Irshad Manji ditolak UGM, di LKiS dibubarkan paksa

Kamis, 10 Mei 2012 - 10:17 WIB
Irshad Manji ditolak UGM, di LKiS dibubarkan paksa
Irshad Manji ditolak UGM, di LKiS dibubarkan paksa
A A A
Sindonews.com - Irshad Manji, penulis buku berjudul Allah, Liberty, and Love menjadi korban kekerasan saat menggelar diskusi di pendapa Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) Bantul, tadi malam. Diskusi dan bedah buku hanya berjalan sekitar 30 menit, karena dibubarkan paksa oleh ratusan orang dari sebuah organisasi kemasyarakatan (ormas).

Akibat kericuhan dalam diskusi ini, feminis asal Kanada itu mengalami luka di kakinya. Tak hanya itu, beberapa peserta diskusi yang mayoritas perempuan juga menjadi korban pemukulan anggota ormas. Kaca-kaca kantor LKiS juga pecah. Buku koleksi kantor penerbitan yang berlokasi di Jalan Pura I/01, Sorowajan Baru, Plumbon, Bantul juga disobek-sobek.

Sementara buku Allah, Liberty, and Love yang akan diperjualbelikan dalam diskusi masih disimpan dan selamat dari perusakan. Salah satu peserta diskusi, Andreas mengungkapkan, diskusi dimulai pukul 19.00 WIB dan hanya berlangsung selama tiga puluh menit karena tiba-tiba didatangi massa ormas.

Dengan cara paksa, mereka meminta diskusi dibubarkan. "Mereka menyuruh bubar acara diskusinya. Bahkan sempat memukuli peserta diskusi yang perempuan," ungkapnya.

Saat sebagian anggota ormas melakukan pembubaran, sebagian yang lain menunggu di luar kantor LKiS. Jumlah massa di luar kantor mencapai seratus orang. "Ada juga yang menyebarkan selebaran, yang intinya agar penolakan terhadap buku tersebut. Di kop surat tertulis ada nama Majelis Mujahidin Indonesia," tambahnya.

Peserta lainnya, Olivia mengungkapkan, saat kejadian, 50 anggota ormas mengelilingi Irshad dan mendesak diskusi dibubarkan. "Ada percekcokan juga dengan narasumber," tuturnya.

Bahkan, dua rekannya perempuan, Asmi dan Dewi terkena pukulan benda tumpul meskipun sudah berteriak dan menutupi kepala mereka. Namun anggota ormas yang memakai jaket hitam, penutup muka, dan helm tak memberinya ampun.

Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DIY Ahmad Zuhdi Muhdhor sangat menyayangkan pembubaran diskusi oleh sebuah anggota ormas, apalagi buku tersebut didiskusikan oleh peserta yang terbatas. Menurutnya, perlu disimak dulu isi buku karya Irshad untuk menentukan ada penyimpangan atau tidak. "Jangan dikedepankan dengan kekerasan, tetapi melalui pendekatan yang baik," ujarnya.

Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) PWNU DIY Dony Hendro Cahyono menyatakan, penyerangan tersebut melanggar hak-hak konstitusional setiap warga negara untuk mendapatkan rasa aman,serta kemerdekaan berserikat, berkumpul serta mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. "Negara harus bertindak tegas sesuai norma hukum yang berlaku," ujarnya.

Kapolres Bantul, AKBP Dewi Hartati mengungkapkan, diskusi buku di LKiS belum mengantongi izin dari kepolisian. Saat ini, pihaknya sudah memeriksa saksi-saksi yang ada, dan juga peserta yang mengikuti diskusi.

Sekjen Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Sobarin mengatakan, massa tersebut bukan hanya anggota MMI melainkan dari banyak elemen. Dia mengatakan, bahwa MMI ingin menyampaikan penolakan terhadap kedatangan Irshad Manji yang dinilai melecehkan agama.

Pagi kemarin, Irshad Manji juga gagal tampil dalam diskusi dan bedah bukunya di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM). Pembatalan diskusi yang digelar Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS) UGM ini, dilakukan atas perintah langsung Rektor UGM Sudjarwadi.

Direktur Pascasarjana UGM Prof Dr Hartono menjelaskan, pembatalan dilakukan karena sejumlah pertimbangan, utamanya karena adanya gerakan-gerakan yang patut diwaspadai.

"Info akan adanya gerakan-gerakan bahkan kita dengar mulai hari Minggu 6 Mei 2012 kemarin. Massa dikatakan menentang kehadiran salah satu pembicara yakni Irshad Manji yang dianggap kontroversial. Tak hanya itu, kami juga mendengar kabar akan ada gerakan dari Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir (HTI) dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI)," ujarnya.

Puncaknya, pada Selasa 8 Mei 2012 sekitar pukul 22.00 WIB, sekitar 50 orang yang diperkirakan dari FPI, HTI, dan MMI mencoba membuat keributan di Sekolah Pascasarjana UGM. Beruntung aksi mereka bisa diredam. Hartono berpendapat belum saatnya di Indonesia diterapkan dengan lugas demokrasi murni. Hal itu karena sebagian besar masyarakat Indonesia belum terlalu memahami demokrasi, sehingga masih memungkinkan timbul gerakangerakan kontraproduktif.

Irshad Manji mengaku kecewa dengan pembatalan ini. "Empat tahun lalu di UGM, saya menghadiri acara yang luar biasa, banyak pelajar, diskusi hebat, semua merasa tercerahkan dan terkonstruksi. Dan empat tahun kemudian, saya menulis buku ini. Tidak hanya mengalami kekerasan di Jakarta, acara saya di Solo juga dibatalkan. Dan sekarang, di universitas yang menerima saya dengan baik dan hangat empat tahun lalu, universitas terdepan, melarang acara ini demi 'kebaikan bersama', katanya," kemarin.

Menurutnya, Sri Sultan saja tidak melarang dilaksanakannya diskusi karena apapun bisa dilakukan dengan dialog. Namun dia kecewa karena Rektor UGM malah melarang dilakukannya dialog tersebut. "Bagaimana kebebasan dalam konstitusi sekuler yang dimiliki Indonesia. Jika pelarangan acara ini diteruskan, kita tidak tahu di mana hukum itu berakhir kecuali kekerasan," ujar wanita yang juga menjabat sebagai Direktur Gerakan Keberanian Moral di Universitas New York ini.

Irshad menyampaikan, penghargaan kepada mahasiswa dan masyarakat yang hadir dengan tujuan mengikuti diskusi bukunya. Dia pun menantang para peserta diskusi yang hadir untuk memberitahukan pada rektor UGM bahwa kebebasan berbicara penting bagi mereka.

"Anda adalah anggota komunitas Gadjah Mada dan kalau kita tidak punya kebebasan berekspresi, bicara dan berpikir maka kita tidak punya edukasi. Kita hanya akan punya indoktrinasi. Indonesia harus lebih baik, Anda harus menunjukkan pada dunia bahwa Anda lebih baik dari ini," katanya. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1973 seconds (0.1#10.140)
pixels