Kisah 500 Warga yang Tersandera oleh Perusuh Selama 10 Jam di Wamena
A
A
A
WAMENA - Gejolak kerusuhan terjadi di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua pada Senin 23 September 2019. Sekelompok massa perusuh melakukan aksi perusakan sekolah, membakar 50 rumah warga di Jalan Homhom, menjarah 150 kios masyarakat, merusak gedung PLN, dan membakar kantor Bupati Jayawijaya, akibat kerusakan tersebut mengalami kerugian material miliaran rupiah.
Peristiwa berdarah ini juga menyebabkan sejumlah warga dari Jawa, Sumatera, Sulawesi dan NTT yang lahir, besar dan berdomisili di Kota Wamena menjadi korban.
Selain itu berdasarkan pengamatan MNC Media terdapat 35 orang warga yang tewas dalam kerusuhan di antaranya terjebak dalam bangunan yang terbakar, sementara 65 orang lainnya menderita luka-luka parah. Korban yang tewas rata-rata mengalami luka bacok, luka bakar, tusukan dan luka akibat terkena benda tumpul.
Menurut Berlin warga pendatang yang tinggal di Wamena, sebagian warga dengan panik menyelamatkan diri ke beberapa tempat pengungsian di tengah kota seperti kantor DPRD, Polres, Kodim dan Koramil yang sudah disiapkan oleh aparat keamanan setempat dan ada juga warga yang terjebak di tengah-tengah aksi anarkistis perusuh tepatnya di wilayah pinggiran Kota Wamena (Pike).
"Sejumlah warga dari Jawa, Sumatera, Sulawesi dan NTT yang berada di pinggiran kota berjumlah 500an orang berusaha menyelamatkan diri ke tempat pengungsian yang ada di tengah kota akan tetapi saat mereka berusaha mengungsi ke arah kota mereka dihadang oleh massa perusuh yang berada di pinggir kota tersebut," kata pria berdarah Batak ini.
Massa perusuh, lanjut dia, menyandera 500an orang yang terdiri balita, anak-anak, ibu-ibu dan bapak-bapak sebagai jaminan pertukaran dengan tersangka enam orang massa perusuh yang diamankan aparat keamanan, 500an orang yang tersandera ditahan dalam Gereja Kibaid dan Honai.
Tuntutan dari massa perusuh yaitu membebaskan tersangka enam orang massa perusuh yang diamankan oleh aparat keamanan. Sekitar Pukul 12.00 WIT negosiasi dilakukan oleh dua orang negosiator perwakilan TNI/Polri yang berlangsung alot.
Pihak aparat keamanan, kata dia, tidak diizinkan masuk ke wilayah tersebut oleh massa perusuh karena sudah diblokade dan mengancam pihak aparat keamanan apabila melintasi wilayah yang di blokade tersebut maka keselamatan 500an orang yang tersandera jadi taruhannya.
"Proses penyerahan pada pukul 16.30 WIB masih saja berlangsung alot meskipun enam tersangka massa perusuh sudah dihadirkan untuk ditukarkan dengan 500 warga koban sandera. Tahap pembebasan warga tersebut belangsung dalam dua gelombang," timpalnya.
Menurut dia, gelombang pertama penyerahan sandera pukul 19.00 WIB sekitar 400 orang terdiri balita, anak-anak, ibu-ibu dan bapak- bapak yang disandera dihadirkan untuk diserahkan ke aparat keamanan.
Setelah penyerahan gelombang I selesai dilaksanakan, proses penyerahan gelombang ke dua dengan 100 warga yang masih tersandera di gereja Kibaid dan Honai dilaksanakan pada pukul 22.00 WIT.
"Situasi 10 jam tersandera oleh massa perusuh sangat mencekam sehingga banyak anak-anak, ibu-ibu yang menangis ketakutan dan banyak juga yang berdoa karena mereka tahu ajal mereka sudah di depan mata," timpalnya.
