Situs Diduga Perumahan Bangsawan Majapahit Ditemukan
A
A
A
MOJOKERTO - Situs peninggalan zaman Kerajaan Majapahit kembali ditemukan di Dusun Pakis Kulon, Desa Pakis, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
Situs berupa struktur batu bata serta serpihan tembikar dan porselen tersebut diprediksi merupakan bekas rumah bangsawan Majapahit.
Salah seorang warga Dusun Pakis Kulon, Desa Pakis, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Mulyanto, 60, mengatakan, situs peninggalan zaman Majapahit itu ditemukan sekitar tiga pekan lalu. Saat adiknya, Basuki Slamet, 54, yang juga pemilik lahan, menggali tanah di belakang rumahnya sedalam satu meter.
“Saat itu adik saya menggali tanah untuk kandang bebek. Kemudian menemukan tumpukan batu bata. Awalnya kira-kira sepanjang satu meter,” ujar Mulyanto saat dikonfirmasi sejumlah awak media di lokasi penemuan situs, Senin (24/6).
Selanjutnya, temuan itu dilaporkan ke pemerintah desa setempat. Oleh sejumlah warga yang tergabung dalam kelompok sadar wisata (Pokdarwis), dilakukan penggalian lebih lanjut. Bahkan, penggalian dilakukan hingga radius sekitar dengan ukuran kisaran 40 meter persegi. “Yang ditemukan ya batu bata itu. Ada kreweng (pecahan genting). Kalau bentuknya pastinya, saya tidak tahu,” jelas Mulyanto.
Temuan itu pun akhirnya masuk hingga telinga Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan. Petugas pun langsung menindaklanjuti temuan situs itu dengan turun ke lapangan. Di lokasi penemuan, terlihat beberapa tumpukan bata-bata berukuran besar khas Majapahit sudah tergali di beberapa titik.
“Dari hasil observasi hari ini, kita menemukan bentangan struktur batu bata di beberapa tempat. Kemudian ada temuan lepas berupa tembikar dan porselen. Porselen itu kita identifikasi berasal dari Dinasti Ming kurang lebih abad ke-15 Masehi,” ujar pengkaji Pelestarian Cagar Budaya BPCB Trowulan, Wicaksono Dwi Nugroho.
Dari hasil observasi awal yang dilakukan pihaknya, struktur batu bata yang ditemukan kurang lebih memiliki panjang 40 meter dengan lebar 30 meter persegi. Batu-batu tersebut tampak tersambung membentuk sebuah fondasi rumah dengan delapan lapisan batu bata, dan di area dalam juga terdapat struktur batu bata yang sama.
“Struktur batanya sampai delapan lapis dan itu terlihat saling berhubungan. Semacam pagar keliling yang di dalamnya terdapat struktur-struktur batu bata lagi, sepertinya ini bekas permukiman yang sangat besar,” imbuh pria yang juga arkeolog BPCB Trowulan ini.
Diperkirakan situs tersebut merupakan sebuah bangunan rumah yang memiliki ukuran cukup besar. Struktur batu bata tersebut merupakan sebuah fondasi rumah, sedangkan bagian temboknya menggunakan bahan baku kayu serta beratap genting, meski di lokasi belum ditemukan sumur.
“Karena kita menemukan fragmen tembikar genting cukup banyak di lokasi ini. Kemudian ada mangkuk (porselen keramik) Dinasti Ming yang berkaitan dengan rumah tinggal. Bisa dibilang (rumah ini) bukan dari masyarakat biasa, bisa saudagar atau bangsawan. Dilihat dari luasan struktur dan penemuan lepas tadi,” paparnya.
Masih menurut Wicak, ada alasan lain yang mendasari pihaknya menginterpretasikan bahwa situs tersebut sebelumnya merupakan bangunan rumah bangsawan. Bukan merupakan tempat yang disakralkan,seperti candi atau tempat ibadah, atau monumen. Hal itu dilihat dari struktur tumpukan batu bata yang berjumlah delapan lapis serta cara pemasangannya.
“Struktur batu bata di sini disusun dengan teknik nat (jeda) tanah liat, bukan bata gosok. Kalau pakai analogi perbandingan dengan temuan lain di Trowulan, bata gosok itu ditemukan di bangunan monumental, seperti candi, gapura dan petirtaan. Kalau bangunan yang disusun dengan nat tanah liat, biasanya kita temukan di permukiman,” terangnya.
Kendati demikian, Wicak masih belum bisa memastikan lebih jauh terkait dengan penemuan situs tersebut. Pihaknya membutuhkan data penelitian lebih lengkap. Untuk itu, pihaknya akan segera melaporkan temuan situs itu ke Kepala BPCB Trowulan sehingga ke depannya bisa dilakukan ekskavasi.
“Idealnya dilakukan eks kavasi (penggalian), tapi saya harus lapor ke pimpinan bagaimana terkait dengan kebi jakan yang harus dilakukan. Karena lahan ini milik pribadi. Kita koordinasi dulu dengan pihak desa dan pemilik. Kalau pemilik mengizinkan, kita akan lakukan ekskavasi; kalau belum jelas, kami tidak bisa,” pungkasnya. (Tritus Julan)
Situs berupa struktur batu bata serta serpihan tembikar dan porselen tersebut diprediksi merupakan bekas rumah bangsawan Majapahit.
