Warga desak pemerintah talangi kekurangan Lapindo
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah diminta memberi talangan dana untuk pelunasan pembayaran jual beli aset korban lumpur. Pasalnya, PT Minarak Lapindo Jaya (Minarak) hanya sanggup menyediakan anggaran sebesar Rp400 miliar.Padahal, untuk pelunasan jual beli aset korban lumpur dibutuhkan dana sebesar Rp 1,1 triliun sehingga masih kurang dana sebesar Rp700 miliar.
"Kita mendesak agar pemerintah memberi dana talangan kekurangan pembayaran itu," ujar Koordinator korban lumpur asal Renokenongo, Yudho Wintoko, Minggu (29/4/2012).
Dengan adanya dana talangan dari pemerintah, pelunasan bisa segera dilakukan. Sebab, saat ini Minarak baru mampu membayar pelunasan bagi korban lumpur yang tagihan pembayarannya di bawah Rp500 juta.
Korban lumpur masih menunggu pertemuan dengan Nirwan Bakrie yang akan digelar Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo, 2 Mei mendatang. Diharapkan dalam pertemuan itu, Nirwan bisa memberikan solusi dengan menambah anggaran untuk pelunasan pembayaran korban lumpur.
"Jika Minarak tidak bisa melunasi dalam waktu dekat, kita akan desak pemerintah untuk memberi dana talangan," tandas Wintoko.
Meski Minarak sudah sanggup menyediakan dana sebesar Rp400 miliar namun belum memuaskan korban lumpur yang masuk peta terdampak sesuai Perpres 14 Tahun 2007.
Pasalnya, pembayaran itu hanya untuk korban lumpur yang tagihannya dibawah Rp 500 juta. Itupun, pembayarannya akan dilakukan mulai Juni sampai Desember 2012.
Sedangkan untuk pembayaran dengan tagihan di atas Rp500 juta, Minarak belum menyediakan dana bahkan sampai saat ini belum ada keputusan karena masih menunggu kedatangan Nirwan Bakrie ke Sidoarjo. Jika belum ada keputusan terkait pelunasan, korban lumpur akan menggelar aksi demo.
Bahkan, sampai saat ini korban lumpur masih bertahan di tanggul titik 25, Desa Jatirejo, menunggu tanggal 2 Mei saat Nirwan Bakrie datang ke Sidoarjo. "Kalau tidak ada keputusan pelunasan keseluruhan, kami akan menggelar demo mendesak pemerintah ikut memberi dana talangan," ujar Sunarto, juga perwakilan korban lumpur.
Anggota Pansus Lumpur Mundzir Dwi Ilmiawan mengatakan, jika Minarak hanya membayar jual beli aset lumpur yang nilainya di bawah Rp500 juta, dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan. Sebab, sama-sama korban lumpur tapi diperlakukan tidak sama.
"Pansus berharap dalam pertemuan dengan Nirwan Bakrie nanti ada solusi," ungkapnya.
Sekedar diketahui, Minarak hanya mampu menyediakam dana sebesar Rp400 miliar untuk membayar jual beli aset korban lumpur. Dana sebesar itu akan diprioritaskan pembayaran korban lumpur yang tagihannya di bawah Rp500 juta.
Kesanggupan Minarak selaku anak perusahaan Lapindo yang bertugas membayar jual beli aset korban lumpur tersebut disampaikan Direktur Minarak Andi Darussalam Tabusala saat hearing dengan Pansus Lumpur dan perwakilan korban lumpur yang masuk peta terdampak sesuai Perpres No 14 Tahun 2007.
Dana sebesar Rp400 miliar itu akan dibayarkan secara bertahap paling lambat akhir Juni sampai Desember 2012. Sedangkan untuk korban lumpur yang tagihannya di atas Rp500 miliar masih akan dicarikan alternatif penyelesaiannya.
Sejauh ini sebanyak 13.2032 berkas warga yang menjadi tanggung jawab Lapindo sudah dibayar 20 persen mencapai 94 persen dan yang sudah mendapat pembayaran 80 persen sebanyak 75 persen. Dari 13.237 berkas, sudah 99,38 persen yang menerima pembayaran uang muka 20 persen. Sedangkan pembayaran 80 persen sisanya, sudah dilakukan terhadap 8.979 berkas.
Lapindo sebenarnya sanggup menyelesaian pelunasan pembayaran akhir Desember 2012, dari total pembayaran Rp3,9 triliun dan yang terbayar Rp2,8 triliun masih kurang Rp1,1 triliun. Pemerintah kemudian mendesak agar Lapindo menyelesaikan pembayaran paling lambat Juni 2012.
Karena tidak ada dana segar, Lapindo melalui salah satu anak perusahaannya PT Mutiara Masyhur Sejahtera (MMS) mengajukan kredit ke Bank Jatim sebesar Rp 1 trilun. Namun, pengajuan kredit itu ditolak.
