Di DPR, Gusti Moeng cs hadang raja
A
A
A
Sindonews.com - Insiden memalukan kembali mewarnai sejarah Keraton Kasultanan Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo. Pagi, kemarin sejumlah kerabat Keraton Solo yang kontra rekonsiliasi menghadang langkah Dwi Tunggal Raja Solo sebelum penandatanganan rekonsiliasi di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kemarin.
GKR Wandansari Koes Murtiyah atau Gusti Moeng bersama suaminya KP Eddy S Wirabhumi, GRAy Koes Indriyah, dan GRAy Koes Isbandiyah tersebut dengan terang-terangan menghambat kakaknya SISKS PB XIII Hangabehi agar tidak ikut dalam pertemuan itu.
Namun hal itu tidak berhasil karena PB XIII Hangabehi langsung diamankan oleh Juru Bicara Dwi Tunggal Raja Solo KRH Bambang Pradotonagoro ke dalam Ruang Pustakaloka Gedung Nusantara IV DPR.
Di belakangnya Maha Patih KGPHPA Tedjowulan pun tidak lepas pula dari hadangan. Bahkan para putri PBXII itupun juga sempat memaki dan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas kepada Maha Patih.
Langkah Maha Patih pun terhalang sekitar 5 menit hingga kemudian masuk ke dalam ruangan. Sejumlah kerabat Keraton yang tidak setuju itu pun diamankan supaya tidakmengganggujalannya acara.
Keributan ini otomatis mengundang perhatian banyak orang yang ada di gedung itu.
“Melihat ini saya merasa malu, mereka yang seharusnya menjadi contoh tetapi kelakuannya seperti itu. Ketika PB XIII dihadang, beliau langsung saya amankan ke dalam ruangan. Tidak tahunya Maha Patih juga dihadang, bahkan kata orang-orang yang di luar beliau juga sempat mendapat perlakuan dan perkataan kasar,” ujar Juru Bicara Dwi Tunggal Raja Solo KRH Bambang Pradotonagoro kepada SINDO kemarin.
Terkait dengan perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh Gusti Moeng cs di hadapan umum ini, pihaknya akan memikirkan untuk melaporkan mereka ke dalam ranah hukum.
Pasca rekonsiliasi, lanjut dia, Dwi Tunggal Raja Solo akan lebih mengedepankan kepada pemersatuan keluarga terlebih dahulu. Kemudian menata Keraton Solo untuk ke depannya.
PB XIII Hangabehi maupun Maha Patih Tedjowulan pun menyatakan siap untuk bertemu dengan semua sederek dalem yang belum bisa menerima rekonsiliasi tersebut sekaligus akan menjelaskan mengapa proses rekonsiliasi ini harus terjadi.
“Saya hanya melaksanakan fungsi tugas dan tangung jawab sesuai arahan Pakubuwono 13. Itu nanti juga harus dengan surat pemerintah yang diberikan Pakubuwono 13,” ungkapnya.
Gusti Moeng menilai, dalam upaya rekonsiliasi ini masih ada yang janggal. Dia mengaku tidak tahu menahu soal penandatanganan rekonsiliasi di DPR. Bahkan dia mengungkapkan Pakubuwono 13 sempat menghilang dari Keraton.
“Saya nggak tahu, Sinuwun itu pergi lama, kok tahu-tahu bikin kesepakatan seperti ini. Kakak saya itu sedang sakit, bahkan nulis saja tidak bisa, baca juga nggak jelas,” ungkap anggota DPR dari Fraksi Demokrat ini.
Gusti Moeng menegaskan,jika untuk perdamaian antara kakak-beradik pihaknya siap menerima. Namun untuk posisi Sinuhun sebagai pemangku adat,perlu dibicarakan lebih dulu. “Ada jalannya, ada aturan adatnya,” pungkasnya.
Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan, negosiator rekonsiliasi bukan atas nama pribadi, tetapi atas nama pimpinan DPR. “Percayalah tidak ada interest pribadi. Semua ini adalah untuk kepentingan bangsa kepentingan anak-anak kita. Negara bertanggung jawab atas pelestarian cagar budaya Keraton Solo,” ujarnya.
