayaan (DPOPK) Sukoharjo Sarsito kemarin.
Menurut Sarsito, di Kabupaten Sukoharjo terdapat 130 BCB yang tersebar di sejumlah kecamatan. BCB yang ada antara lain terdiri atas BCB bergerak seperti yoni, fragmen arca, batu lumpang, lesung, stupa kemuncak, dan etnografika.
Menurut Sarsito, saat ini benda-benda tersebut masih dititipkan kepada masyarakat dan perguruan tinggi di Sukoharjo. Selain itu, ada juga BCB tidak bergerak. Seperti situs makam Tumenggung Wirorejo, situs pabrik gula di Gembongan, tugu peringatan PB X, beberapa masjid, dan rumah peninggalan zaman Belanda.
”Jumlah BCB lain sebenarnya masih ada berupa rumah. Namun, warga tidak mau bangunan miliknya menjadi BCB karena takut rumah tersebut akan menjadi milik negara,” paparnya.
Kasi Sejarah Purbakala DPOPK Agus DA menambahkan, untuk mengetahui kondisi 130 BCB yang ada, dua tahun ini pihaknya melakukan identifikasi dan inventarisasi. Hasilnya, sebanyak 12 BCB rampung didata ulang tahun lalu dan tahun 2012 ini selesai 14 BCB.
Dari pendataan ulang yang dilakukan, beberapa BCB diketahui telah berubah bentuk dan fungsi. Khususnya BCB yang ada di pemukiman warga. Dia mencontohkan keberadaan salah satu yoni di Mojolaban.
Benda bersejarah dari batu andesit yang menjadi simbol kesuburan itu diplester warga dengan semen. ”Seharusnya, pemeliharaan BCB tidak boleh sembarangan. Apalagi, sampai mengubah bentuknya. Soal BCB memang kesadaran warga masih rendah sehingga menjadi kendala pelestariannya,” ungkapnya.
Agus berharap di tahun-tahun mendatang ada anggaran khusus untuk pelabelan BCB di Sukoharjo. Saat ini dari 130 BCB yang ada, baru pemandian Langenharjo di Grogol yang telah mendapat label BCB dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3). Bahkan untuk pelabelan tersebut,selama ini DPOPK kesulitan lantaran tidak ada dana.
”Tahun ini kami hanya menerima Rp8 juta untuk seluruh kegiatan di Seksi Sejarah Purbakala,” ujar Agus.
Dengan pemberian label BCB,warga diharapkan menjadi tahu sehingga berhati-hati saat akan melakukan renovasi. Ke depan,dia berharap bisa dibangun sebuah museum untuk menampung BCB, khususnya yang bergerak.(lin)
”Kami memang kesulitan menangani BCB. Pasalnya, anggaran untuk pemeliharaan hampir tidak ada. Bahkan, tahun ini saja tidak ada untuk sosialisasi,” kata Kepala Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata dan Kebudayaan (DPOPK) Sukoharjo Sarsito kemarin.
Menurut Sarsito, di Kabupaten Sukoharjo terdapat 130 BCB yang tersebar di sejumlah kecamatan. BCB yang ada antara lain terdiri atas BCB bergerak seperti yoni, fragmen arca, batu lumpang, lesung, stupa kemuncak, dan etnografika.
Menurut Sarsito, saat ini benda-benda tersebut masih dititipkan kepada masyarakat dan perguruan tinggi di Sukoharjo. Selain itu, ada juga BCB tidak bergerak. Seperti situs makam Tumenggung Wirorejo, situs pabrik gula di Gembongan, tugu peringatan PB X, beberapa masjid, dan rumah peninggalan zaman Belanda.
”Jumlah BCB lain sebenarnya masih ada berupa rumah. Namun, warga tidak mau bangunan miliknya menjadi BCB karena takut rumah tersebut akan menjadi milik negara,” paparnya.
Kasi Sejarah Purbakala DPOPK Agus DA menambahkan, untuk mengetahui kondisi 130 BCB yang ada, dua tahun ini pihaknya melakukan identifikasi dan inventarisasi. Hasilnya, sebanyak 12 BCB rampung didata ulang tahun lalu dan tahun 2012 ini selesai 14 BCB.
Dari pendataan ulang yang dilakukan, beberapa BCB diketahui telah berubah bentuk dan fungsi. Khususnya BCB yang ada di pemukiman warga. Dia mencontohkan keberadaan salah satu yoni di Mojolaban.
Benda bersejarah dari batu andesit yang menjadi simbol kesuburan itu diplester warga dengan semen. ”Seharusnya, pemeliharaan BCB tidak boleh sembarangan. Apalagi, sampai mengubah bentuknya. Soal BCB memang kesadaran warga masih rendah sehingga menjadi kendala pelestariannya,” ungkapnya.
Agus berharap di tahun-tahun mendatang ada anggaran khusus untuk pelabelan BCB di Sukoharjo. Saat ini dari 130 BCB yang ada, baru pemandian Langenharjo di Grogol yang telah mendapat label BCB dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3). Bahkan untuk pelabelan tersebut,selama ini DPOPK kesulitan lantaran tidak ada dana.
”Tahun ini kami hanya menerima Rp8 juta untuk seluruh kegiatan di Seksi Sejarah Purbakala,” ujar Agus.
Dengan pemberian label BCB,warga diharapkan menjadi tahu sehingga berhati-hati saat akan melakukan renovasi. Ke depan,dia berharap bisa dibangun sebuah museum untuk menampung BCB, khususnya yang bergerak.(lin)
()