Wartawan Surabaya demo di Monumen Polri
A
A
A
Sindonews.com - Peringatan Hari Pers Internasional yang jatuh tiap 3 Mei diwarnai aksi demonstrasi oleh wartawan di Indonesia. Selain di Jakarta, puluhan wartawan di Surabaya juga menggelar aksi di Monumen Perjuangan Polri, Jalan Polisi Istimewa, Surabaya.
Dalam aksinya, puluhan wartawan dari media cetak, online dan elektronik ini menuntut kebebasan pers dan meminta polisi mengusut tuntas kasus pembunuhan yang menimpa para awak media di Indonesia. Mereka juga membentangkan sejumlah poster yang bergambar jurnalis yang menjadi korban pembunuhan.
"Kasus Udin harus jadi prioritas dan mengusut siapa pembunuhnya. Apalagi kasus ini akan berakhir pada 16 Agustus 2014," kata Koordinator Aksi Solidaritas Jurnalis Surabaya Yovianus Guntur W di sela-sela aksi, di Monumen Perjuangan Polri, Jalan Polisi Istimewa, Surabaya, Kamis (3/5/2012).
Ditambahkan dia, pasca keran kebebasan pers dibuka pada tahun 1999 dengan disahkannya UU Pers No 40 tahun 1999, jumlah kekerasan maupun pembunuhan kepada jurnalis semakin meningkat. Tercatat sebanyak delapan kasus pembunuhan terhadap jurnalis masih belum menemukan titik terang. Dari delapan jurnalis korban pembunuhan itu, dua di antaranya terjadi di masa pemerintahan Orde Baru.
"Kasus Fuas Muhammad Syarifuddin alias Udin, Wartawan Harian Bernas Yogyakarta yang diserang pada 13 Agustus 1996 dan meninggal pada tiga hari kemudian. Hingga saat ini, kasus itu belum menemui titik terang untuk mengungkap siapa dalang pembunuhan itu," tambahnya.
Tak cukup di situ, pembunuhan terhadap jurnalis terus terjadi. Berikut jurnalis yang menjadi korban pembunuhan yang hingga kini terkesan dibiarkan mengambang oleh pihak kepolisian.
Jurnalis Sinar Pagi Naimullah dibunuh pada 25 Juli 1997, jurnalis Asia Press Agus Mulyawan tewas dibunuh pada 25 September 1999, kamaremen TVRI Muhammad Jamaluddin dibunuh pada 17 Juni 2003, jurnalis RCTI Ersa Siregar tewas dibunuh pada 29 Desember 2003, jurnalis lepas Tabloid Delta Pos Sidoarjo Herliyanto dibunuh pada 29 April 2006, dan jurnalis Tabloid Pelangi Alfred Mirulewan tewas dibunuh pada 18 Desember 2010.
Selain soal kasus pembunuhan wartawan yang belum terungkap, mereka juga menunut perusahaan media agar tidak melakukan praktik pemberangusan serikat pekerja wartawan.
"Solidaritas Jurnalis Surabaya memandang serikat pekerja sangat dibutuhkan oleh jurnalis, karena dapat melindungi menciptakan rasa aman, keadilan, kebebasan dan keyakinan. Dengan serikat pekerja, jurnalis bisa mendapatkan hak normatif, seperti asuransi, tunjangan, cuti nikah, cuti haid, hamil serta hak-hak lainya," paparnya. (san)
Dalam aksinya, puluhan wartawan dari media cetak, online dan elektronik ini menuntut kebebasan pers dan meminta polisi mengusut tuntas kasus pembunuhan yang menimpa para awak media di Indonesia. Mereka juga membentangkan sejumlah poster yang bergambar jurnalis yang menjadi korban pembunuhan.
"Kasus Udin harus jadi prioritas dan mengusut siapa pembunuhnya. Apalagi kasus ini akan berakhir pada 16 Agustus 2014," kata Koordinator Aksi Solidaritas Jurnalis Surabaya Yovianus Guntur W di sela-sela aksi, di Monumen Perjuangan Polri, Jalan Polisi Istimewa, Surabaya, Kamis (3/5/2012).
Ditambahkan dia, pasca keran kebebasan pers dibuka pada tahun 1999 dengan disahkannya UU Pers No 40 tahun 1999, jumlah kekerasan maupun pembunuhan kepada jurnalis semakin meningkat. Tercatat sebanyak delapan kasus pembunuhan terhadap jurnalis masih belum menemukan titik terang. Dari delapan jurnalis korban pembunuhan itu, dua di antaranya terjadi di masa pemerintahan Orde Baru.
"Kasus Fuas Muhammad Syarifuddin alias Udin, Wartawan Harian Bernas Yogyakarta yang diserang pada 13 Agustus 1996 dan meninggal pada tiga hari kemudian. Hingga saat ini, kasus itu belum menemui titik terang untuk mengungkap siapa dalang pembunuhan itu," tambahnya.
Tak cukup di situ, pembunuhan terhadap jurnalis terus terjadi. Berikut jurnalis yang menjadi korban pembunuhan yang hingga kini terkesan dibiarkan mengambang oleh pihak kepolisian.
Jurnalis Sinar Pagi Naimullah dibunuh pada 25 Juli 1997, jurnalis Asia Press Agus Mulyawan tewas dibunuh pada 25 September 1999, kamaremen TVRI Muhammad Jamaluddin dibunuh pada 17 Juni 2003, jurnalis RCTI Ersa Siregar tewas dibunuh pada 29 Desember 2003, jurnalis lepas Tabloid Delta Pos Sidoarjo Herliyanto dibunuh pada 29 April 2006, dan jurnalis Tabloid Pelangi Alfred Mirulewan tewas dibunuh pada 18 Desember 2010.
Selain soal kasus pembunuhan wartawan yang belum terungkap, mereka juga menunut perusahaan media agar tidak melakukan praktik pemberangusan serikat pekerja wartawan.
"Solidaritas Jurnalis Surabaya memandang serikat pekerja sangat dibutuhkan oleh jurnalis, karena dapat melindungi menciptakan rasa aman, keadilan, kebebasan dan keyakinan. Dengan serikat pekerja, jurnalis bisa mendapatkan hak normatif, seperti asuransi, tunjangan, cuti nikah, cuti haid, hamil serta hak-hak lainya," paparnya. (san)
()