Sulbar bentuk tim terpadu tuntaskan tapal batas

Kamis, 23 Februari 2012 - 17:19 WIB
Sulbar bentuk tim terpadu tuntaskan tapal batas
Sulbar bentuk tim terpadu tuntaskan tapal batas
A A A
Sindonews.com - Pemprov Sulbar membentuk tim terpadu untuk menyelesaikan secara khusus masalah sengketa tapal batas yang diwarnai dengan saling klaim pulau.

Belum juga selesai sengketa tapal batas Sulbar dengan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), kini muncul sengketa baru. Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) mengklaim Pulau Lere-Lerekang sebagai bagian dari wilayah administratifnya.

Keputusan itu diambil usai rapat koordinasi antara Pemprov Kalsel, Kaltim dan Sulbar di ruang pola Kantor Gubernur SulbarKamis (23/2/2012). Sayangnya Pemprov Kaltim dan Kalsel tidak hadir dan diwakilkan oleh Kapolda Kalsel Brigjen Syafruddin Kambo.

"Batas administrasi pemerintahann Sulbar dengan Kalsel adalah pascaditetapkannya Permendagri Nomor 43/2011. Berkaitan dengan penetapan tersebut, Pemprov Kalsel mengajukan gugatan uji materiil ke Mahkamah Agung (MA). Batas wilayah Sulbar juga masih terjadi upaya inskonstitusional terhadap Pulau Salisingan di gugusan Pulau Balabalakang yang telah lama masuk wilayah Kabupaten Mamuju," tutur Gubernur Sulbar, Anwar Adnan Saleh mengawali pernyataan sikap Sulbar terhadap sengketa tapal batas ini.

Sejak 2009, Kepulauan Balabalakang telah menjadi salah satu kecamatan di Kabupaten Mamuju. Disebutkan Anwar, keputusan ini sudah melalui proses persetujuan dari Kemendagri.

Anwar juga mengungkapkan data dan fakta status Pulau Lere-Lerekang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29/1959. Antara lain menyebutkan bahwa bagian daerah Mandar tersebut meliputi bekas Swapraja Majene, Pamboang, Sendana, Mamuju, Tapalang, Balanipa, Binuang, Onderafdeling Polewali dan Mamasa menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II Majene, Kabupaten Daerah Tingkat II Mamuju dan Kabupaten Daerah Tingkat II Polewali Mamasa (Polmas).

Sedang Undang-Undang nomor 26/2004 tentang pembentukan Sulbar pada pasal 3 menyebutkan, Provinsi Sulawesi Barat berasal dari sebagian wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Yang terdiri dari lima kabupaten, yakni Polewali Mandar (Polman), Majene, Mamuju, Mamuju Utara (Matra), dan Mamasa.

"Pada peta Lingkungan Laut Nasional (LLN) 20 edisi tahun 1992 pun menyebutkan bahwa batas wilayah laut Sulsel yang menunjuk Pulau Lere-Lerekang atau dulu orang Sulsel menyebutnya Pulau Lari-Lariang merupakan wilayah administrasi Sulsel. Itu sebelum pemekaran menjadi Sulbar," katanya.

Berita acara rapat pembinaan dan pembakuan nama pulau di Sulbar pada 6 Juni 2008 juga menyebutkan bahwa 40 pulau di wilayah Sulbar itu termasuk Pulau Lere-Lerekang yang merupakan wilayah administrasi Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene. Rapat itu dihadiri oleh tim nasional pembakuan nama Rupabumi, Pemprov Sulbar, Pemkab se-Sulbar, para camat dan desa yang memiliki pulau di wilayahnya.

Lebih jauh Anwar mengungkapkan data dan fakta kepemilikan Sulbar terhadap Pulau Lere-Lerekang itu. Disebutkan, berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan kerja sama Pemprov Sulbar dengan Pusat Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Pulau Lere-Lerekang terletak pada titik koordinat 03.30.36 Lintang Selatan dan 117.27.27 Bujur Timur.

