Lahir Tanpa Batok Kepala, Bayi Ini Butuh Uluran Tangan Dermawan
A
A
A
PANGKALAN BUN - Malang nasib bayi Rahmad Hidayat (dua hari) warga Jalan Gusti Abdullah, RT 3, Kelurahan Raja Seberang, Kecamatan Arut Selatan (Arsel), Kotawaringin Barat (Kobar), Kalteng. Putra pasangan Sri Wahyuni (26) dan Barliansyah (45) ini lahir tanpa batok kepala.
Rahmat lahir secara normal di RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun, Minggu (6/1/2019) pukul 05.00 WIB. Karena ketiadaan BPJS Kesehatan dan ketiadaan biaya, akhirnya Rahmad dipulangkan ke rumah meski belum diketahui kondisi pasti bayi malang ini.
“Rahmat lahir normal dengan berat badan sekitar 3 kg. Saya terkaget lahirnya tanpa batok kepala. Meski sekarang kondisinya sehat, namun kita tidak tahu kondisi sebenarnya. Kemarin habis biaya persalinan sekitar Rp2 jutaan, karena saya tidak ada BPJS Kesehatan makanya saya bawa pulang karena saya tidak punya biaya,” ujar ibu bayi malang ini, Sri Wahyuni (26) dengan raut muka sedih di sedih di rumah sangat sederhana ukuran 4x8 metet yang terbuat dari kayu di sekitar Bantaran Sungai Arut.
Di dalam rumah ini ada 3 kepala keluarga (KK) yang menghuni. Dua orangtua, tiga anak Sri (termasuk Rahmad, Sri dan suami. “Ya kami tinggal di rumah ini bertujuh,” timpalnya.
Menurut Sri, selama 9 bulan hamil tidak ada keluhan apapun. Selama ini berobat dengan bidan kampung dan tidak pernah di USG karena ketiadaan biaya. Pada Sabtu (5/1/2019) sekitar pukul 22.00 WIB perut mulai kontraksi dan segera dilarikan ke RSUD Sultan Imanuddin. “Sabtu pukul 23.30 WIB mulai masuk ruang persalinan dan pada Minggu pukul 05.00 WIB Rahmad lahir dengan tanpa batok kepala,” timpalnya.
Ayah Rahmad, Barliansyah (45) yang bekerja sebagai kuli angkut barang bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Kalaf Kumai berharap bantuan dari para donatur. Sebab dirinya mengaku tidak mampu berobatkan anaknya yang lahir tanpa batok kepala.
“Kerjaan saya tidak menentu, kalau ada kapal datang baru ikut bongkar muat barang, paling sehari cuma dapat Rp50 ribu. Itupun tidak tiap hari. Yah sebulan rata rata hanya mendapat honor Rp1,5 juta,” ujar Barli dengan muka sedih di dalam rumahnya.
Dia berharap uluran tangan dari pemerintah daerah dan juga warga. Supaya anak ketiganya tersebut bisa dirawat di rumah sakit dan mengetahui kondisi sebenarnya.“Ya saya takut terjadi apa apa, karena tidak ada batok kepalanya. Takutnya nanti terlalu lama di rumah justru terkena virus atau apa. Saya takut,” pungkasnya.
Rahmat lahir secara normal di RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan Bun, Minggu (6/1/2019) pukul 05.00 WIB. Karena ketiadaan BPJS Kesehatan dan ketiadaan biaya, akhirnya Rahmad dipulangkan ke rumah meski belum diketahui kondisi pasti bayi malang ini.
“Rahmat lahir normal dengan berat badan sekitar 3 kg. Saya terkaget lahirnya tanpa batok kepala. Meski sekarang kondisinya sehat, namun kita tidak tahu kondisi sebenarnya. Kemarin habis biaya persalinan sekitar Rp2 jutaan, karena saya tidak ada BPJS Kesehatan makanya saya bawa pulang karena saya tidak punya biaya,” ujar ibu bayi malang ini, Sri Wahyuni (26) dengan raut muka sedih di sedih di rumah sangat sederhana ukuran 4x8 metet yang terbuat dari kayu di sekitar Bantaran Sungai Arut.
Di dalam rumah ini ada 3 kepala keluarga (KK) yang menghuni. Dua orangtua, tiga anak Sri (termasuk Rahmad, Sri dan suami. “Ya kami tinggal di rumah ini bertujuh,” timpalnya.
Menurut Sri, selama 9 bulan hamil tidak ada keluhan apapun. Selama ini berobat dengan bidan kampung dan tidak pernah di USG karena ketiadaan biaya. Pada Sabtu (5/1/2019) sekitar pukul 22.00 WIB perut mulai kontraksi dan segera dilarikan ke RSUD Sultan Imanuddin. “Sabtu pukul 23.30 WIB mulai masuk ruang persalinan dan pada Minggu pukul 05.00 WIB Rahmad lahir dengan tanpa batok kepala,” timpalnya.
Ayah Rahmad, Barliansyah (45) yang bekerja sebagai kuli angkut barang bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Kalaf Kumai berharap bantuan dari para donatur. Sebab dirinya mengaku tidak mampu berobatkan anaknya yang lahir tanpa batok kepala.
“Kerjaan saya tidak menentu, kalau ada kapal datang baru ikut bongkar muat barang, paling sehari cuma dapat Rp50 ribu. Itupun tidak tiap hari. Yah sebulan rata rata hanya mendapat honor Rp1,5 juta,” ujar Barli dengan muka sedih di dalam rumahnya.
Dia berharap uluran tangan dari pemerintah daerah dan juga warga. Supaya anak ketiganya tersebut bisa dirawat di rumah sakit dan mengetahui kondisi sebenarnya.“Ya saya takut terjadi apa apa, karena tidak ada batok kepalanya. Takutnya nanti terlalu lama di rumah justru terkena virus atau apa. Saya takut,” pungkasnya.
(sms)