Hiu Paus Terjebak di Kanal PLTU Paiton, Evakuasi Masih Berlangsung
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya mengevakuasi hiu paus (rhincodon typus) yang ditemukan terjebak di inlet canal unit 2 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton, Probolinggo, Jawa Timur.
Hiu paus diketahui terjebak pada 29 Agustus 2019 lalu atas laporan dari pihak PT Pembangkitan Jawa Bali Unit Pembangkit (PJB UP) Paiton kepada Dinas Perikanan Kabupaten Probolinggo. Laporan itu kemudian diteruskan kepada Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar.
“Kita melakukan koordinasi penanganan dengan membentuk tim terpadu dan menyusun rencana aksi agar evakuasi hiu paus dapat dilakukan segera. Evakuasi hiu paus menjadi penting karena PLTU Paiton merupakan objek vital nasional dan hiu paus merupakan ikan yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Brahmantya Satyamurti Poerwadi, Selasa (17/9/2019).
Dia menjelaskan, sejak Jumat 30 Agustus 2019 tim yang terdiri dari BPSPL Denpasar, Dinas Perikanan Probolinggo, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur, PT PJB UP Paiton, PT YTL Jawa Power, dan PT Paiton Operation & Maintenance Indonesia (POMI) segera menyisir sepanjang kanal. Dari hasil penyisiran tidak ditemukan hiu paus.
Namun, hiu paus kembali terdeteksi pada Kamis 5 September 2019 di inlet unit 1-2 oleh PT PJB UP Paiton. Setelah itu, hiu paus kembali tak terlihat hingga satu pekan dan baru muncul kembali pada Rabu 11 September 2019 pukul 09.30 di inlet unit 6 bergerak menuju unit 2. Sore harinya, pukul 16.33, Dinas Perikanan Probolinggo meneruskan laporan kemunculan hiu paus tersebut kepada BPSPL Denpasar.
Selanjutnya BPSPL Denpasar melanjutkan pemantauan dan uji respons hiu paus pada Kamis, 12 September 2019 dan Jumat ,13 September 2019.
Tim evakuasi sedang menyusun rencana aksi evakuasi hiu paus keluar dari saluran inlet canal menuju ke perairan laut lepas. “Prioritas tim yang dilakukan saat ini adalah mengevakuasi hiu paus dalam keadaan hidup,” tuturnya.
Dia menjelaskan, aksi ini ditargetkan untuk menghalau hiu paus yang berada di inlet canal unit 7 menuju ke arah timur atau ke arah laut. Tim memperkirakan, upaya ini dapat dilakukan selama 3 hari, mulai Sabtu 14 September 2019 hingga Senin 16 September 2019.
Penentuan waktu evakuasi ini berdasarkan kondisi hiu paus saat tim melakukan uji respons, di mana hiu memberikan respons aktif saat dilemparkan batu di sisi kanan mata tanpa mengenai tubuh.
“Penanganan terpadu evakuasi hiu paus ini merupakan yang kedua kalinya dilakukan KKP , setelah pernah dilakukan penangan terpadu yang sama pada tahun 2015,” jelas Brahmantya.
Dilindungi Pemerintah
Ikan hiu paus (Rhincodon typus) adalah ikan yang dilindungi dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/KEPMEN-KP/2013. Hiu paus yang dikenal nelayan setempat sebagai hiu totol dilindungi dengan alasan jumlahnya semakin berkurang akibat mudah tertangkap secara tidak sengaja oleh nelayan (by-catch).
Indonesia merupakan salah satu jalur migrasi dari ikan hiu paus. Jenis ikan ini sering ditemui di beberapa wilayah perairan seperti perairan Sabang, Situbondo, Bali, Nusa Tenggara, Alor, Flores, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua. Ikan ini dapat ditemukan di sepanjang perairan Probolinggo-Situbondo dan Jember-Tulungangung pada bulan September-Oktober setiap tahunnya.
Berdasarkan pengamatan BPSPL Denpasar di Perairan Bayeman Probolinggo, pada Kamis (5/9) tercatat sebanyak 12 hiu paus muncul di lokasi tersebut, sedangkan pada Sabtu (7/9), 3 ekor hiu paus terpantau.
Brahmantya menambahkan, ikan hiu paus masuk ke dalam Appendiks II CITES dan termasuk ke dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan kategori rentan (vulnerable). Hal ini disebabkan karakter hiu paus yang spesifik seperti berumur panjang, fekunditas rendah, jumlah anakan sedikit, lambat dalam pertumbuhan serta dalam pematangan kelamin, sehingga sekali terjadi over eksploitasi. Sangat sulit bagi populasi hiu paus untuk kembali pulih.
