BKKBN target peserta baru KB 7 juta orang
A
A
A
Sindonews.com – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Sugiri Syarief menegaskan pertumbuhan penduduk harus dikendalikan, mengingat kualitas penduduk Indonesia saat ini masih relatif rendah dibanding negara-negara lain. Hal itu bisa dilihat dari sisi kesehatan, pendidikan maupun ekonomi, kendati pun telah banyak kemajuan yang telah dicapai.
Menurutnya, indeks pembangunan manusia (IPM) pada tahun ini belum terlalu menggembirakan karena masih pada angka 0,617, sehingga Indonesia menempati rangking ke 124 dari 187 negara.
“Kenaikan IPM Indonesia masih jauh di bawah kenaikan IPM Negara-negara Asia Pasifik, bahkan bila dibandingkan dengan Negara-negara di kawasan ASEAN Indonesia hanya unggul dari Negara Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Laos,” katanya, Senin (5/3/2012).
Sementara penduduk adalah modal dasar pembangunan dan menjadi titik sentral dalam mewujudkan pembangunan secara berhasil dan berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan dengan pertumbuhan yang cepat akan memperlambat tercapainya tujuan pembangunan.
Sebaliknya, keberhasilan dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk dan mengembangkan kualitas dan keluarga akan memperbaiki segala segi pembangunan dan mempercepat terwujudnya masyarakat yang sejahtera dan mandiri.
Sugiri mengemukakan, kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas SDM dan bukan oleh melimpahnya sumber daya alam. Sumber alam yang melimpah sangat menguntungkan, tetapi tidak cukup untuk membuat kita maju.
Negara-negara maju saat ini pada umumnya tidak mempunyai SDA yang memadai tapi mempunyai SDM yang tangguh. Sebaliknya, banyak negara berkembang mempunyai SDA yang melimpah, tapi tanpa diimbangi dengan SDM yang baik, tetap tertinggal dari negara-negara yang sudah berkembang.
Di samping program pendidikan dan kesehatan, program KB mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan SDM yang handal di masa depan. ”Secara mikro, KB bertujuan untuk membantu keluarga dan individu untuk mewujudkan keluarga-keluarga yang berkualitas, sejahtera dan mandiri,” paparnya.
Namun lanjutnya, patut dicatat masalah kependudukan di Indonesia tidak semata-mata berkaitan dengan masalah kuantitas. Tetapi juga berkaitan dengan masalah kualitas.
“Amerika Serikat mempunyai jumlah penduduk lebih banyak dari kita, tapi kualitas penduduknya lebih baik. Jumlah yang besar dengan kualitas yang baik sebenarnya merupakan aset bagi pembangunan,” katanya.
Sementara dari perkembangannya, BKKBN selama beberapa tahun terakhir sudah melakukan yang terbaik dalam upaya menekan angka pertumbuhan penduduk di negeri ini, meski pada kenyataannya berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000 diproyeksi jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 akan menjadi sekitar 234 juta jiwa. Namun hal itu meleset karena justru menunjukkan angka sekitar 238 juta jiwa atau meleset sekitar 4 juta jiwa.
“Jadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, antara tahun 2000-2010, penduduk Indonesia telah bertambah sekitar 33 juta jiwa. Ini tentu bukan jumlah yang sedikit, karena dapat dipastikan penduduk Indonesia saat ini telah berjumlah sekitar 240 juta jiwa,” papar Sugiri.
Namun berkat upaya yang dilakukan BKKBN bersama jajarannya di seluruh daerah menunjukkan hasil yang memuaskan.
Kepala Biro Hukum Organisasi dan Humas BKKBN Sugilar mengaku, dari data yang ada, dari jumlah penduduk Indonesia yang tercatat sebagai pasangan usia subur sebanyak 44.970.550 juta jiwa masyarakat mulai sadar akan pentingnya ber-KB yakni mencapai 61,2 persen atau sekitar 28 juta jiwa.
"Dari jumlah penduduk Indonesia yang menjadi peserta hanya 44 juta lebih yang menjadi peserta aktif KB," ujarnya di Makassar, akhir pekan kemarin.
Dia berharap, angka tersebut semakin mengalami peningkatan sehingga tugas BKKBN dalam menekan angka penduduk bisa terlaksana dengan baik. Sugilar mengaku, pihaknya menargetkan pada tahun ini bisa meningkatkan niat masyarakat untuk ber-KB hingga mencapai 6-7 juta jiwa. “Makanya kami terus menggenjot program ini,” katanya.
Kendati demikian, pihaknya selalu mendapatkan kendala dalam memperkenalkan program itu kepada masyarakat apalagi mereka yang berada di wilayah terpencil dan kurang pendidikan. “Itu salah satu kendala, memberikan pemahaman agar mereka mau ber-KB,” tutur dia.
Namun yang paling sulit adalah, jika ada satu keluarga yang sudah memiliki banyak anak dan tidak mau menjadi peserta KB, sehingga pihaknya harus memberikan pelatihan agar mau menjadi peserta. Menurutnya, yang kadang menghambat itu jika para suami tidak mau istrinya ikur ber-KB.
