Kasus di Gunung Kidul, Waspada dan Cegah Penyakit Antraks
A
A
A
JAKARTA - Kasus penyakit antraks yang terjadi di Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, pada 21 Mei sampai 27 Juni 2019, dan muncul lagi pada Desember 2019 lalu sampai saat ini masih menjadi perhatian pemerintah.Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Anung Sugihantono MKes mengatakan, kasus ini menjadi perhatian karena Gunung Kidul adalah lumbung ternak di Yogyakarta dan sedang dalam pengembangan pariwisata.
“Di sana juga belum ada rumah pemotongan hewan, memotongnya masih ditingkat masyarakat saja. Dan yang menjadi tradisi di sana adalah jika ada binatang yang sakit, langsung dipotong dan dikonsumsi,” ucap dr Anung.
Ia menuturkan bahwa penanganan yang dapat dilakukan apabila terjadi kasus antraks adalah tidak mengonsumsi hewan ternak yang sakit atau mati mendadak. “Hewan yang mati karena antraks harus segera dikubur dalam tanah minimal sedalam 2 meter,” ucap dr Anung.
Selain itu, daging hewan yang disembelih karena sakit tidak boleh dibagikan kepada warga, dan khusus kepada peternak sapi dan kambing untuk memvaksin hewannya.
Sementara itu, antraks merupakan penyakit yang disebabkan bakteri Bacillusanthracis yang dapat menyerang hewan dan manusia. Masa inkubasi antraks 7 hari tetapi umumnya berkisar antara 2-5 hari.
Gejala dan tanda pada antraks kulit adalah luka di kulit berwarna hitam dan mengering dikelilingi bengkak. Antraks pencernaan di antaranya demam, mual, muntah darah, nafsu makan menurun, nyeri perut, dan diare berdarah. Sementara pada antraks pernapasan, gejalanya adalah demam, batuk, dan sesak napas.
Antraks bisa ditularkan melalui udara yang mengandung spora bakteri, makanan atau daging yang terkontaminasi bakteri antraks, rumput mengandung spora bakteri antraks, produk hewan mengandung bakteri antraks, dan bahan pakan yang terkontaminasi bakteri antraks.
Pencegahan dan pengendalian antraks pada manusia bisa dengan berbagai cara, yaitu jika sakit dengan gejala antraks segera ke puskesmas atau rumah sakit, menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu boots dan sarung tangan bila kontak dengan hewan sakit atau mati, mencuci tangan setelah memegang hewan ternak sakit atau mengolah bahan hewan, tidak mengonsumsi bahan makanan asal hewan yang sakit, tidak menyembelih hewan ternak sakit, tidak membuang sembarangan bahan asal hewan ternak yang sakit atau mati. (Iman Firmansyah)
“Di sana juga belum ada rumah pemotongan hewan, memotongnya masih ditingkat masyarakat saja. Dan yang menjadi tradisi di sana adalah jika ada binatang yang sakit, langsung dipotong dan dikonsumsi,” ucap dr Anung.
Ia menuturkan bahwa penanganan yang dapat dilakukan apabila terjadi kasus antraks adalah tidak mengonsumsi hewan ternak yang sakit atau mati mendadak. “Hewan yang mati karena antraks harus segera dikubur dalam tanah minimal sedalam 2 meter,” ucap dr Anung.
Selain itu, daging hewan yang disembelih karena sakit tidak boleh dibagikan kepada warga, dan khusus kepada peternak sapi dan kambing untuk memvaksin hewannya.
Sementara itu, antraks merupakan penyakit yang disebabkan bakteri Bacillusanthracis yang dapat menyerang hewan dan manusia. Masa inkubasi antraks 7 hari tetapi umumnya berkisar antara 2-5 hari.
Gejala dan tanda pada antraks kulit adalah luka di kulit berwarna hitam dan mengering dikelilingi bengkak. Antraks pencernaan di antaranya demam, mual, muntah darah, nafsu makan menurun, nyeri perut, dan diare berdarah. Sementara pada antraks pernapasan, gejalanya adalah demam, batuk, dan sesak napas.
Antraks bisa ditularkan melalui udara yang mengandung spora bakteri, makanan atau daging yang terkontaminasi bakteri antraks, rumput mengandung spora bakteri antraks, produk hewan mengandung bakteri antraks, dan bahan pakan yang terkontaminasi bakteri antraks.
Pencegahan dan pengendalian antraks pada manusia bisa dengan berbagai cara, yaitu jika sakit dengan gejala antraks segera ke puskesmas atau rumah sakit, menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu boots dan sarung tangan bila kontak dengan hewan sakit atau mati, mencuci tangan setelah memegang hewan ternak sakit atau mengolah bahan hewan, tidak mengonsumsi bahan makanan asal hewan yang sakit, tidak menyembelih hewan ternak sakit, tidak membuang sembarangan bahan asal hewan ternak yang sakit atau mati. (Iman Firmansyah)
(ysw)