Pergaulan Bebas Picu Kenaikan Angka Pernikahan Anak
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Angka penikahan anak di Kabupaten Gunungkidul pada 2018 sebanyak 79 kasus, naik dibandingkan pada 2017 sebanyak 67 kasus. Penyebab angka penikahan pada anak naik salah satunya diduga dipicu oleh gaya pergaulan bebas.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Pegadilan Agama Wonosari, angka pernikahan anak pada 2015 sebanyak 109, kemudian pada 2016 turun menjadi 85 kasus. Begitu juga pada 2017 kembali turun menjadi 67. "Namun pada 2018 kembali meningkat menjadi 79," kata Adam Qodar, mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi (MIK) Universitas Atmajaya Yogyakarta saat program edukasi pencegahan pernikahan anak di Balai Desa Karangduwet, Paliyan, Gunungkidul, Rabu 26 Juni 2019.
Para mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi (MIK) Universitas Atmajaya Yogyakarta yang beranggotakan Adam Qodar, Devita Widyana, dan Verena Grescentia ini memilih Gunungkidul sebagai lokasi sasaran program kampanye lantaran kasus pernikahan anak di Gunungkidul tergolong tinggi. Selain itu upaya kampanye juga bagian dari implementasi dari tugas mata kuliah proyek komunikasi publik.
Untuk itu, dengan adanya kampanye pencegahan pernikahan anak, terutama dengan memilih metode pengajian, diharapkan efektif untuk mencegah pernikahan anak. Ini lantaran pesan disampaikan oleh tokoh agama, yang diharapkan akan menyadarkan orangtua untuk berperan dalam mencegah terjadinya pernikahan anak dalam lingkup yang kecil, yakni keluarga.
Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gunungkidul, Ustadz Sandi Rohman, sebagai tokoh agama yang dihadirkan dalam kegiatan kampanye tersebut mengatakan, menikah merupakan suatu yang baik. Namun, ada syarat-syarat yang harus terpenuhi agar bisa membentuk keluarga bahagia.
"Data yang saya pegang, terjadinya pernikahan anak disebabkan oleh pergaulan bebas, kemudian menyebabkan hamil di luar nikah. Anak muda sekarang lebih takut sakit, ketimbang dosa. Jadi peran orangtua penting di sini (untuk mencegah kasus penikahan anak)," ujarnya.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Pegadilan Agama Wonosari, angka pernikahan anak pada 2015 sebanyak 109, kemudian pada 2016 turun menjadi 85 kasus. Begitu juga pada 2017 kembali turun menjadi 67. "Namun pada 2018 kembali meningkat menjadi 79," kata Adam Qodar, mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi (MIK) Universitas Atmajaya Yogyakarta saat program edukasi pencegahan pernikahan anak di Balai Desa Karangduwet, Paliyan, Gunungkidul, Rabu 26 Juni 2019.
Para mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi (MIK) Universitas Atmajaya Yogyakarta yang beranggotakan Adam Qodar, Devita Widyana, dan Verena Grescentia ini memilih Gunungkidul sebagai lokasi sasaran program kampanye lantaran kasus pernikahan anak di Gunungkidul tergolong tinggi. Selain itu upaya kampanye juga bagian dari implementasi dari tugas mata kuliah proyek komunikasi publik.
Untuk itu, dengan adanya kampanye pencegahan pernikahan anak, terutama dengan memilih metode pengajian, diharapkan efektif untuk mencegah pernikahan anak. Ini lantaran pesan disampaikan oleh tokoh agama, yang diharapkan akan menyadarkan orangtua untuk berperan dalam mencegah terjadinya pernikahan anak dalam lingkup yang kecil, yakni keluarga.
Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gunungkidul, Ustadz Sandi Rohman, sebagai tokoh agama yang dihadirkan dalam kegiatan kampanye tersebut mengatakan, menikah merupakan suatu yang baik. Namun, ada syarat-syarat yang harus terpenuhi agar bisa membentuk keluarga bahagia.
"Data yang saya pegang, terjadinya pernikahan anak disebabkan oleh pergaulan bebas, kemudian menyebabkan hamil di luar nikah. Anak muda sekarang lebih takut sakit, ketimbang dosa. Jadi peran orangtua penting di sini (untuk mencegah kasus penikahan anak)," ujarnya.
(wib)