“Meski begitu, kami optimistis apa yang ditargetkan bisa tercapai dengan melihat kondisi saat ini,” katanya.
Sugilar menyebutkan, kasus seperti itu yang menjadi sasaran utama BKKBN untuk senantiasa memberikan pemahaman kepada mereka yang telah punya banyak anak tetapi tidak mau, beberapa alasan mereka adalah karena dilarang suami, kedua karena biaya amahal, dan keinginan punya anak.
Informasi yang dihimpun, salah satu daerah yang paling sulit menerima program tersebut adalah masyarakat di Kabupaten Kepulauan Aru Provinsi Maluku, selain karena kondisi geografis yang sulit dijangkau, masyarakatnya juga masih sulit memahami program tersebut.
Kepala SKPD-KB Kepulauan Aru Maluku Potty Latumahina mengakui, dari sekian daerah yang ada Aru memiliki tingkat kesulitan dalam menerapkan program itu karena kurangnya pendidikan sehingga perlu memberikan pemahaman ekstra kepada masyarakat setempat.
“Dari 11 kabupaten yang ada Kepulauan Aru yang paling sulit itu disebabkan masyarakatnya dan perlu pemahaman lebih, sementara untuk menjangkau daerah itu harus menggunakan speedboat karena berada pulau terluar, anggarannya pun tidak sedikit, dalam sekali melakukan sosialisasi ke daerah-daerah sekitar sewa transportasi mencapai Rp10 juta-an,” ujarnya di sela acara sosialisasi DAK-BKKBN di Makassar, baru-baru ini.
Tahun ini, BKKBN mengalokasikan dana bantuan kepada 437 kabupaten/kota sebesar Rp392 miliar, bantuan tersebut diharapkan mampu memaksimalkan percepatan pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) di tiap daerah. Kendati demikian, tidak semua daerah akan mendapatkan dana tersebut.
Kepala BKKBN Sugiri Syarief menegaskan, tidak semua daerah akan mendapatkan dana tersebut dan akan melihat bagaimana upaya pemerintah daerah dalam menyukseskan program itu. Menurutnya, secara piskal jika daerah lebih tinggi dari nasional maka daerah bersangkutan tidak akan mendapatkan DAK tersebut.
“Tetapi, bisa saja satu provinsi itu semua daerah dapat seperti NTT dan NTB semua dapat. Sulsel dan Sulteng ada yang tidak dapat, DAK itu sebenarnya berniat untuk membantu daerah agar program KB-nya berjalan baik, tapi nantinya diupayakan nanti daerah bisa mandiri,” paparnya.
Menurutnya, indeks pembangunan manusia (IPM) pada tahun ini belum terlalu menggembirakan karena masih pada angka 0,617, sehingga Indonesia menempati rangking ke 124 dari 187 negara.
“Kenaikan IPM Indonesia masih jauh di bawah kenaikan IPM Negara-negara Asia Pasifik, bahkan bila dibandingkan dengan Negara-negara di kawasan ASEAN Indonesia hanya unggul dari Negara Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Laos,” katanya, Senin (5/3/2012).
Sementara penduduk adalah modal dasar pembangunan dan menjadi titik sentral dalam mewujudkan pembangunan secara berhasil dan berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan dengan pertumbuhan yang cepat akan memperlambat tercapainya tujuan pembangunan.
Sebaliknya, keberhasilan dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk dan mengembangkan kualitas dan keluarga akan memperbaiki segala segi pembangunan dan mempercepat terwujudnya masyarakat yang sejahtera dan mandiri.
Sugiri mengemukakan, kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas SDM dan bukan oleh melimpahnya sumber daya alam. Sumber alam yang melimpah sangat menguntungkan, tetapi tidak cukup untuk membuat kita maju.
Negara-negara maju saat ini pada umumnya tidak mempunyai SDA yang memadai tapi mempunyai SDM yang tangguh. Sebaliknya, banyak negara berkembang mempunyai SDA yang melimpah, tapi tanpa diimbangi dengan SDM yang baik, tetap tertinggal dari negara-negara yang sudah berkembang.
Di samping program pendidikan dan kesehatan, program KB mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan SDM yang handal di masa depan. ”Secara mikro, KB bertujuan untuk membantu keluarga dan individu untuk mewujudkan keluarga-keluarga yang berkualitas, sejahtera dan mandiri,” paparnya.
Namun lanjutnya, patut dicatat masalah kependudukan di Indonesia tidak semata-mata berkaitan dengan masalah kuantitas. Tetapi juga berkaitan dengan masalah kualitas.
“Amerika Serikat mempunyai jumlah penduduk lebih banyak dari kita, tapi kualitas penduduknya lebih baik. Jumlah yang besar dengan kualitas yang baik sebenarnya merupakan aset bagi pembangunan,” katanya.