Setelah 500 warga berhasil dibebaskan, kata dia, satu persatu warga korban sandera melintasi blokade disambut haru oleh keluarga yang menunggu di seberang blokade. "Para korban sandera tersebut langsung dievakuasi untuk dibawa ke tempat pengungsian, terlihat pancaran raut muka bahagia, tangis ketakutan dan trauma yang mendalam terpancar dari raut wajah mereka," tandasnya.
Peristiwa berdarah ini juga menyebabkan sejumlah warga dari Jawa, Sumatera, Sulawesi dan NTT yang lahir, besar dan berdomisili di Kota Wamena menjadi korban.
Selain itu berdasarkan pengamatan MNC Media terdapat 35 orang warga yang tewas dalam kerusuhan di antaranya terjebak dalam bangunan yang terbakar, sementara 65 orang lainnya menderita luka-luka parah. Korban yang tewas rata-rata mengalami luka bacok, luka bakar, tusukan dan luka akibat terkena benda tumpul.
Menurut Berlin warga pendatang yang tinggal di Wamena, sebagian warga dengan panik menyelamatkan diri ke beberapa tempat pengungsian di tengah kota seperti kantor DPRD, Polres, Kodim dan Koramil yang sudah disiapkan oleh aparat keamanan setempat dan ada juga warga yang terjebak di tengah-tengah aksi anarkistis perusuh tepatnya di wilayah pinggiran Kota Wamena (Pike).
"Sejumlah warga dari Jawa, Sumatera, Sulawesi dan NTT yang berada di pinggiran kota berjumlah 500an orang berusaha menyelamatkan diri ke tempat pengungsian yang ada di tengah kota akan tetapi saat mereka berusaha mengungsi ke arah kota mereka dihadang oleh massa perusuh yang berada di pinggir kota tersebut," kata pria berdarah Batak ini.
Massa perusuh, lanjut dia, menyandera 500an orang yang terdiri balita, anak-anak, ibu-ibu dan bapak-bapak sebagai jaminan pertukaran dengan tersangka enam orang massa perusuh yang diamankan aparat keamanan, 500an orang yang tersandera ditahan dalam Gereja Kibaid dan Honai.
Tuntutan dari massa perusuh yaitu membebaskan tersangka enam orang massa perusuh yang diamankan oleh aparat keamanan. Sekitar Pukul 12.00 WIT negosiasi dilakukan oleh dua orang negosiator perwakilan TNI/Polri yang berlangsung alot.
Pihak aparat keamanan, kata dia, tidak diizinkan masuk ke wilayah tersebut oleh massa perusuh karena sudah diblokade dan mengancam pihak aparat keamanan apabila melintasi wilayah yang di blokade tersebut maka keselamatan 500an orang yang tersandera jadi taruhannya.
"Proses penyerahan pada pukul 16.30 WIB masih saja berlangsung alot meskipun enam tersangka massa perusuh sudah dihadirkan untuk ditukarkan dengan 500 warga koban sandera. Tahap pembebasan warga tersebut belangsung dalam dua gelombang," timpalnya.
Menurut dia, gelombang pertama penyerahan sandera pukul 19.00 WIB sekitar 400 orang terdiri balita, anak-anak, ibu-ibu dan bapak- bapak yang disandera dihadirkan untuk diserahkan ke aparat keamanan.
Setelah penyerahan gelombang I selesai dilaksanakan, proses penyerahan gelombang ke dua dengan 100 warga yang masih tersandera di gereja Kibaid dan Honai dilaksanakan pada pukul 22.00 WIT.
"Situasi 10 jam tersandera oleh massa perusuh sangat mencekam sehingga banyak anak-anak, ibu-ibu yang menangis ketakutan dan banyak juga yang berdoa karena mereka tahu ajal mereka sudah di depan mata," timpalnya.
Setelah 500 warga berhasil dibebaskan, kata dia, satu persatu warga korban sandera melintasi blokade disambut haru oleh keluarga yang menunggu di seberang blokade. "Para korban sandera tersebut langsung dievakuasi untuk dibawa ke tempat pengungsian, terlihat pancaran raut muka bahagia, tangis ketakutan dan trauma yang mendalam terpancar dari raut wajah mereka," tandasnya.
(sms)