Hiu paus diketahui terjebak pada 29 Agustus 2019 lalu atas laporan dari pihak PT Pembangkitan Jawa Bali Unit Pembangkit (PJB UP) Paiton kepada Dinas Perikanan Kabupaten Probolinggo. Laporan itu kemudian diteruskan kepada Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar.
“Kita melakukan koordinasi penanganan dengan membentuk tim terpadu dan menyusun rencana aksi agar evakuasi hiu paus dapat dilakukan segera. Evakuasi hiu paus menjadi penting karena PLTU Paiton merupakan objek vital nasional dan hiu paus merupakan ikan yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Brahmantya Satyamurti Poerwadi, Selasa (17/9/2019).
Dia menjelaskan, sejak Jumat 30 Agustus 2019 tim yang terdiri dari BPSPL Denpasar, Dinas Perikanan Probolinggo, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur, PT PJB UP Paiton, PT YTL Jawa Power, dan PT Paiton Operation & Maintenance Indonesia (POMI) segera menyisir sepanjang kanal. Dari hasil penyisiran tidak ditemukan hiu paus.
Namun, hiu paus kembali terdeteksi pada Kamis 5 September 2019 di inlet unit 1-2 oleh PT PJB UP Paiton. Setelah itu, hiu paus kembali tak terlihat hingga satu pekan dan baru muncul kembali pada Rabu 11 September 2019 pukul 09.30 di inlet unit 6 bergerak menuju unit 2. Sore harinya, pukul 16.33, Dinas Perikanan Probolinggo meneruskan laporan kemunculan hiu paus tersebut kepada BPSPL Denpasar.
Selanjutnya BPSPL Denpasar melanjutkan pemantauan dan uji respons hiu paus pada Kamis, 12 September 2019 dan Jumat ,13 September 2019.
Tim evakuasi sedang menyusun rencana aksi evakuasi hiu paus keluar dari saluran inlet canal menuju ke perairan laut lepas. “Prioritas tim yang dilakukan saat ini adalah mengevakuasi hiu paus dalam keadaan hidup,” tuturnya.
Dia menjelaskan, aksi ini ditargetkan untuk menghalau hiu paus yang berada di inlet canal unit 7 menuju ke arah timur atau ke arah laut. Tim memperkirakan, upaya ini dapat dilakukan selama 3 hari, mulai Sabtu 14 September 2019 hingga Senin 16 September 2019.
Penentuan waktu evakuasi ini berdasarkan kondisi hiu paus saat tim melakukan uji respons, di mana hiu memberikan respons aktif saat dilemparkan batu di sisi kanan mata tanpa mengenai tubuh.
“Penanganan terpadu evakuasi hiu paus ini merupakan yang kedua kalinya dilakukan KKP , setelah pernah dilakukan penangan terpadu yang sama pada tahun 2015,” jelas Brahmantya.
Dilindungi Pemerintah
Ikan hiu paus (Rhincodon typus) adalah ikan yang dilindungi dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/KEPMEN-KP/2013. Hiu paus yang dikenal nelayan setempat sebagai hiu totol dilindungi dengan alasan jumlahnya semakin berkurang akibat mudah tertangkap secara tidak sengaja oleh nelayan (by-catch).
Indonesia merupakan salah satu jalur migrasi dari ikan hiu paus. Jenis ikan ini sering ditemui di beberapa wilayah perairan seperti perairan Sabang, Situbondo, Bali, Nusa Tenggara, Alor, Flores, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua. Ikan ini dapat ditemukan di sepanjang perairan Probolinggo-Situbondo dan Jember-Tulungangung pada bulan September-Oktober setiap tahunnya.
Berdasarkan pengamatan BPSPL Denpasar di Perairan Bayeman Probolinggo, pada Kamis (5/9) tercatat sebanyak 12 hiu paus muncul di lokasi tersebut, sedangkan pada Sabtu (7/9), 3 ekor hiu paus terpantau.
Brahmantya menambahkan, ikan hiu paus masuk ke dalam Appendiks II CITES dan termasuk ke dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan kategori rentan (vulnerable). Hal ini disebabkan karakter hiu paus yang spesifik seperti berumur panjang, fekunditas rendah, jumlah anakan sedikit, lambat dalam pertumbuhan serta dalam pematangan kelamin, sehingga sekali terjadi over eksploitasi. Sangat sulit bagi populasi hiu paus untuk kembali pulih.
(shf)