Sementara dari perkembangannya, BKKBN selama beberapa tahun terakhir sudah melakukan yang terbaik dalam upaya menekan angka pertumbuhan penduduk di negeri ini, meski pada kenyataannya berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000 diproyeksi jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 akan menjadi sekitar 234 juta jiwa. Namun hal itu meleset karena justru menunjukkan angka sekitar 238 juta jiwa atau meleset sekitar 4 juta jiwa.
“Jadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, antara tahun 2000-2010, penduduk Indonesia telah bertambah sekitar 33 juta jiwa. Ini tentu bukan jumlah yang sedikit, karena dapat dipastikan penduduk Indonesia saat ini telah berjumlah sekitar 240 juta jiwa,” papar Sugiri.
Namun berkat upaya yang dilakukan BKKBN bersama jajarannya di seluruh daerah menunjukkan hasil yang memuaskan.
Kepala Biro Hukum Organisasi dan Humas BKKBN Sugilar mengaku, dari data yang ada, dari jumlah penduduk Indonesia yang tercatat sebagai pasangan usia subur sebanyak 44.970.550 juta jiwa masyarakat mulai sadar akan pentingnya ber-KB yakni mencapai 61,2 persen atau sekitar 28 juta jiwa.
"Dari jumlah penduduk Indonesia yang menjadi peserta hanya 44 juta lebih yang menjadi peserta aktif KB," ujarnya di Makassar, akhir pekan kemarin.
Dia berharap, angka tersebut semakin mengalami peningkatan sehingga tugas BKKBN dalam menekan angka penduduk bisa terlaksana dengan baik. Sugilar mengaku, pihaknya menargetkan pada tahun ini bisa meningkatkan niat masyarakat untuk ber-KB hingga mencapai 6-7 juta jiwa. “Makanya kami terus menggenjot program ini,” katanya.
Kendati demikian, pihaknya selalu mendapatkan kendala dalam memperkenalkan program itu kepada masyarakat apalagi mereka yang berada di wilayah terpencil dan kurang pendidikan. “Itu salah satu kendala, memberikan pemahaman agar mereka mau ber-KB,” tutur dia.
Namun yang paling sulit adalah, jika ada satu keluarga yang sudah memiliki banyak anak dan tidak mau menjadi peserta KB, sehingga pihaknya harus memberikan pelatihan agar mau menjadi peserta. Menurutnya, yang kadang menghambat itu jika para suami tidak mau istrinya ikur ber-KB.
“Meski begitu, kami optimistis apa yang ditargetkan bisa tercapai dengan melihat kondisi saat ini,” katanya.
Sugilar menyebutkan, kasus seperti itu yang menjadi sasaran utama BKKBN untuk senantiasa memberikan pemahaman kepada mereka yang telah punya banyak anak tetapi tidak mau, beberapa alasan mereka adalah karena dilarang suami, kedua karena biaya amahal, dan keinginan punya anak.
Informasi yang dihimpun, salah satu daerah yang paling sulit menerima program tersebut adalah masyarakat di Kabupaten Kepulauan Aru Provinsi Maluku, selain karena kondisi geografis yang sulit dijangkau, masyarakatnya juga masih sulit memahami program tersebut.
Kepala SKPD-KB Kepulauan Aru Maluku Potty Latumahina mengakui, dari sekian daerah yang ada Aru memiliki tingkat kesulitan dalam menerapkan program itu karena kurangnya pendidikan sehingga perlu memberikan pemahaman ekstra kepada masyarakat setempat.
“Dari 11 kabupaten yang ada Kepulauan Aru yang paling sulit itu disebabkan masyarakatnya dan perlu pemahaman lebih, sementara untuk menjangkau daerah itu harus menggunakan speedboat karena berada pulau terluar, anggarannya pun tidak sedikit, dalam sekali melakukan sosialisasi ke daerah-daerah sekitar sewa transportasi mencapai Rp10 juta-an,” ujarnya di sela acara sosialisasi DAK-BKKBN di Makassar, baru-baru ini.
Tahun ini, BKKBN mengalokasikan dana bantuan kepada 437 kabupaten/kota sebesar Rp392 miliar, bantuan tersebut diharapkan mampu memaksimalkan percepatan pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) di tiap daerah. Kendati demikian, tidak semua daerah akan mendapatkan dana tersebut.
Kepala BKKBN Sugiri Syarief menegaskan, tidak semua daerah akan mendapatkan dana tersebut dan akan melihat bagaimana upaya pemerintah daerah dalam menyukseskan program itu. Menurutnya, secara piskal jika daerah lebih tinggi dari nasional maka daerah bersangkutan tidak akan mendapatkan DAK tersebut.
“Tetapi, bisa saja satu provinsi itu semua daerah dapat seperti NTT dan NTB semua dapat. Sulsel dan Sulteng ada yang tidak dapat, DAK itu sebenarnya berniat untuk membantu daerah agar program KB-nya berjalan baik, tapi nantinya diupayakan nanti daerah bisa mandiri,” paparnya.
()