Salah seorang warga Dusun Pakis Kulon, Desa Pakis, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Mulyanto, 60, mengatakan, situs peninggalan zaman Majapahit itu ditemukan sekitar tiga pekan lalu. Saat adiknya, Basuki Slamet, 54, yang juga pemilik lahan, menggali tanah di belakang rumahnya sedalam satu meter.
“Saat itu adik saya menggali tanah untuk kandang bebek. Kemudian menemukan tumpukan batu bata. Awalnya kira-kira sepanjang satu meter,” ujar Mulyanto saat dikonfirmasi sejumlah awak media di lokasi penemuan situs, Senin (24/6).
Selanjutnya, temuan itu dilaporkan ke pemerintah desa setempat. Oleh sejumlah warga yang tergabung dalam kelompok sadar wisata (Pokdarwis), dilakukan penggalian lebih lanjut. Bahkan, penggalian dilakukan hingga radius sekitar dengan ukuran kisaran 40 meter persegi. “Yang ditemukan ya batu bata itu. Ada kreweng (pecahan genting). Kalau bentuknya pastinya, saya tidak tahu,” jelas Mulyanto.
Temuan itu pun akhirnya masuk hingga telinga Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan. Petugas pun langsung menindaklanjuti temuan situs itu dengan turun ke lapangan. Di lokasi penemuan, terlihat beberapa tumpukan bata-bata berukuran besar khas Majapahit sudah tergali di beberapa titik.
“Dari hasil observasi hari ini, kita menemukan bentangan struktur batu bata di beberapa tempat. Kemudian ada temuan lepas berupa tembikar dan porselen. Porselen itu kita identifikasi berasal dari Dinasti Ming kurang lebih abad ke-15 Masehi,” ujar pengkaji Pelestarian Cagar Budaya BPCB Trowulan, Wicaksono Dwi Nugroho.
Dari hasil observasi awal yang dilakukan pihaknya, struktur batu bata yang ditemukan kurang lebih memiliki panjang 40 meter dengan lebar 30 meter persegi. Batu-batu tersebut tampak tersambung membentuk sebuah fondasi rumah dengan delapan lapisan batu bata, dan di area dalam juga terdapat struktur batu bata yang sama.
“Struktur batanya sampai delapan lapis dan itu terlihat saling berhubungan. Semacam pagar keliling yang di dalamnya terdapat struktur-struktur batu bata lagi, sepertinya ini bekas permukiman yang sangat besar,” imbuh pria yang juga arkeolog BPCB Trowulan ini.
Diperkirakan situs tersebut merupakan sebuah bangunan rumah yang memiliki ukuran cukup besar. Struktur batu bata tersebut merupakan sebuah fondasi rumah, sedangkan bagian temboknya menggunakan bahan baku kayu serta beratap genting, meski di lokasi belum ditemukan sumur.
“Karena kita menemukan fragmen tembikar genting cukup banyak di lokasi ini. Kemudian ada mangkuk (porselen keramik) Dinasti Ming yang berkaitan dengan rumah tinggal. Bisa dibilang (rumah ini) bukan dari masyarakat biasa, bisa saudagar atau bangsawan. Dilihat dari luasan struktur dan penemuan lepas tadi,” paparnya.
Masih menurut Wicak, ada alasan lain yang mendasari pihaknya menginterpretasikan bahwa situs tersebut sebelumnya merupakan bangunan rumah bangsawan. Bukan merupakan tempat yang disakralkan,seperti candi atau tempat ibadah, atau monumen. Hal itu dilihat dari struktur tumpukan batu bata yang berjumlah delapan lapis serta cara pemasangannya.
“Struktur batu bata di sini disusun dengan teknik nat (jeda) tanah liat, bukan bata gosok. Kalau pakai analogi perbandingan dengan temuan lain di Trowulan, bata gosok itu ditemukan di bangunan monumental, seperti candi, gapura dan petirtaan. Kalau bangunan yang disusun dengan nat tanah liat, biasanya kita temukan di permukiman,” terangnya.
Kendati demikian, Wicak masih belum bisa memastikan lebih jauh terkait dengan penemuan situs tersebut. Pihaknya membutuhkan data penelitian lebih lengkap. Untuk itu, pihaknya akan segera melaporkan temuan situs itu ke Kepala BPCB Trowulan sehingga ke depannya bisa dilakukan ekskavasi.
“Idealnya dilakukan eks kavasi (penggalian), tapi saya harus lapor ke pimpinan bagaimana terkait dengan kebi jakan yang harus dilakukan. Karena lahan ini milik pribadi. Kita koordinasi dulu dengan pihak desa dan pemilik. Kalau pemilik mengizinkan, kita akan lakukan ekskavasi; kalau belum jelas, kami tidak bisa,” pungkasnya. (Tritus Julan)
(nfl)