Pemkab Bandung Tuding Petani dan Pengembang soal Tanggul Jebol
A
A
A
BANDUNG - Bupati Bandung Dadang Naser mengatakan, ada beberapa persoalan sehingga menyebabkan terjadinya banjir bandang setelah tanggul sungai jebol. Mulai dari petani yang tidak menerapkan aturan dalam bercocok tanam, serta pengembang nakal.
“Salah satu penyebabnya, pola menanam petani yang tidak pakai sabuk gunung. Makanya ketika hujan, air langsung turun. Kalau pakai sabuk, air jadi tertahan. Selain itu, mereka tidak mengindahkan untuk menanam tanaman tegakan,” kata Dadang Naser di lokasi bencana Minggu (10/2/2019).
Tanggul jebol di Kompleks Jati Endah Regency, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung memakan korban jiwa. Tiga warga meninggal dunia, belasan lainnya luka berat dan ringan.
Diketahui, kawasan Cilengkrang posisinya tepat berada di lereng pegunungan. Banyak pemukiman penduduk dibangun di daerah lereng gunung. Tak hanya itu, di bagian hulu juga terdapat areal pertanian serta hutan. Daerah tersebut menjadi kawasan resapan air.
Selain itu, padatnya pembangunan di Bandung timur sedikit banyak menggerus keberadaan sungai kecil. Padahal, sungai itu selama ini menjadi jalan air dari hulu, melalui lereng, hingga ke hilir.
“Ini Anak Sungai Cipamokolan, anak sungainya (samping) di benteng, tapi tidak pakai beton. Sehingga jebol, karena tidak ada tulangnya. Hasil evaluasinya seperti itu,” jelas Dadang. (Baca juga; Bupati Bandung Sampaikan Belasungkawa untuk Korban Tanggul Jebol )
Pantauan SINDOnews di lokasi, benteng tersebut langsung menghadap ke perumahan warga dengan jarak yang sangat dekat. Debit air yang cukup tinggi tak mampu ditahan oleh benteng, yang dibuat fondasi batu.
“Ini jadi perhatian, kalau ada rumah di pinggir sungai, bentengnya harus dilihat di beton atau enggak. Harus dipantau, kalau enggak siapa yang tanggung jawab, itu kan pengembang,” jelasnya.
Ketika disinggung apakah banyaknya pembangunan di Kawasan Bandung Utara (KBU), Dadang menegaskan, perizinan KBU sangat ketat. Sebelum keluar izin membangun, harus ada analisa teknisi dari gubernur atau rekomendasi gubernur. Jadi provinsi biasanya keluarkan tim.
“Di KBU yang biasanya boleh terbangun 20% dan 80% harus hijau. Nah ini perumahan mana yang bangun di KBU, 80%-nya dihijaukan apa enggak,” imbuhnya.
Namun demikian, dia mengimbau warga Kabupaten Bandung agar waspada. Sebelumnya, Kabupaten Bandung mahal urutan keempat sebagai daerah rawan bencana. Saat ini masuk urutan 12. Artinya, potensi bencana sangat besar.
Bencana, kata dia, bisa terjadi dalam berbagai bentuk. Mulai dari hujan, longsor, banjir bandang, Angin puting beliung dan lainnya. Bandung juga berada di garis gempa, di mana ada patahan Lembang, Pangalengan, dan lainnya.
“Salah satu penyebabnya, pola menanam petani yang tidak pakai sabuk gunung. Makanya ketika hujan, air langsung turun. Kalau pakai sabuk, air jadi tertahan. Selain itu, mereka tidak mengindahkan untuk menanam tanaman tegakan,” kata Dadang Naser di lokasi bencana Minggu (10/2/2019).
Tanggul jebol di Kompleks Jati Endah Regency, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung memakan korban jiwa. Tiga warga meninggal dunia, belasan lainnya luka berat dan ringan.
Diketahui, kawasan Cilengkrang posisinya tepat berada di lereng pegunungan. Banyak pemukiman penduduk dibangun di daerah lereng gunung. Tak hanya itu, di bagian hulu juga terdapat areal pertanian serta hutan. Daerah tersebut menjadi kawasan resapan air.
Selain itu, padatnya pembangunan di Bandung timur sedikit banyak menggerus keberadaan sungai kecil. Padahal, sungai itu selama ini menjadi jalan air dari hulu, melalui lereng, hingga ke hilir.
“Ini Anak Sungai Cipamokolan, anak sungainya (samping) di benteng, tapi tidak pakai beton. Sehingga jebol, karena tidak ada tulangnya. Hasil evaluasinya seperti itu,” jelas Dadang. (Baca juga; Bupati Bandung Sampaikan Belasungkawa untuk Korban Tanggul Jebol )
Pantauan SINDOnews di lokasi, benteng tersebut langsung menghadap ke perumahan warga dengan jarak yang sangat dekat. Debit air yang cukup tinggi tak mampu ditahan oleh benteng, yang dibuat fondasi batu.
“Ini jadi perhatian, kalau ada rumah di pinggir sungai, bentengnya harus dilihat di beton atau enggak. Harus dipantau, kalau enggak siapa yang tanggung jawab, itu kan pengembang,” jelasnya.
Ketika disinggung apakah banyaknya pembangunan di Kawasan Bandung Utara (KBU), Dadang menegaskan, perizinan KBU sangat ketat. Sebelum keluar izin membangun, harus ada analisa teknisi dari gubernur atau rekomendasi gubernur. Jadi provinsi biasanya keluarkan tim.
“Di KBU yang biasanya boleh terbangun 20% dan 80% harus hijau. Nah ini perumahan mana yang bangun di KBU, 80%-nya dihijaukan apa enggak,” imbuhnya.
Namun demikian, dia mengimbau warga Kabupaten Bandung agar waspada. Sebelumnya, Kabupaten Bandung mahal urutan keempat sebagai daerah rawan bencana. Saat ini masuk urutan 12. Artinya, potensi bencana sangat besar.
Bencana, kata dia, bisa terjadi dalam berbagai bentuk. Mulai dari hujan, longsor, banjir bandang, Angin puting beliung dan lainnya. Bandung juga berada di garis gempa, di mana ada patahan Lembang, Pangalengan, dan lainnya.
(wib)