Pengamat budaya Kota Solo dan sejarawan dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sutanto, menilai masih adanya kekisruhan mencerminkan bahwa Keraton Solo sudah tidak kompak dan tidak mampu dalam hal pemeliharan maupun manajemen ketegangan.(lin)
GKR Wandansari Koes Murtiyah atau Gusti Moeng bersama suaminya KP Eddy S Wirabhumi, GRAy Koes Indriyah, dan GRAy Koes Isbandiyah tersebut dengan terang-terangan menghambat kakaknya SISKS PB XIII Hangabehi agar tidak ikut dalam pertemuan itu.
Namun hal itu tidak berhasil karena PB XIII Hangabehi langsung diamankan oleh Juru Bicara Dwi Tunggal Raja Solo KRH Bambang Pradotonagoro ke dalam Ruang Pustakaloka Gedung Nusantara IV DPR.
Di belakangnya Maha Patih KGPHPA Tedjowulan pun tidak lepas pula dari hadangan. Bahkan para putri PBXII itupun juga sempat memaki dan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas kepada Maha Patih.
Langkah Maha Patih pun terhalang sekitar 5 menit hingga kemudian masuk ke dalam ruangan. Sejumlah kerabat Keraton yang tidak setuju itu pun diamankan supaya tidakmengganggujalannya acara.
Keributan ini otomatis mengundang perhatian banyak orang yang ada di gedung itu.
“Melihat ini saya merasa malu, mereka yang seharusnya menjadi contoh tetapi kelakuannya seperti itu. Ketika PB XIII dihadang, beliau langsung saya amankan ke dalam ruangan. Tidak tahunya Maha Patih juga dihadang, bahkan kata orang-orang yang di luar beliau juga sempat mendapat perlakuan dan perkataan kasar,” ujar Juru Bicara Dwi Tunggal Raja Solo KRH Bambang Pradotonagoro kepada SINDO kemarin.
Terkait dengan perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh Gusti Moeng cs di hadapan umum ini, pihaknya akan memikirkan untuk melaporkan mereka ke dalam ranah hukum.
Pasca rekonsiliasi, lanjut dia, Dwi Tunggal Raja Solo akan lebih mengedepankan kepada pemersatuan keluarga terlebih dahulu. Kemudian menata Keraton Solo untuk ke depannya.
PB XIII Hangabehi maupun Maha Patih Tedjowulan pun menyatakan siap untuk bertemu dengan semua sederek dalem yang belum bisa menerima rekonsiliasi tersebut sekaligus akan menjelaskan mengapa proses rekonsiliasi ini harus terjadi.
“Saya hanya melaksanakan fungsi tugas dan tangung jawab sesuai arahan Pakubuwono 13. Itu nanti juga harus dengan surat pemerintah yang diberikan Pakubuwono 13,” ungkapnya.
Gusti Moeng menilai, dalam upaya rekonsiliasi ini masih ada yang janggal. Dia mengaku tidak tahu menahu soal penandatanganan rekonsiliasi di DPR. Bahkan dia mengungkapkan Pakubuwono 13 sempat menghilang dari Keraton.
“Saya nggak tahu, Sinuwun itu pergi lama, kok tahu-tahu bikin kesepakatan seperti ini. Kakak saya itu sedang sakit, bahkan nulis saja tidak bisa, baca juga nggak jelas,” ungkap anggota DPR dari Fraksi Demokrat ini.
Gusti Moeng menegaskan,jika untuk perdamaian antara kakak-beradik pihaknya siap menerima. Namun untuk posisi Sinuhun sebagai pemangku adat,perlu dibicarakan lebih dulu. “Ada jalannya, ada aturan adatnya,” pungkasnya.
Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan, negosiator rekonsiliasi bukan atas nama pribadi, tetapi atas nama pimpinan DPR. “Percayalah tidak ada interest pribadi. Semua ini adalah untuk kepentingan bangsa kepentingan anak-anak kita. Negara bertanggung jawab atas pelestarian cagar budaya Keraton Solo,” ujarnya.
Pengamat budaya Kota Solo dan sejarawan dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sutanto, menilai masih adanya kekisruhan mencerminkan bahwa Keraton Solo sudah tidak kompak dan tidak mampu dalam hal pemeliharan maupun manajemen ketegangan.(lin)
()