Kebocoran air Tirtanadi parah
A
A
A
Sindonews.com - Komisi C DPRD Sumatera Utara (Sumut) menyoroti meningkatnya secara drastis kehilangan (loses) air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi dari 12% pada 2004 menjadi 27% sekarang ini.
Menurut Ketua Komisi C DPRD Sumut Marasal Hutasoit, peningkatan loses air ini sangat luar biasa.Angka 12% didapatnya dari anggota Komisi C Hidayatullah yang sudah berulang kali mengikuti rapat dengar pendapat dengan PDAM Tirtanadi.
“Lantas kenapa bisa bertambah. Ini sangat besar.Sudah berapa potensi pendapatan yang hilang begitu saja. Kami minta manajemen PDAM Tirtanadi memperbaiki ini.Sumber daya manusia di PDAM Tirtanadi harus bertanggungjawab untuk mengurangi kebocoran ini,” katanya dalam rapat kerja Komisi C dengan manajemen PDAM Tirtanadi di Gedung Dewan,kemarin.
Sebelumnya, direksi Tirtanadi menyebutkan kebocoran disebabkan faktor teknis,seperti jaringan air yang tidak dalam kondisi baik dan nonteknis, yakni pencurian air. Penanganan masalah kebocoran air ini dinilai sangat penting karena awal tahun ini Tirtanadi berencana menaikkan tarif air yang mereka jual ke pelanggan. Alasan kenaikan tarif ini untuk memenuhi saran dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Direktur Utama PDAM Tirtanadi Azzam Rizal mengatakan, mereka memiliki kendala terkait tarif air ini. Sesuai temuan BPK atas audit semester I 2011,Tirtanadi belum menerapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 23/ 2006 tentang Pedoman Teknis Pengaturan Tarif Air Minum pada PDAM. Tirtanadi belum memenuhi unsur full cost recovery dan belum melakukan pengelompokan dua blok golongan tarif.
“Jadi, ongkos produksi belum menutup harga jual.Untuk produksi kami membutuhkan sekitar Rp2.400/m3, sementara tarif yang dikenakan untuk masyarakat Rp2.200/m3. Kami berencana menyesuaikan tarif itu di titik Rp2.700/ m3,” papar Azzam.
Azzam menyebutkan, penyesuaian ini dilakukan agar PDAM Tirtanadi tidak merugi terus dari sisi harga air. Meskipun dari sisi non-air, Tirtanadi tetap untung. Jadi, permendagri itu mengarahkan agar harga jual bisa menutupi biaya produksi.“Sudah enam tahun tarif tidak naik. Kami pun sadar banyak yang harus diperbaiki lebih dulu,sebelum penyesuaian tarif itu dilakukan,” bebernya.
Marasal mengatakan, rencana penyesuaian tarif ini bisa dimaklumi. Sebab, tidak mungkin perusahaan terus menerus menjual air di bawah biaya produksi. Dia mengingatkan agar keuntungan atau penyesuaian tarif yang direncanakan ini untuk menyenangkan direksi dan karyawan Tirtanadi.
Menurut dia, ada penilaian bahwa struktur PDAM Tirtanadi itu gemuk di tengah. Penyesuaian tarif ini memang menjadi dilema karena pelanggan akan mengeluarkan biaya yang lebih besar lagi,yakni sekitar Rp500/m3.
“Bisa muncul penolakan,tapi perusahaan butuh cost. Kami akan berupaya agar kenaikan itu tidak dilakukan secara bertahap sehingga masyarakat tidak langsung diberatkan dengan penyesuaian tarif tersebut,” ujarnya.
Menurut Ketua Komisi C DPRD Sumut Marasal Hutasoit, peningkatan loses air ini sangat luar biasa.Angka 12% didapatnya dari anggota Komisi C Hidayatullah yang sudah berulang kali mengikuti rapat dengar pendapat dengan PDAM Tirtanadi.
“Lantas kenapa bisa bertambah. Ini sangat besar.Sudah berapa potensi pendapatan yang hilang begitu saja. Kami minta manajemen PDAM Tirtanadi memperbaiki ini.Sumber daya manusia di PDAM Tirtanadi harus bertanggungjawab untuk mengurangi kebocoran ini,” katanya dalam rapat kerja Komisi C dengan manajemen PDAM Tirtanadi di Gedung Dewan,kemarin.
Sebelumnya, direksi Tirtanadi menyebutkan kebocoran disebabkan faktor teknis,seperti jaringan air yang tidak dalam kondisi baik dan nonteknis, yakni pencurian air. Penanganan masalah kebocoran air ini dinilai sangat penting karena awal tahun ini Tirtanadi berencana menaikkan tarif air yang mereka jual ke pelanggan. Alasan kenaikan tarif ini untuk memenuhi saran dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Direktur Utama PDAM Tirtanadi Azzam Rizal mengatakan, mereka memiliki kendala terkait tarif air ini. Sesuai temuan BPK atas audit semester I 2011,Tirtanadi belum menerapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 23/ 2006 tentang Pedoman Teknis Pengaturan Tarif Air Minum pada PDAM. Tirtanadi belum memenuhi unsur full cost recovery dan belum melakukan pengelompokan dua blok golongan tarif.
“Jadi, ongkos produksi belum menutup harga jual.Untuk produksi kami membutuhkan sekitar Rp2.400/m3, sementara tarif yang dikenakan untuk masyarakat Rp2.200/m3. Kami berencana menyesuaikan tarif itu di titik Rp2.700/ m3,” papar Azzam.
Azzam menyebutkan, penyesuaian ini dilakukan agar PDAM Tirtanadi tidak merugi terus dari sisi harga air. Meskipun dari sisi non-air, Tirtanadi tetap untung. Jadi, permendagri itu mengarahkan agar harga jual bisa menutupi biaya produksi.“Sudah enam tahun tarif tidak naik. Kami pun sadar banyak yang harus diperbaiki lebih dulu,sebelum penyesuaian tarif itu dilakukan,” bebernya.
Marasal mengatakan, rencana penyesuaian tarif ini bisa dimaklumi. Sebab, tidak mungkin perusahaan terus menerus menjual air di bawah biaya produksi. Dia mengingatkan agar keuntungan atau penyesuaian tarif yang direncanakan ini untuk menyenangkan direksi dan karyawan Tirtanadi.
Menurut dia, ada penilaian bahwa struktur PDAM Tirtanadi itu gemuk di tengah. Penyesuaian tarif ini memang menjadi dilema karena pelanggan akan mengeluarkan biaya yang lebih besar lagi,yakni sekitar Rp500/m3.
“Bisa muncul penolakan,tapi perusahaan butuh cost. Kami akan berupaya agar kenaikan itu tidak dilakukan secara bertahap sehingga masyarakat tidak langsung diberatkan dengan penyesuaian tarif tersebut,” ujarnya.
()