Menteri LHK: Harimau yang Terkena Jerat Ngambek di Pusat Rehabilitasi
A
A
A
PEKANBARU - Harimau Sumatera yang terkena jerat di kawasan lindung Restorasi Ekosistem Riau (RER) di Desa Sangar, Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau masih dalam penanganan medis.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya mengatakan bahwa harimau jantan dewasa itu merajuk atau ngambek saat berada di pusat tehabilitasi. "Harimau yang kena jerat di Pelalawan itu merajuk karena masalah air," kata Menteri LHK di Pekanbaru, Riau Minggu (31/3/2019).
Harimau liar itu saat ini berada di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dhamasraya (PR-HSD), Provinsi Sumatera Barat. Kaki harimau jantan mengalami luka yang cukup serius pada bagian kaki karena terkena jerat dari baja oleh pemburu.
Siti menjelaskan, bahwa karena situasi ini, tim terpadu melakukan pencaharian penyebab harimau ngambek, tidak mau minum dan mandi. Setelah lama ditelusuri penyebabnya harimau hanya mau minum dari areal gambut.
"Harimau itu ternyata maunya air yang bersumber dari gambut. Tidak mau air bersih. Jadi petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau membawa 2 tangki air dari areal yang khusus gambut. Setelah diberi air gambut, barulah harimau itu mau minum dan mandi. Air gambut tidak sebersih air umumya," ucapnya.
Harimau dewasa itu ditemukan terjerat pada 22 Maret 2019 di Desa Sangar, Pelalawan. Pada 24 Maret harimau itu baru berhasil dievakuasi. Petugas akhirnya membawa harimau yang terluka itu kepusat rehabilitasi.
Riau merupakan daerah yang mayoritas areal gambut. Harimau merupakan spesies langka yang hidup di beberapa hutan yang tersisa. Perburuan liar dan alih fungsi lahan secara massal membuat habitat harimau terus berkurang dan terancam punah akibat konflik.
Pada pertengahan November 2019, seekor harimau dewasa memasuki pemukiman di Desa Teluk Nibung, Pulau Burung, Indragiri Hilir (Inhil), Riau. Harimau tersebut berkeliaran di sekitar ruko. Petugas BBKSDA pun menangkap harimau yang masuk ke pemukiman.
Belakangan penyebabnya adalah kawasan harimau di sana dijadikan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri (HTI). Harimau dewasa itupun dibawa ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dhamasraya.
Nasib malang juga sebelumnya dialami oleh harimau bernama Bonita. Hutan tempat hidup keluarga harimau Sumatera disulap jadi perkebunan kelapa sawit raksasa milik perusahaan asal Malaysia yakni Tabungan Haji Indo Plantation (THIP) di Kecamatan Pelangiran, Inhil dan sejumlah perusahaan raksasa Hutan Tanaman Indutri (HTI) di Riau.
Bonita akhirnya ditangkap petugas karena telah membunuh dua manusia dan dibawa ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dhamasraya. Belakangan kabar yang bekembang, Bonita menyerang manusia karena anaknya ditangkap pemburu.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya mengatakan bahwa harimau jantan dewasa itu merajuk atau ngambek saat berada di pusat tehabilitasi. "Harimau yang kena jerat di Pelalawan itu merajuk karena masalah air," kata Menteri LHK di Pekanbaru, Riau Minggu (31/3/2019).
Harimau liar itu saat ini berada di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dhamasraya (PR-HSD), Provinsi Sumatera Barat. Kaki harimau jantan mengalami luka yang cukup serius pada bagian kaki karena terkena jerat dari baja oleh pemburu.
Siti menjelaskan, bahwa karena situasi ini, tim terpadu melakukan pencaharian penyebab harimau ngambek, tidak mau minum dan mandi. Setelah lama ditelusuri penyebabnya harimau hanya mau minum dari areal gambut.
"Harimau itu ternyata maunya air yang bersumber dari gambut. Tidak mau air bersih. Jadi petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau membawa 2 tangki air dari areal yang khusus gambut. Setelah diberi air gambut, barulah harimau itu mau minum dan mandi. Air gambut tidak sebersih air umumya," ucapnya.
Harimau dewasa itu ditemukan terjerat pada 22 Maret 2019 di Desa Sangar, Pelalawan. Pada 24 Maret harimau itu baru berhasil dievakuasi. Petugas akhirnya membawa harimau yang terluka itu kepusat rehabilitasi.
Riau merupakan daerah yang mayoritas areal gambut. Harimau merupakan spesies langka yang hidup di beberapa hutan yang tersisa. Perburuan liar dan alih fungsi lahan secara massal membuat habitat harimau terus berkurang dan terancam punah akibat konflik.
Pada pertengahan November 2019, seekor harimau dewasa memasuki pemukiman di Desa Teluk Nibung, Pulau Burung, Indragiri Hilir (Inhil), Riau. Harimau tersebut berkeliaran di sekitar ruko. Petugas BBKSDA pun menangkap harimau yang masuk ke pemukiman.
Belakangan penyebabnya adalah kawasan harimau di sana dijadikan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri (HTI). Harimau dewasa itupun dibawa ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dhamasraya.
Nasib malang juga sebelumnya dialami oleh harimau bernama Bonita. Hutan tempat hidup keluarga harimau Sumatera disulap jadi perkebunan kelapa sawit raksasa milik perusahaan asal Malaysia yakni Tabungan Haji Indo Plantation (THIP) di Kecamatan Pelangiran, Inhil dan sejumlah perusahaan raksasa Hutan Tanaman Indutri (HTI) di Riau.
Bonita akhirnya ditangkap petugas karena telah membunuh dua manusia dan dibawa ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dhamasraya. Belakangan kabar yang bekembang, Bonita menyerang manusia karena anaknya ditangkap pemburu.
(nag)