Karena desakan korban lumpur agar pembayaran segera dilunasi, keluarga Bakrie menghitung dulu berapa aset keluarga Bakrie, baik di dalam maupun luar negeri. Aset-aset itulah yang bakal dijual untuk membayar pelunasan. Ternyata, kini keluarga Bakri melalui Minarak baru sanggup menyediakan dana Rp400 miliar.
"Kita mendesak agar pemerintah memberi dana talangan kekurangan pembayaran itu," ujar Koordinator korban lumpur asal Renokenongo, Yudho Wintoko, Minggu (29/4/2012).
Dengan adanya dana talangan dari pemerintah, pelunasan bisa segera dilakukan. Sebab, saat ini Minarak baru mampu membayar pelunasan bagi korban lumpur yang tagihan pembayarannya di bawah Rp500 juta.
Korban lumpur masih menunggu pertemuan dengan Nirwan Bakrie yang akan digelar Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo, 2 Mei mendatang. Diharapkan dalam pertemuan itu, Nirwan bisa memberikan solusi dengan menambah anggaran untuk pelunasan pembayaran korban lumpur.
"Jika Minarak tidak bisa melunasi dalam waktu dekat, kita akan desak pemerintah untuk memberi dana talangan," tandas Wintoko.
Meski Minarak sudah sanggup menyediakan dana sebesar Rp400 miliar namun belum memuaskan korban lumpur yang masuk peta terdampak sesuai Perpres 14 Tahun 2007.
Pasalnya, pembayaran itu hanya untuk korban lumpur yang tagihannya dibawah Rp 500 juta. Itupun, pembayarannya akan dilakukan mulai Juni sampai Desember 2012.
Sedangkan untuk pembayaran dengan tagihan di atas Rp500 juta, Minarak belum menyediakan dana bahkan sampai saat ini belum ada keputusan karena masih menunggu kedatangan Nirwan Bakrie ke Sidoarjo. Jika belum ada keputusan terkait pelunasan, korban lumpur akan menggelar aksi demo.
Bahkan, sampai saat ini korban lumpur masih bertahan di tanggul titik 25, Desa Jatirejo, menunggu tanggal 2 Mei saat Nirwan Bakrie datang ke Sidoarjo. "Kalau tidak ada keputusan pelunasan keseluruhan, kami akan menggelar demo mendesak pemerintah ikut memberi dana talangan," ujar Sunarto, juga perwakilan korban lumpur.
Anggota Pansus Lumpur Mundzir Dwi Ilmiawan mengatakan, jika Minarak hanya membayar jual beli aset lumpur yang nilainya di bawah Rp500 juta, dikhawatirkan menimbulkan kecemburuan. Sebab, sama-sama korban lumpur tapi diperlakukan tidak sama.
"Pansus berharap dalam pertemuan dengan Nirwan Bakrie nanti ada solusi," ungkapnya.
Sekedar diketahui, Minarak hanya mampu menyediakam dana sebesar Rp400 miliar untuk membayar jual beli aset korban lumpur. Dana sebesar itu akan diprioritaskan pembayaran korban lumpur yang tagihannya di bawah Rp500 juta.
Kesanggupan Minarak selaku anak perusahaan Lapindo yang bertugas membayar jual beli aset korban lumpur tersebut disampaikan Direktur Minarak Andi Darussalam Tabusala saat hearing dengan Pansus Lumpur dan perwakilan korban lumpur yang masuk peta terdampak sesuai Perpres No 14 Tahun 2007.
Dana sebesar Rp400 miliar itu akan dibayarkan secara bertahap paling lambat akhir Juni sampai Desember 2012. Sedangkan untuk korban lumpur yang tagihannya di atas Rp500 miliar masih akan dicarikan alternatif penyelesaiannya.
Sejauh ini sebanyak 13.2032 berkas warga yang menjadi tanggung jawab Lapindo sudah dibayar 20 persen mencapai 94 persen dan yang sudah mendapat pembayaran 80 persen sebanyak 75 persen. Dari 13.237 berkas, sudah 99,38 persen yang menerima pembayaran uang muka 20 persen. Sedangkan pembayaran 80 persen sisanya, sudah dilakukan terhadap 8.979 berkas.
Lapindo sebenarnya sanggup menyelesaian pelunasan pembayaran akhir Desember 2012, dari total pembayaran Rp3,9 triliun dan yang terbayar Rp2,8 triliun masih kurang Rp1,1 triliun. Pemerintah kemudian mendesak agar Lapindo menyelesaikan pembayaran paling lambat Juni 2012.
Karena tidak ada dana segar, Lapindo melalui salah satu anak perusahaannya PT Mutiara Masyhur Sejahtera (MMS) mengajukan kredit ke Bank Jatim sebesar Rp 1 trilun. Namun, pengajuan kredit itu ditolak.
Karena desakan korban lumpur agar pembayaran segera dilunasi, keluarga Bakrie menghitung dulu berapa aset keluarga Bakrie, baik di dalam maupun luar negeri. Aset-aset itulah yang bakal dijual untuk membayar pelunasan. Ternyata, kini keluarga Bakri melalui Minarak baru sanggup menyediakan dana Rp400 miliar.
()