Sekeluarga tinggal di rumah kandang
A
A
A
Sindonews.com - Kemiskinan masih mendera republik ini. Satu keluarga di Mandailing Natal, Sumatera Utara, terpaksa tinggal di gubuk reot beratap plastik terpal, berdinding bambu dilapisi kertas semen.
Kondisi ini terjadi setelah ayah sekaligus tulang punggung keluarga ini meninggal dunia beberapa tahun lalu. Rumah dari bambu berukuran tak lebih beberapa meter persegi yang pantas disebut kandang ini harus ditinggali lima orang dalam satu keluarga di Desa Bangun Purba, Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Di dalam rumah kondisinya lebih parah lagi, atap rumah terbuat dari terpal plastik sementara dinding dan lantai rumah dari bambu yang dilapisi kertas semen. Rumah ini terpaksa dihuni oleh Umi Kalsum bersama 4 anaknya.
Umi mengaku tak mampu mencari rumah yang layak bagi keluarganya, karena pekerjaannya dan dua anak perempuannya yang sudah beranjak remaja hanya sebagai buruh tani berpenghasilan tak lebih dari Rp20 ribu se hari.
Sementara seorang anak laki laki Umi tak bisa mencari nafkah karena menderita cacat mental dan tak mampu berbicara. Kebasahaan jika diguyur hujan dan kepanasan jika terik matahari harus dialami keluarga ini hampir setiap saat. Bahkan seluruh anak Umi Kalsum tak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang SMA karena tak memiliki biaya.
Ketua RT setempat, Irsan Batubara mengakui sekitar 10 persen warga di lingkungannya hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan cenderung melarat karena tak memiliki tempat tinggal yang layak dan makan serba pas pasan.
"Bantuan dari kecamatan setempat yang selama ini diterima warga miskin hanya sebatas beras miskin-raskin. Hal itu tak mampu membuat kehidupan warga melarat ini berubah," terang Irsan, Senin (13/2/2012).
Ya, masih banyak warga di negeri ini yang membutuhkan tempat tinggal yang harusnya lebih layak. Pemerintah semestinya jeli, bantuan yang selama ini disalurkan ternyata tak mengubah hidup warga seperti Umi Kalsum.
Warga sebetulnya membutuhkan pekerjaan dan pendapatan yang layak agar mereka bisa hidup lebih mapan dan tak seperti nasib yang dialami Umi Kalsum ini.
Kondisi ini terjadi setelah ayah sekaligus tulang punggung keluarga ini meninggal dunia beberapa tahun lalu. Rumah dari bambu berukuran tak lebih beberapa meter persegi yang pantas disebut kandang ini harus ditinggali lima orang dalam satu keluarga di Desa Bangun Purba, Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Di dalam rumah kondisinya lebih parah lagi, atap rumah terbuat dari terpal plastik sementara dinding dan lantai rumah dari bambu yang dilapisi kertas semen. Rumah ini terpaksa dihuni oleh Umi Kalsum bersama 4 anaknya.
Umi mengaku tak mampu mencari rumah yang layak bagi keluarganya, karena pekerjaannya dan dua anak perempuannya yang sudah beranjak remaja hanya sebagai buruh tani berpenghasilan tak lebih dari Rp20 ribu se hari.
Sementara seorang anak laki laki Umi tak bisa mencari nafkah karena menderita cacat mental dan tak mampu berbicara. Kebasahaan jika diguyur hujan dan kepanasan jika terik matahari harus dialami keluarga ini hampir setiap saat. Bahkan seluruh anak Umi Kalsum tak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang SMA karena tak memiliki biaya.
Ketua RT setempat, Irsan Batubara mengakui sekitar 10 persen warga di lingkungannya hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan cenderung melarat karena tak memiliki tempat tinggal yang layak dan makan serba pas pasan.
"Bantuan dari kecamatan setempat yang selama ini diterima warga miskin hanya sebatas beras miskin-raskin. Hal itu tak mampu membuat kehidupan warga melarat ini berubah," terang Irsan, Senin (13/2/2012).
Ya, masih banyak warga di negeri ini yang membutuhkan tempat tinggal yang harusnya lebih layak. Pemerintah semestinya jeli, bantuan yang selama ini disalurkan ternyata tak mengubah hidup warga seperti Umi Kalsum.
Warga sebetulnya membutuhkan pekerjaan dan pendapatan yang layak agar mereka bisa hidup lebih mapan dan tak seperti nasib yang dialami Umi Kalsum ini.
()