Koordinat itu sudah diteliti LAPAN dan menemukan bahwa titik koordinat itu tidak pernah diklaim menjadi bagian wilayah administrasi pemerintahan lain. Dan ditegaskan, koordinat itu masuk wilayah Kabupaten Majene.

"Itu melalui Nota Kesepahaman antara Pemprov Sulbar dengan LAPAN pada 11 Oktober 2010, melalui Citra Satelit Landsat 7 Path/Row 116/62. Bahan data itu sudah disampaikan ke Kemendagri pada tanggal 3 Maret 2011 dan tanggal 17 Oktober 2011 di ruang kerja Dirjen Pemerintahan Umum. Pertemuan terakhir itu dihadiri Pemprov Kalsel dan Pemkab Kota Baru. Dari situlah terbit Permendagri Nomor 43/2011," rinci Anwar.

Anwar mengkritik Kalsel dan Kaltim yang baru sekarang menggugat pulau-pulau milik Sulbar. Disinyalir kedua provinsi itu mengklaim karena baru mengetahui potensi besar yang berada di pulau-pulau itu.

"Malah Kaltim mengajukan surat pernyataan kepemilikan dengan melampirkan sejumlah tandatangan warga Balabalakang yang ingin pindah ke Kaltim. Setelah dianalisa, ternyata tidak benar. Terkait ini kami akan membuat surat balasan," tegasnya.

Terkait Pulau Balabalakang, lanjut Anwar, yang dipermasalahkan Kaltim sebenarnya adalah batas pengelolaan ekonomi sepanjang 3 mil laut untuk Pemkab/Pemkot dan 12 mil laut wilayah Pemprov yang belum dapat dikelola secara optimal. Diakui, Sulbar memiliki keterbatasan memberikan dukungan sarana dan prasarana. Namun pemerintah tetap berupaya keras untuk memenuhinya.

Keterangan itu diperkuat oleh Bupati Mamuju, Suhardi Duka. Ditegaskan, di Pulau Lere-Lerekang dan gugusan Pulau Balabalakang hanya ada dua bahasa daerah. Yakni Mandar dan Mamuju. Fakta ini sudah cukup membuktikan bahwa kawasan itu milik Sulbar.

Demikian juga Kepala Desa Balabalakang, Muh. Albar, seorang nelayan asal Kecamatan Sendana, Kasing (80) yang sebelum Indonesia merdeka sudah mencari ikan di Pulau Lere-Lerekang. Keduanya mengungkapkan fakta histori daerah masing-masing.

"Saya baru tahu kalau ternyata pulau itu bernama Lere-Lerekang. Dulunya kami menyebut Gusung dan orang Makassar menyebutnya Lari-Lariang karena pulaunya tenggelam kalau air laut sedang naik. Disana dulu tidak ada penduduknya. Kalau ada, kami lah yang menempati. Orang Kalimantan memang ada, tapi hanya membeli ikan hasil tangkapan kami," kata kasing dengan logat Mandar yang kental.

Brigjen Syafruddin Kambo mengatakan, pihaknya berupaya berada di posisi tengah. Sekalipun warga asli Majene ini menjabat sebagai Kapolda Kalsel. Diungkapkan, beberapa waktu lalu memang terjadi aksi di Kota Baru yang meminta bupatinya memutuskan bahwa Pulau Lere-Lerekang adalah milik daerahnya.

"Ada dilematis memang. Di satu sisi dia didemo ratusan warganya. Tapi disisi lain saat di rumah, dia dimarahi istrinya. Sekadar diketahui, di Kalsel dan Kaltim sangat banyak warga Mandar," kelakarnya.

Disebutkan, ada indikasi yang mendasari munculnya masalah ini. Yakni, pengelolaan wilayah yang tidak baik dan ketidakjujuran. Keduanya memang perlu dibuktikan.

Namun yang terpenting, tandasnya, adalah menjaga keutuhan NKRI. Sebab, sengketa itu masih berada di wilayah Indonesia. Kasusnya berbeda dengan pencaplokan sejumlah pulau yang dilakukan negara lain.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.2078 seconds (0.1#10.140)