Sampah dan Banjir Selalu Jadi Masalah Pemkot Tangsel
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Persoalan sampah dan banjir masih menjadi permasalahan klasik bagi Pemkot Tangerang Selatan (Tangsel) selama 10 tahun ini. Berbagai cara telah dilakukan untuk mengatasi persoalan sampah dan banjir mulai dari menggiatkan bank sampah hingga membuat saluran air dengan beton. Namun, upaya tersebut seperti tidak berdampak. Hujan sebentar di Tangsel tetap banjir dan sampah semakin menumpuk, bahkan meluber ke Sungai Cisadane.
Ketua Sementara DPRD Tangsel H Sukarya mengatakan, dalam 10 tahun terakhir Tangsel tidak pernah beranjak dari masalah klasik, sampah dan banjir, bahkan semakin bertambah buruk tiap tahunnya. Sampah dan banjir hari ini tidak bisa dianggap remeh. "Maka itu, sering saya sampaikan sebagai mitra kerja bidang infrastruktur. Sampaikan keluhan sampah dan banjir di lingkungan masing-masing saat musrenbang," ujarnya kemarin.
Hanya sumbang saran dari masyarakat yang terkena dampak langsung sampah dan banjir itulah yang benar-benar bisa mengatasi persoalan tersebut dengan jitu. DPRD pun berjanji akan turun ke lapangan. "Pada usulan program kegiatan ada RT/RW yang bisa menyampaikan saat pramusrenbang. Di situ dewan mulai turun. Sampaikan jika ada wilayah yang masih terisolasi akibat banjir," ungkapnya.
Dosen Universitas Pamulang (Unpam) Suhendar mengatakan, persoalan aset, sampah, dan banjir di Tangsel itu setali tiga uang yang harus diselesaikan sesegera mungkin. "Logikanya kalau dia mau pinjam, dia enggak perlu nyewa. Soal dinas dikasih pinjam, dinas mana yang pinjam? Karena itu, kan punya dia kecuali dinas bukan bagian dari pemda," ucapnya.
Terkait aset lagi, dia menyoroti di Tangsel ini kan banyak pengembang. Mereka diharuskan menyerahkan lahan fasos dan fasumnya ke Pemkot Tangsel. Jumlah fasos-fasum itu sangat banyak. "Siapa pun yang menggunakan aset pemkot harus ada naskah perjanjian. Tanpa ada hitam di atas putih, tidak bisa. Misalnya reklame di pinggir jalan yang diserahkan ke pihak ketiga, itu tidak boleh," ungkap Suhendar.
Reklame di atas lahan milik Pemkot Tangsel itu merupakan bagian dari aset daerah yang jumlahnya bisa puluhan, bahkan mencapai ratusan titik. Perputaran uang di lahan yang disia-siakan itu pun sangat besar, terutama untuk meningkatkan PAD Tangsel yang mencapai Rp1,6 triliun. "Kalau kaitannya dengan sampah dan banjir, coba lihat Tangsel itu banyak berdiri kawasan perhunian. Saat pembangunan kawasan perumahan tentunya bagaimana sistem perencanaan pembangunannya," ucapnya.
Pengawas utama dalam pembangunan ini merupakan dinas perizinan. Dia menilai ada yang salah dalam perizinan kawasan perumahan yang ada saat ini. "Saat developer bangun harus ada sistem perencanaannya. Nah, itu seperti apa, ada saluran airnya atau tidak. Jangan asal melihat uang saja, langsung diambil, tapi dilihat juga syarat-syaratnya," kata Suhendar.
Dengan memperhatikan berbagai masukan yang ada, pengelolaan aset daerah dan persoalan klasik pembangunan seperti sampah dan banjir diharapkan dapat teratasi. (Hasan Kurniawan)
Ketua Sementara DPRD Tangsel H Sukarya mengatakan, dalam 10 tahun terakhir Tangsel tidak pernah beranjak dari masalah klasik, sampah dan banjir, bahkan semakin bertambah buruk tiap tahunnya. Sampah dan banjir hari ini tidak bisa dianggap remeh. "Maka itu, sering saya sampaikan sebagai mitra kerja bidang infrastruktur. Sampaikan keluhan sampah dan banjir di lingkungan masing-masing saat musrenbang," ujarnya kemarin.
Hanya sumbang saran dari masyarakat yang terkena dampak langsung sampah dan banjir itulah yang benar-benar bisa mengatasi persoalan tersebut dengan jitu. DPRD pun berjanji akan turun ke lapangan. "Pada usulan program kegiatan ada RT/RW yang bisa menyampaikan saat pramusrenbang. Di situ dewan mulai turun. Sampaikan jika ada wilayah yang masih terisolasi akibat banjir," ungkapnya.
Dosen Universitas Pamulang (Unpam) Suhendar mengatakan, persoalan aset, sampah, dan banjir di Tangsel itu setali tiga uang yang harus diselesaikan sesegera mungkin. "Logikanya kalau dia mau pinjam, dia enggak perlu nyewa. Soal dinas dikasih pinjam, dinas mana yang pinjam? Karena itu, kan punya dia kecuali dinas bukan bagian dari pemda," ucapnya.
Terkait aset lagi, dia menyoroti di Tangsel ini kan banyak pengembang. Mereka diharuskan menyerahkan lahan fasos dan fasumnya ke Pemkot Tangsel. Jumlah fasos-fasum itu sangat banyak. "Siapa pun yang menggunakan aset pemkot harus ada naskah perjanjian. Tanpa ada hitam di atas putih, tidak bisa. Misalnya reklame di pinggir jalan yang diserahkan ke pihak ketiga, itu tidak boleh," ungkap Suhendar.
Reklame di atas lahan milik Pemkot Tangsel itu merupakan bagian dari aset daerah yang jumlahnya bisa puluhan, bahkan mencapai ratusan titik. Perputaran uang di lahan yang disia-siakan itu pun sangat besar, terutama untuk meningkatkan PAD Tangsel yang mencapai Rp1,6 triliun. "Kalau kaitannya dengan sampah dan banjir, coba lihat Tangsel itu banyak berdiri kawasan perhunian. Saat pembangunan kawasan perumahan tentunya bagaimana sistem perencanaan pembangunannya," ucapnya.
Pengawas utama dalam pembangunan ini merupakan dinas perizinan. Dia menilai ada yang salah dalam perizinan kawasan perumahan yang ada saat ini. "Saat developer bangun harus ada sistem perencanaannya. Nah, itu seperti apa, ada saluran airnya atau tidak. Jangan asal melihat uang saja, langsung diambil, tapi dilihat juga syarat-syaratnya," kata Suhendar.
Dengan memperhatikan berbagai masukan yang ada, pengelolaan aset daerah dan persoalan klasik pembangunan seperti sampah dan banjir diharapkan dapat teratasi. (Hasan Kurniawan)
(nfl)